KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
BAB 4
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
A.
Pengertian
Kurikulum
Kurikulum
berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curare
yang berarti tempat berpacu. Jadi, istilah kurikulum berasal dari dunia olah
raga pada zaman Romawi Kuno di Yunani, yang mengandung pengertian suatu jarak
yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis finish.[1]
Barulah pada tahun 1955 istilah kurikulum dipakai dalam bidang pendidikan
dengan arti sejumlah mata pelajaran dalam suatu peguruan. Dalam kamus Webster
tahun 1856 kurikulum diartikan dua macam, yaitu :
1.
Sejumlah mata pelajaran
yang harus ditempuh atau dipelajari siswa disekolah atau perguruan tinggi untuk
memperoleh ijazah tertentu.
2.
Sejumlah mata pelajaran yang
ditawarkan oleh suatu lembaga pendidikan atau jurusan.[2]
Kurikulum (curriculum)
adalah seperangkat perencanaan dan media untuk mengantar lembaga pendidikan
dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan. Kosakata Kurikulum telah
masuk kedalam kosakata bahasa Indonesia, dengan arti susunan rencana
pengajaran. Sekian banyak pengertian kosakata tentang kurikulum dari segi
bahasa ini dapat diartikan, bahwa kurikulum ialah rencana atau bahasan
pengajaran, sehingga arah kegiatan pendidikan menjadi jelas dan terang.
Pengertian ini terkait dengan hal yang paling menonjol dari isi kurikulum,
yaitu susunan bahan atau mata pelajaran yang akan digunakan sebagai acuan dalam
kegiatan pendidikan.
B.
Komponen
Kurikulum
Kurikulum terdiri atas beberapa komponen yaitu: tujuan, isi, metode
atau proses belajar mengajar dan evaluasi. Setiap komponen dalam kurikulum di
atas sebenarnya saling berkaitan, bahkan masing-masing merupakan bagian integral
dari kurikulum tersebut.[3]
C.
Pengertian
Kurikulum Pendidikan Islam
Pada masa
Islam klasik, pakar pendidikan Islam menggunakan kata al-maddah untuk
pengertian kurikulum. Karena pada masa itu kurikulum lebih identik dengan
serangkaian mata pelajaran yang harus diberikan pada murid pada tingkat
tertentu. Sejalan dengan perjalanan waktu, pengertian kurikulum mulai
berkembang dan cakupannya lebih luas, yaitu mencakup segala aspek yang
mempengaruhi pribadi siswa. Kurikulum dalam pengertian yang modern ini mencakup
tujuan, mata pelajaran, proses belajar dan mengajar serta evaluasi. Kurikulum
pendidikan Islam dikenal dengan juga dengan istilah manhaj yang berarti
jalan terang yang dilalui oleh guru bersama siswanya untuk mengembangkan
pengetahuan, ketrampilan dan sikap mereka.[4]
Kesimpulan
hakikat kurikulum pendidikan Islam adalah bahan-bahan pendidikan Islam berupa
kegiatan, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan sistematis
diberikan kepada siswa dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam. Atau
dengan kata lain kurikulum pendidikan Islam adalah semua aktivitas, pengetahuan
dan pengalaman yang dengan sengaja dan secara sistematis diberikan oleh guru
kepada siswa dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam.
D.
Prinsip-prinsip Kurikulum Pendidikan Islam
Prinsip-prinsip
kurikulum pendidikan Islam sebagai berikut:
1.
Prinsip yang
berorientasi pada tujuan. Implikasinya pada aktivitas kurikulum yang terarah
sehingga tujuan pendidikan yang tersusun sebelumnya tercapai.
2.
Prinsip relevansi.
Implikasinya adalah mengusulkan agar kurikulum memiliki kesuaian dengan kondisi
sekarang.
3.
Prinsip efisiensi dan
efektivitas. Implikasinya adalah mengusulkan agar kurikulum dapat
mendayagunakan waktu, tenaga, biaya dan sumber lainnya dengan cermat dan tepat
وَٱلۡعَصۡرِ
Demi masa (Al-Ashr: 1)
sehingga dapat
menghargai tenaga dan aktivitas manusia
وَأَن لَّيۡسَ لِلۡإِنسَٰنِ إِلَّا مَا سَعَىٰ وَأَنَّ سَعۡيَهُۥ سَوۡفَ يُرَىٰ
dan
bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya, dan
bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya) (An-Najm: 39-40)
dan tidak boros
وَءَاتِ ذَا ٱلۡقُرۡبَىٰ حَقَّهُۥ وَٱلۡمِسۡكِينَ وَٱبۡنَ ٱلسَّبِيلِ
وَلَا تُبَذِّرۡ تَبۡذِيرًا إِنَّ ٱلۡمُبَذِّرِينَ كَانُوٓاْ إِخۡوَٰنَ ٱلشَّيَٰطِينِۖ وَكَانَ
ٱلشَّيۡطَٰنُ لِرَبِّهِۦ كَفُورٗا
Dan
berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin
dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan
(hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah
saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (Al-Isra:
26-27)
4.
Prinsip fleksibelitas
program. Implikasinya adalah kurikulum disusun begitu luwes, sehingga mampu
disesuaikan dengan situasi-situasi setempat serta waktu yang berkembang tanpa
mengubah tujuan pendidikan yang diinginkan.
5.
Prinsip integritas.
Implikasinya adalah mengupayakan kurikulum tersebut agar menghasilkan manusia
seutuhnya.
6.
Prinsip kontunitas.
Implikasinya adalah bagaimana susunan kurikulum mempunyai lanjutan atau berkesinambungan
dengan kegiatan kurikulum lainnya.
7.
Prinsip sinkronisme.
Implikasinya adalah bagaimana suatu kurikulum dapat seirama, searah dan
setujuan serta jangan sampai terjadi kegiatan kurikulum yang lain yang
menghambat, berlawanan atau mematikan kegiatan lain.
8.
Prinsip objektivitas.
Implikasinya adalah adanya kurikulum tersebut dilakukan melalui tuntutan
kebenaran ilmiah yang objektif, dengan mengesampingkan pengaruh-pengaruh emosi
yang irasional
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُونُواْ قَوَّٰمِينَ لِلَّهِ
شُهَدَآءَ بِٱلۡقِسۡطِۖ وَلَا يَجۡرِمَنَّكُمۡ شَنََٔانُ قَوۡمٍ عَلَىٰٓ أَلَّا تَعۡدِلُواْۚ
ٱعۡدِلُواْ هُوَ أَقۡرَبُ لِلتَّقۡوَىٰۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ
بِمَا تَعۡمَلُونَ
Hai
orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (Al-Maidah:
8).
9.
Prinsip demokratis.
Implikasinya adalah pelaksanakan kurikulum harus dilakukan secara demokrasi.
Artinya, saling mengerti, memahami keadaan dan situasi tiap-tiap subjek dan
objek kurikulum.
10. Prinsip
analisa kegiatan. Prinsip ini mengandung tuntutan agar kurikulum
dikonstruksikan melalui proses analisis isi bahan mata pelajaran serta analisis
tingkah laku yang sesuai dengan isi materi pelajaran.
11. Prinsip
individualisasi. Prinsip kurikulum yang memerhatikan perbedaan pembawaan dan
lingkungan pada umumnya yang meliputi
seluruh aspek pribadi siswa, seperti perbedaan jasmani, watak,
inteligensi, bakat, serta kelebihan dan kekurangannya.
12. Prinsip
pendidikan seumur hidup. Konsep ini
diterapkan dalam kurikulum mengingat keutuhan potensi subjek manusia sebagai
subjek yang berkembang dan perlunya keutuhan wawasan (orientasi) manusia
sebagai subjek yang sadar akan nilai (yang menghayati dan yakin akan cita-cita
dan tujuan hidup).[5] Semua
hal tersebut tidak akan tercapai tanpa adanya belajar yang berkesinambungan.
E.
Isi Kurikulum Pendidikan Islam
Isi Kurikulum
Pendidikan Islam bisa dipahami dari firman Allah Swt:
سَنُرِيهِمْ ءَايَاتِنَا فِي اْلأَفَاقِ
وَفِي أَنفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ أَوَلَمْ يَكْفِ
بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ شَهِيدٌ
Kami akan memperlihatkan
kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka
sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al-Qur'an itu benar.Dan apakah
Rabbmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu
(Fushshilat : 53)
Dalam ayat di
atas terkandung tiga isi kurikulum pendidikan
Islam, yaitu:
1.
Isi kurikulum yang
berorientasi pada ketuhanan. Rumusan isi kurikulum yang berkaitan dengan
ketuhanan, mengenai dzat, sifat, perbuatan-Nya dan relasinya terhadap manusia
dan alam semesta. Bagian ini meliputi ilmu kalam, ilmu metafisika alam, ilmu
fiqih, ilmu akhlak (tasawuf), ilmu
tentang al-Qur’an dan Sunnah (tafsir, linguistik,
ushul fiqih dan sebagainya). Isi kurikulum ini berpijak pada wahyu Allah Swt.
2.
Isi
kurikulum yang berorientasi pada kemanusiaan. Rumusan isi kurikulum yang
berkaitan dengan perilaku manusia, baik manusia sebagai makhluk individu,
makhluk sosial, makluk berbudaya dan makhluk berakal. Bagian ini meliputi ilmu
politik, ekonomi, kebudayaan, sosiologi, antropologi, sejarah,lingusitik, seni,
arsitek, filsafat, psikologi, pedagogis, biologi, kedokteran, perdagangan,
komunikasi, administrasi, matematika dan sebagainya. Isi kurikulum ini berpijak
pada ayat ayat anfusi.
3.
Isi
kurikulum yang berorientasi pada kealaman. Rumusan isi kurikulum yang berkaitan
dengan fenomena alam sebagai makhluk yang diamanatkan dan untuk kepentingan
manusia. Bagian ini meliputi ilmu fisika, kimia, pertanian, perhutanan,
perikanan, farmasi, astronomi, ruang angkasa, geologi, geofisika, botani,
zoologi, bioenetik, dan sebagainya. Isi kurikulum ini berpijak pada ayat-ayat afaqi.[6]
Ketiga bagian isi kurikulum tersebut disajikan dengan
terpadu (integrated approach), tanpa adanya pemisahan. Misalnya, apabila
membicarakan Tuhan dan sifat-Nya, akan berkaitan pula dengan relasi Tuhan
dengan manusia dan alam semesta. Membicarakan asma al-husna sebagai
penjelasan tawhid fi al-shifat (mengesakan Allah dalam sifat-Nya) juga
menjelaskan pula bagaimana manusia berperilaku seperti perilaku Tuhannya, baik
terhadap sesama manusia maupun pada alam semesta. Jika Allah Swt mempunyai
sifat ar-Rahman dan ar-Rahim, maka manusia pun harus demikian.
Dengan demikian. Isi kurikulum tersebut akan membicarakan hakikat Tuhan,
manusia dan alam semesta.[7]
F.
Sistem Penjenjangan Kurikulum Pendidikan Islam
Penjenjangan kurikulum dapat ditentukan melalui materi
yang diberikan, misalnya:
a.
Untuk tingkat Dasar (ibtidaiyah). Bobot materi
hanya menyangkut pokok-pokok ajaran Islam, misalnya masalah akidah (rukun
iman), masalah syariah (rukun Islam) dan masalah akhlak (rukun ihsan).
b.
Untuk tingkat Menengah Pertama (Tsanawiyah). Bobot
materi mencakup materi yang diberikan pada jenjang dasar dan ditambah dengan
argumen-argumen dari dalil naqli dan dalil aqli.
c.
Untuk tingkat Menengah Atas (Aliyah). Bobot materi
mencakup bobot materi yang diberikan pada jenjang dasar dan jenjang menengah
pertama ditambah hikmah-hikmah dan manfaat di balik materi yang diberikan.
[1] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia,
2012, hal. 230
[2] Ahmad Tafsir, Ilmu
Pendidikan Islami. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2012, hal 80
[3] Ibid.,
hal. 54
[4] Abuddin Nata,
Sejarah Pendidikan Islam: Pada periode Klasik dan Pertengahan.
Jakarta: Rajawali Pers, 2012, hal 122.
[5] Tim
Depag RI, Pedoman Guru Agama Madrasah Ibtidaiyah, Jakarta: Dirjen Bimas, 1979,
hal. 18
[6] Abdul Mujib dan
Jusuf Mudzakir, 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media,
hal 153-154
[7] Ibid., hal 154
Komentar
Posting Komentar