ALAT-ALAT PENDIDIKAN ISLAM

 BAB 9

ALAT-ALAT PENDIDIKAN ISLAM

 

A.    Pengertian Alat Pendidikan Islam

Alat pendidikan Islam yaitu segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan Islam.

Alat berhubungan secara organis dengan tujuan: hukum yang berlaku padanya mengikuti hukum yang berlaku pada tujuan. Apabila suatu tujuan bernilai wajib dan apabila tujuan itu tidak bisa dicapai tanpa suatu alat, maka alat itu bernilai wajib pula  untuk digunakan. Kaidah fiqh menyatakan:

مَا لاَ يَتِمُّ الْوَاجِبُ إِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ

Segala  sesuatu  yang mana sebuah kewajiban tidak bisa sempurna kecuali dengan melakukannya, maka sesuatu  tersebut wajib dikerjakan

Dalam pendidikan Islam, tujuan bernilai suci. Berdasarkan prinsip inherensi, maka alat yang digunakan untuk mencapainya hendaknya bernilai suci pula. Kaidah ushul fiqih menyatakan:

للْوَسَائِلِ حُكْمُ اْلمَقَاصِد

Alat mempunyai nilai yang sejalan dengan nilai tujuan.

Untuk menanamkan keimanan dan menyeru ke jalan Allah, umpamanya, penggunaan paksaan dan kekerasan sebagai alat tidak dibenarkan. Hal itu bertentangan dengan prinsip yang dinyatakan Allah di dalam firman-Nya, "Tidak ada paksaan dalam beragama" (Q.S. al-Baqarah :256) dan "Panggillah-ke jalan Tuhanmu dengan ' hikmah dan ajaran yang baik." (Q.s. al-Nahl:12).

Demikian pula, untuk mengembangkan seni pada pelajar tidak boleh digunakan musik, nyanyian, dan gambar-gambar cabul yang kegila-gilaan. Prinsip ini berbeda dengan pandangan yang mengatakan bahwa tujuan menghalalkan segala cara.

Suatu contoh dapat di kemukakan bahwa Nabi Saw Tidak menggunakan kata-kata vulgar (kasar) atau tidak senonoh ketika menerangkan cara wanita bersuci dari haid. Dalam hadis yang diriwayatkan Al-Bukhari di kemukakan sebagai berikut:

عَنْ عَائِسَةَ أَنَّ امْرَأةً سَأَلتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ غُسْلِهَا مِنَ اْلمَحِيْضِ فَأَمَرَهَا كَيْفَ تَغْتَسِلُ قَالَ "خُذِيْ فُرْصَةً مِن مِسْكٍ فَتَطَهِّرِي بِهَا." قَالَتْ : كَيْفَ أَتَطَهَّرُ قَالَ : تَطَهِّرِي بِهَا. قَالَتْ: كَيْفَ قَالَ: سُبْحَانَ اللهِ تَطَهِّرِي. فَاجْتَبَذْتُهَا إِلَيَّ فَقُلْتُ تَبْتَغِيْ بِهَا أَثَرَ االدَّمِّ

Diriwayatkan dari Aisyah bahwa seorang wanita bertanya kepada Nabi Saw tentang cara ia bersuci dari haid; lalu, beliau menyuruhnya bagaimana ia bersuci. Beliau bersabda: “Ambillah sedikit kapas yang dibubuhi wewangian, kemudian bersucilah dengannya.” Wanita itu bertanya: Bagaimana saya bersuci”? beliau menjawab “bersucilah dengannya.” Wanita itu bertanya lagi, “Bagaimana?” beliau bersabda heran: “Maha suci Allah Swt! bersucilah”, kemudian aku (Aisyah) menarik wanita itu dan kukatakan kepadanya, “bersihkan tempat darah itu dengannya.”

          

B.     Fungsi Alat Pendidikan

Fungsi alat bisa sebagai:           

1.      Alat sebagai perlengkapan. Keberadaan alat ini tidak mutlak. Artinya, tanpa perlengkapan ini pun, masih bisa tercapai. Seperti kursi, tanpa kursi pun pendidikan masih bisa berlangsung.

2.      Alat sebagai pembantu mempermudah usaha tujuan. Di tinjau dari pandangan yang lebih dinamis, alat merupakan pembantu untuk mempermudah terlaksananya proses pendidikan dalam rangka mencapai tujuan. Untuk menyebrangi sungai, umpamanya, seseorang bisa menggunakan perahu dayung atau menggunakan jembatan atau berenang.

3.      Alat sebagai tujuan. Alat-alat berfungsi saling membantu. Misalnya, kemampuan membaca kitab kuning adalah alat dalam pendidikan. Kemampuan itu diperoleh dengan menggunakan alat pula, yaitu antara lain kecakapan dalam ilmu nahwu sharaf seperti di pesantren-pesantren tradisional atau kecakapan bahasa Arab seperti di pesantren-pesantren modern.[1]

 

C.    Macam-macam Alat Pendidikan

Alat pendidikan terbagi menjadi dua macam:

1.      Alat-alat material atau manusia yang mempunyai pengaruh maknawi terhadap pendidikan seperti masjid, madrasah, guru dan keluarga. Alat ini disebut   وسائط التربية (wasa’ith al-tarbiyah, faktor pendidikan).

2.      Alat-alat maknawi-psikhis, seperti metode bercerita, metode dialog atau teladan. Alat macam ini disebut  اساليب أو وسائل التربية asalib atau wasa’il al-tarbiyah, metode pendidikan).

Alat-alat macam pertama bisa disitilahkan dengan piranti keras (hardware) dan macam kedua diistilahkan dengan piranti lunak (software).

1.      Perangkat keras (hardware)

a.       Media tulis atau cetak seperti Al-Qur’an, Hadist, Fiqih, Sejarah dan sebagainya.

b.      Benda–benda alam seperti manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, zat padat, zat cair, dan sebagainya

c.       Gambar-gambar lukisan, diagram, peta, dan grafik. Alat ini dapat dibuat dalam ukuran besar dan dapat pula dipakai dalam buku-buku teks atau bahan bacaan lain.

d.      Gambar yang dapat diproyeksi, baik dengan alat atau tanpa suara seperti foto, slide, film, televisi, video dan sebagainya

e.       Audio recording (alat untuk didengar) seperti kaset, tape, radio, piringan hitam, dan lain-lain yang semuanya diwarnai dengan ajaran agama.

2.      Perangkat lunak (software)

a.       Tingkah laku

Segala tingkah laku perbuatan dan cara-cara berbicara akan mudah ditiru atau diikuti oleh anak didik. Oleh karena itu sebagai pendidik dalam hal ini harus memberikan contoh yang baik agar muridnya dengan mudah meniru apa yang dilakukan oleh gurunya.

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ

Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik (Al-Ahzab : 21)

b.      Anjuran atau perintah

Dalam anjuran atau perintah ini murid dapat mendengar apa yang harus dilakukan. Di dalam Al Qur’an banyak kita jumpai anjuran/perintah untuk mengerjakan suatu perbuatan, diantaranya firman Allah :

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ

Tolong-menolonglah kamu atas kebaikan dan ketaqwaan (Al-Maidah : 2).

c.       Larangan

Larangan adalah suatu usaha yang tegas menghentikan perbuatan-perbuatan yang ternyata salah dan merugikan yang bersangkutan. Larangan  ini merupakan suatu keharusan untuk tidak melakukan sesuatu perbuatan. Misalnya firman Allah:

وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا

Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong (Al-Isra:37)

Di dalam hadist, Nabi bersabda:

لاَ يَدْخُلُ الجَنَّةَ قَاطِعُ رَحِمٍ

Tidak masuk syurga orang yang memutuskan hubungan silaturahmi.

d.      Hukuman

Hukuman pada umumnya membawa hal-hal yang tidak menyenangkan yang biasanya tidak diinginkan. Hukuman ini agar yang bersangkutan tidak mengulang perbuatannya yang terlarang itu. Sehubungan dengan  hukuman kita jumpai beberapa firman Allah:

إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

Sesungguhnya mereka yang menyombongkan dirinya dari menyembah Allah akan masuk neraka jahanam dalam keadaan hina dina (Al-Mu’min : 60).

 

D.    Manfaat Alat dalam Pendidikan Islam

Tokoh-tokoh pendidikan Islam dahulu sudah mengetahui pentingnya alat-alat bagi peningkatan mutu pendidikan, dimulai dari yang amat sederhana, sampai penggunaan alat yang amat modern, dilihat dari sudut perkembangan teori pendidikan ketika itu.

Pada masa permulaan Islam, alat-alat yang digunakan dalam pengajaran amat sederhana. Pengajaran diberikan di rumah. Kadang-kadang di masjid. Rumah Rasulullah pernah digunakan untuk tempat belajar. Rumah Arqam bin Abi Arqam pernah digunakan oleh para sahabat untuk mempelajari agama Islam.

Karena rumah dipersiapkan untuk tempat istirahat dan menikmati ke tentraman, maka tidak layak rumah digunakan sebagai tempat belajar dan mengajar.Orang yang mengajar dan belajar pasti sering ribut, hiruk-pikuk; itu mengganggu ketenangan peghuni rumah. Rumah tangga harus dihormati, harus tentram, dank karena itu, bila akan memasuki rumah, haruslah ada izin dari pemilik rumah. Oleh karena itu, tempat pengajaran dipindahkan ke masjid, langgar, sekolah. Muslim ketika itu mengirimkan anak-anaknya belajar ke masjid. Di Indonesia banyak orang mengrimkan anaknya belajar di pesantren. Masjid al-Azhar dibangun oleh Jauhar al-Tsaqili, terletak di kota Kairo, Mesir, pada zaman pemerintahan al-Fathimy. Mulai dibangun dari Sabtu 24 Jumadilawal 359 H atau 970 M dan selesai 361 H atau 972 M. Pada tahun 761 H, tatkala pemerintahan Malik al-Nashir Qalawun, di samping masjid itu dibangun sebuah ruangan untuk mengajarkan al-Qur’an. Fiqh yang diajarkan adalah fiqh mazhab Abu Hanifah. Sekolah ini mempunyai harta wakaf. Perkembangan terus terjadi. Pada tahun 1283 H atau 1875 M di a-Azhar sudah terdapat kira-kira 325 dosen serta 10.780 pelajar.

Masjid Al-Manshur di Baghdad dibangun oleh Abu Ja’far al-Manshur dan diperbarui oleh Harun al-Rasyid. Masjid Al-Umayyah di Damaskus dibangun oleh Khalifah Walid ibnu Abdul Malik, menghabiskan biaya hasil pajak negara selama tujuh tahun, dikerjakan selama delapan tahun. Masjid ini digunakan juga sebagai tempat pengajaran. Khatib al-Baghdadi pada tahun 456 H pernah memberikan pelajaran di masjid ini dalam ilmu hadits.

Pada zaman Abbasiyah, kaum muslimin banyak bergaul dengan bangsa lain yang memiliki kebudayaan. Kebudayaan itu mempengaruhi kaum Muslimin. Orang muslim juga ingin mengetahui kebudayaan asing itu. Maka buku-buku asing diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, mencakup filsafat orang Romawi serta sainsnya. Ulama-ulama Islam berlomba-lomba mengumpulkan karangan dari luar Islam. Mereka mengumpulkannya di perpustakaan. Maka muncullah ulama besar di kalangan muslim seperti Muhammad ibn Musa al-Khuwarizmi dan Abu Ja’far Muhammad. Darul Hikmah itu dapat dipandang sebagai universitas sekarang, di sana ada perpustakaan, berkumpul para ulama, dan banyak juga mahasiswa. Kaum Fatihimiyah di Mesir mencontoh Darul Hikmah yang didirikan oleh Abbasiyah di Baghdad; mereka mendirikan Darul ‘Ilmi di Kairo. Al-Maqrizi menceritakan bahwa Darul ‘Ilmi dibuka di Kairo pada tahun 395 H dan ditutup pada tahun 516 H.

Bila semua alat pendidikan di kalangan umat Islam amat sederhana, maka pada zaman pertengahan Islam sudah ada ruangan yang luas untuk tempat perkuliahan, sudah ada asrama mahasiswa, juga ada rumah-rumah pengajar, dilengkapi pula dengan tempat-tempat rekreasi, kamar mandi, dapur, dan ruang makan.

Sewaktu keturunan Saljuq menguasai sebagian besar dunia Islam, muncullah nama seorang menteri, yaitu Nizam al-Mulk. Ia mendirikan Madrasah Nizamiyah. Sekolah ini didirikan pada tahun 457 H, letaknya di pinggir Sungai Dajlah. Al-Ghazali, setelah menang dalam suatu perdebatan, diangkat oleh Nizam al-Mulk mengajar di madrasah ini. Madrasah Nizamiyah ini ditiru oleh daerah Muslim lainnya. Katakanlah madrasah model ketika itu.

Di perpustakaan Madrasah Nizamiyah Baghdad terdapat buku kira-kira 6000 judul.  Madrasah al-Muntasiriyah Baghdad bahkan ada pemandian dan rumah sakit yang selalu ada dokternya. Berdasarkan berbagai sumber dapat diketahui bahwa yang paling diistimewakan oleh muslim pada zaman pertengahan dalam membangun sekolah adalah perpustakaan. Dari bahan bacaan itu kita mengetahui bahwa orang Islam pada zaman pertengahan telah mengetahui benar perlunya peralatan bagi sekolah.

 

E.     Gedung sekolah

Keadaan fisik sekolah seringkali menjadi perhatian dan bahan pertimbangan pelajar yang hendak memasuki suatu sekolah. Kadang-kadang perhatian itu berlebihan, sehingga terjadi salah pandang. Sekolah dipandang sebagai sarana untuk meraih prestise, bukan sarana pendukung untuk mencapai prestasi. Tidak mengherankan apabila kemudian tujuan طلب العلم (thalab al-‘ilm, menuntut ilmu) menyimpang menjadi  طلب المدرسة(thalab al-madrasah, mencari sekolah). Namun, ini bukan berarti bahwa gedung sekolah tidak penting. Keadaan gedung sekolah yang harus diperhatikan adalah:

Penerangan. Gedung sekolah hendaknya memungkinkan cahaya matahari masuk kedalam ruangan kelas sehingga cukup terang untuk keperluan baca-tulis.

1.      Sirkulasi udara. Diperlukan lubang-lubang ventilasi agar udara selalu bisa tertukar.

2.      Ukuran kelas. Yang memungkinkan murid bisa membaca tulisan di papan tulis dan mendengarkan suara guru dengan baik.

3.      Tempat duduk dan meja tulis yang dibuat dalam bentuk yang luwes agar murid mudah menggunakannya dan dapat digunakan untuk kepeluan lain seperti pertemuan, rapat dan sebagainya.

4.      Papan tulis. Yang biasa digunakan berwarna hitam atau putih. Ada juga yang berwarna hijau untuk menyejukkan pandangan mata.

5.      Keamanan dan ketenangan. Gedung sekolah hendaknya jauh dari jalan raya, pasar dan lintasan kereta api.[2]

 

F.     Perpustakaan

Perpustakaan merupakan perwujudan kepedulian manusia terhdap kepentingan pengetahuan dan membaca. Sejak awal kehadirannya, Islam telah menekankan kepentingan ini. Wahyu pertama diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw menunujukkan hal itu. Pendidikan Islam di masa lalu menaruh perhatian yang besar terhadap pembangunan perpustakaan-perpustakaan. Barangkali tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa pendirian perpustakaan merupakan temuan pendidikan dalam Islam dengan tujuan memotivasi para ulama dan pelajar untuk membaca, menelaah, mengadakan penelitian, menyalin sebagian kitab berharga dan menerjemahkan yang perlu diterjemahkan.

Warisan kitab-kitab yang bertemakan pendidikan antara lain: kitab Ta’lim Muta’allim Thariq at-Ta’allum karya Zarnuji, Ahkam al-Mu’allimin wa al-Muta’allimin karya Muhammad bin Zayd, al-Fadhilah li Ahwal al-Mu’allimin dan Ahkam al-Mu’allimin wa al-Muta’allimin karya al-Qabisi al-Qayrawani, Risalah al-Mu’allimin karya al-Jahizh, Targhib al-Nas ila al-Ilm karya al-Fathmuni dan Adab al-Mu’allimin karya Ibnu Shanun.[3]

Standar perpustakaan terdiri dari:

1.      Isi perpustakaan yang terdiri dari buku-buku referensi, buku teks, surat kabar, majalah, gambar-gambar, peta, dan lain sebagainya.

2.      Ruang dan tata tertib perpustakaan

3.      Petugas perputakaan[4]

 

G.    Alat Peraga

Alat peraga disebut juga media instruksional, yaitu alat-alat pengajaran yang berfungsi ataupun memberikan gambara yang konkret tentang hal-hal yang diajarkan.

Fungsi alat peraga ialah:

1.      Membantu dan mempermudah para guru dalam mencapai tujuan secara efektif dan efisien.

2.      Mempermudah para siswa menangkap materi pelajaran, memperkaya pengalaman belajar, serta membantu memperluas cakrawala pengetahuan mereka dan

3.      Menstimulasi pengembangan pribadi serta profesi para guru dalam usahanya mempertinggi mutu pengajaran.[5]

 

H.    Memilih Alat Pendidikan

            Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih alat pendidikan, antara lain:[6]

1.      Tujuan yang hendak dicapai. Apa yang hendaknya mendapat perhatian lebih di dalam pendidikan: apakah alat ataukah tujuan? Alat pasti berubah dari masa ke masa. Suatu alat tertentu mungkin dapat digunakan untuk mencapai beberapa tujuan, tetapi mungkin pula tidak dapat digunakan untuk mencapai tujuan apa pun. Sehingga dalam pemilihan alat, faktor tujuan hendaknya mendapat perhatian prioritas, sehingga alat benar-bener fungsional, efektif dan efisien.

2.      Perencanaan. Perencanaan pengadaan alat-alat pendidikan yang kurang benar dan kurang teliti pasti kelak akan menimbulkan persoalan, kadang-kadang pemborosan. Sebenarnya, semakin disadari sulitnya mencari dana, seharusnya disadari juga pentingnya perencanaan yang benar dan teliti. Jika diperlukan tahapan, maka tahap pertama adalah penyusunan rencana dan tahap kedua pencarian dana.

3.      Alat yang tersedia. Tidak perlu benda-benda yang mahal, bahkan dengan alat-alat yang ada didalam rumah atau sekolah pun, pendidikan sudah bisa berlangsung.

4.      Pengguna Alat. Keberhasilan komunikasi dengan alat sangat dipengaruhi oleh penggunanya. Guru yang kurang cakap dalam menggunakan alat, hendaknya tidak menggunakan alat itu.

5.      Murid. Jenis kelamin, umur, bakat, perkembangan dan lingkungan murid, hendaknya menjadi bahan pertimbangan dalam memilih alat. Tidak semua alat dapat diberikan kepada setiap murid. Apabila guru salah mempergunakan alat, maka pendidikan tidak akan membawa hasil yang baik.

6.      Ruang. Pertimbangan terhadap ruang bisa didasarkan atas luas tidaknya ruangan, bisa pula atas letak geografisnya. Pendidikan yang dilakukan di dalam kelas bisa berbeda dengan yang dilangsungkan di lapangan terbuka. Demikian pula pendidikan di pedesaan bisa berbeda dengan pendidikan di perkotaan. Adapun persoalan waktu

7.      Waktu. Persoalan waktu hendaknya menjadi perhatian guru dalam memilih alat. Di waktu siang, ketika udara panas misalnya, pelajaran yang menguras pikiran tidak tepat untuk diberikan. Dalam hadits yang diriwayatkan al-Bukhari diceritakan:

كَانَ عَبْدُ اللَّهِ يُذَكِّرُ النَّاسَ فِي كُلِّ خَمِيسٍ فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ لَوَدِدْتُ أَنَّكَ ذَكَّرْتَنَا كُلَّ يَوْمٍ‏.‏ قَالَ أَمَا إِنَّهُ يَمْنَعُنِي مِنْ ذَلِكَ أَنِّي أَكْرَهُ أَنْ أُمِلَّكُمْ وَإِنِّي أَتَخَوَّلُكُمْ بِالْمَوْعِظَةِ كَمَا كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَتَخَوَّلُنَا بِهَا مَخَافَةَ السَّآمَةِ عَلَيْنَا‏

Abdullah bin Mas’ud memberi pelajaran (tausiah dan ceramah) kepada orang-orang setiap hari Kamis. Kemudian seseorang berkata: “Wahai Abu Abdurrahman, sungguh aku ingin kalau anda memberi pelajaran kepada kami setiap hari. Abdullah bin Mas’ud berkata; “Sungguh aku enggan melakukannya, karena aku takut membuat kalian bosan, dan aku ingin mengatur dalam memberi pelajaran kepada kalian sebagaimana Nabi Saw mengatur dalam memberi pelajaran kepada kami karena khawatir kebosanan akan menimpa kami.

 



[1] Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, hal. 143

[2] Ibid.,  hal. 145-146

[3] Muhammad Athiyyah al-Abrasyi, Al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Falasifatuha, (Dar al-Fikr, 1969), hal. 39-40

[4] Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, hal. 148-150

[5] Soejono Trimo, Pengembangan Pendidikan, Bandung: RemadjaKarya, 1986, hal. 151

[6] Zakia Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, hal.81

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

PEMBIAYAAN PENDIDIKAN ISLAM