METODE PENDIDIKAN ISLAM
BAB 5
METODE PENDIDIKAN ISLAM
A.
Pengertian Metode
Secara
etimologi kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu meta dan hodos. Meta berarti
melalui dan hodos berarti jalan atau cara.[1] Dalam Bahasa
Arab dikenal dengan istilah al-thariq yang artinya jalan.
Jalan adalah sesuatu yang dilalui agar sampai ke tujuan.[2] Dalam bahasa
Inggris disebut method yang berarti cara.[3] Kamus Besar
Bahasa Indonesia, mengartikan metode sebagai cara teratur yang digunakan untuk
melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki atau
cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan, guna
mencapai apa yang telah ditentukan.[4]
B.
Pengertian Metode Pendidikan Islam
Metode pendidikan Islam adalah berbagai macam cara yang digunakan untuk
memudahkan pelaksanaan pendidikan agar tujuan pendidikan Islam dapat tercapai.
C.
Fungsi Metode Pendidikan Islam
Fungsi metode pendidikan Islam adalah memberi
inspirasi pada siswa melalui proses hubungan yang serasi antara pendidik dan siswa
yang seiring dengan tujuan pendidikan Islam.[5]
D.
Perbedaan antara Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, Model dan Desain Pembelajaran
Perbedaan istilah tersebut sebagai berikut:
1.
Pendekatan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut
pandang terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang
terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi,
menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan
teoretis tertentu. Dilihat dari
pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: Pendekatan
pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa dan pendekatan
pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru.[6] Dari
pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam
strategi pembelajaran.
2. Strategi Pembelajaran. Secara umum, terdapat dua unsur dalam strategi
pemebelajaran: 1) menetapkan spesifikasi dan kualifikasi
tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi siswa. 2) Menetapkan norma-norma dan
batas minimum ukuran keberhasilan. Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan
untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu.
3. Metode Pembelajaran. Metode pengajaran dapat diartikan sebagai cara yang
digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk
kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pengajaran.[7] Ada
beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan
strategi pembelajaran, diantaranya: ceramah, demonstrasi, tanya jawab dan lain
sebagainya.[8] Selanjutnya
metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran.
4. Teknik Pembelajaran. Teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang
dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik.
Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif
banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda
dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas.
Demikian pula, dengan penggunaan metode tanya jawab, perlu digunakan teknik
yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya
tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun
dalam koridor metode yang sama.[9]
5. Taktik Pembelajaran. Taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam
melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual.
Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi
mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya,
yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki
bakat humoris yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki bakat
humoris, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia
memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak
keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan,
pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini,
pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekaligus juga seni.[10] Apabila
antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran
sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang
disebut dengan model pembelajaran.
6. Model Pembelajaran. Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk
pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas
oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai
dari penerapan suatu pendekatan, metode, teknik dan taktik pembelajaran.[11]
7. Desain pembelajaran, Jika strategi pembelajaran lebih
berkenaan dengan pola umum dan prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan
desain pembelajaran lebih menunjuk kepada cara-cara merencanakan suatu sistem
lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu.
Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi membicarakan tentang
berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah yang hendak dibangun, seperti rumah
joglo, rumah gadang, rumah modern, dan lain sebagainya. Masing-masing akan
menampilkan kesan dan pesan yang berbeda dan unik. Sedangkan desain adalah
menetapkan cetak biru (blue print) rumah yang akan dibangun beserta
bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun
kriteria penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap akhir,
setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara
profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memiliki keterampilan
yang memadai untuk mengembangkan berbagai pendekatan, metode, teknik dan taktik
pembelajaran sehingga melahirkan model pembelajaran yang efektif, kreatif dan
menyenangkan.[12]
E.
Kedudukan Metode Pendidikan
Metode memiliki kedudukan yang amat
strategis dalam mendukung keberhasilan pengajaran. Itulah sebabnya, para ahli
pendidikan sepakat, bahwa seorang guru yang ditugaskan mengajar di sekolah,
haruslah guru yang profesional, yaitu guru yang ditandai oleh penguasaan prima
terhadap metode pengajaran. Melalui metode pengajaran, mata pelajaran dapat
disampaikan secara efisien, efektif dan terukur dengan baik, sehingga dapat
dilakukan perencanaan dan perkiraan yang tepat. [13] Terdapat sejumlah bukti yang menjelaskan, bahwa hasil
pengajaran yang berbeda antara yang diberikan oleh sebuah lembaga pendidikan
dengan lembaga pendidikan lainnya antara lain disebabkan karena adanya
perbedaan metode pengajaran yang digunakan. Metode pengajaran bahasa Arab di
pesantren salafiyah pada umumnya menekankan kemampuan menganalisis
gramatika bahasa, menerapkannya dalam membaca kitab dan menghafalnya hingga
tuntas. Pengajaran bahasa Arab yang dilakukan pada pesantren salafiyah
itu tidak mementingkan kemampuan berkomunikasi baik lisan maupun tulisan dalam
bahasa Arab. Sedangkan metode pengajaran bahasa asing pada Pesantren Modern
dimulai dari mempraktikkan dan dilanjutkan kepada penjelasan kebahasaannya
sesuai kebutuhan. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa bahasa sebagai alat
berkomunikasi dan memahami pikiran orang lain, baik secara lisan maupun tulisan
serta dapat ditanamkan kepada siswa dengan jalan pembiasaan dalam kehidupan
sehari-hari.[14] Gambaran
tersebut memperlihatkan dengan jelas, bahwa perbedaan metode mengajar ternyata
menghasilkan produk kemampuan yang berbeda. Untuk itu setiap metode mengajar
memiliki logikanya sendiri-sendiri serta target dan tujuannya yang khas pula.
Penentuan dan pilihan terhadap sebuah metode yang akan digunakan amat
ditentukan oleh produk apa yang ingin dihasilkan melalui metode yang digunakan.
Adapun kedudukan metode dalam
pengajaran sebagai berikut:
1.
Metode
sebagai alat motivasi ekstrinsik
Metode menempati peranan yang tidak
kalah pentingnya dari komponen lainnya dalam kegiatan belajar. Tidak ada satu
pun kegiatan belajar mengajar yang tidak menggunakan metode pengajaran. Ini
berarti guru memahami benar kedudukan metode sebagai alat motivasi ekstrinsik
dalam kegiatan belajar mengajar. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya
karena adanya perangsang dari luar. Karena itu, metode berfungsi sebagai alat
perangsang dari luar yang dapat membangkitkan belajar seseorang.[15]
Dalam penggunaan metode terkadang guru harus menyesuaikan dengan
kondisi dan suasana kelas, jumlah murid mermpengaruhi penggunaan metode. Tujuan
pembelajaran adalah pedoman yang mutlak dalam pemilihan metode. Dalam perumusan
tujuan, guru perlu merumuskannya dengan jelas dan dapat diukur. Dengan begitu,
mudahlah bagi guru menentukan metode yang dipilih guna menunjang pencapaian
tujuan yang telah dirumuskan tersebut. Dalam mengajar, guru jarang sekali menggunakan satu metode, karena guru
menyadari bahwa semua metode ada kelebihan dan kelemahannya. Penggunaan satu metode lebih cenderung menghasilkan kegiatan
belajar mengajar yang membosankan bagi siswa. Jalan pengajaran pun tampak kaku.
Siswa terlihat kurang bergairah dalam belajar. Kondisi seperti ini sangat tidak
menguntungkan bagi guru dan siswa. guru mendapatkan kegagalan dalam penyampaian
pesan-pesan keilmuan dan siswa dirugikan. Penggunaan metode yang tepat dan
bervariasi akan dapat dijadikan sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan
belajar mengajar di sekolah. [16]
2.
Metode
sebagai strategi pengajaran
Dalam kegiatan belajar mengajar
tidak semua siswa mampu berkonsentrasi dalam waktu yang relatif lama. Daya
serap siswa terhadap bahan pelajaran juga bermacam-macam, ada yang cepat,
lambat dan sedang. Perbedaan daya serap siswa sebagaimana tersebut diatas memerlukan
strategi pengajaran yang tepat. Metode
mengajarlah salah satu jawabannya. Untuk sekelompok siswa boleh jadi mereka
mudah menyerap bahan pelajaran dengan menggunakan tanya jawab dan sekelompok
siswa yang lain lebih mudah menyerap dengan menggunakan cerita. Guru harus
memiliki strategi agar murid dapat belajar secara efektif dan efisien dan
mengena pada tujuan yang diharapkan.[17]
3.
Metode
sebagai alat untuk mencapai tujuan
Tujuan adalah suatu cita-cita yang
akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Tujuan adalah pedoman yang
memberi arah kemana kegiatan belajar mengajar akan dibawa. Guru tidak bisa
membawa kegiatan belajar mengajar sekehendak hatinya dan mengabaikan tujuan
yang telah dirumuskan. Tujuan dari kegiatan belajar mengajar tidak akan pernah tercapai
selama komponen-komponen lainnya tidak gunakan. Salah satunya adalah komponen
metode. Dengan memanfaatkan metode secara akurat, guru akan mampu mencapai
tujuan pengajaran.[18]
F.
Pendekatan Metode Pendidikan Islam
Allah Swt berfirman:
كَمَآأَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولاً مِّنكُمْ
يَتْلُوا عَلَيْكُمْ ءَايَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ
وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُم مَّالَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ
Sebagaimana
Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat
Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan
Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (Al-Baqarah : 151)
Rumusan
pendekatan metode pendidikan Islam dapat dipahami dari firman Allah Swt di atas, yaitu:
1.
Pendekatan tilawah (pengajaran)
Pendekatan tilawah ini meliputi membacakan ayat-ayat
Allah yang bertujuan memandang fenomena alam sebagai ayat-Nya, mempunyai
keyakinan bahwa semua ciptaan Allah memiliki keteraturan yang bersumber dari
Rabb al-‘alamin, serta memandang bahwa segala yangada tidak diciptakan-Nya
secara sia-sia belaka. Aplikasinya dengan membentuk kelompok ilmiah, kegiatan
ilmiah seperti penelitian, pengkajian, seminar dan sebagainya.
2.
Pendekatan tazkiyah
(penyucian)
Pendekatan ini meliputi menyucikan diri dengan upaya amar
ma’ruf dan nahi mungkar. Tujuannya untuk memelihara kebersihan diri dari
lingkungannya, memelihara dan mengembangkan akhlak yang baik dan menolak akhlak
tercela. Aplikasinya adalah dengan membentuk gerakan kebersihan, ceramah atau
tabligh, riyadhah keagamaan serta syiar islam yang lainnya.
3.
Pendekatan ta’lim
al-kitab
Mengajarkan al-Kitab (al-Qur’an) dengan
menjelaskan isi al-Qur’an. Aplikasinya dengan membuat kegiatan membaca
literatur Islam, diskusi al-Qur’an di bawa bimbingan para ahli dan lomba
kreativitas Islami.
4.
Pendekatan ta’lim
al-hikmah
Pendekatan ini adalah mengadakan perenungan dan
interpretasi terhadap pendekatan ta’lim al-Qur’an. Aplikasinya dapat berupa
studi banding antar lembaga pendidikan atau kajian sehingga terbentuk suatu
konsensus umum yang dapat dipedomani oleh masyarakat Islam secara universal.
5.
Yu’allimukum ma lam takunu
ta’lamun
Suatu pendekatan yang mengajarkan suatu hal yang memang
benar benar aing dan belum diketahui, sehingga pendekatan ini membawa siswa
pada suatu alam pemikiran yang benar-benar luar biasa. Aplikasinya bisa
mengembangkan tekhnologi baru yang dapat mempermudah kehidupan manusia
sehari-hari.[19]
G.
Bentuk Metode Pendidikan Islam
Bentuk-bentuk metode pendidikan Islam yang relevan dan
efektif dalam pengajaran adalah:
a.
Metode diakronis
Metode ini juga disebut juga metode sosiohistoris, yakni
suatu metode pemahaman terhadap suatu kepercayaan, sejarah atau kejadian dengan
melihatnya sebagai suatu kenyataan yang memiliki kesatuan yang mutlak dengan
waktu, tempat, kebudayaan, golongan dan lingkungan tempat kepercayaan, sejarah,
dan kejadian itu muncul.
Suatu
metode yang menonjolkan aspek sejarah. Metode ini memberi kemungkinan adanya
studi komparatif tentang berbagai penemuan dan pengembangan ilmu pengetahuan,
sehingga siswa memiliki pengetahuan yang relevan, memiliki hubungan
sebab-akibat atau kesatuan integral. Lebih lanjut siswa dapat menelaah kejadian
sejarah dan mengetahui lahirnya tiap komponen, bagian, subsistem, sistem, dan
suprasistem ajaran Islam. Wilayah metode ini lebih terarah pada aspek kognitif.
Metode diakronis disebut juga metode sosiohistoris, yakni suatu metode pemahaman
terhadap suatu kepercayaan, sejarah atau kejadian dengan melihatnya sebagai
suatu kenyataan yang memiliki kesatuan yang mutlak dengan waktu, tempat,
kebudayaan, golongan dan lingkungan tempat kepercayaan, sejarah dan kejadian
itu muncul. Metode ini menyebabkan siswa ingin mengetahui, memahami,
menguraikan, dan meneruskan ajaran-ajaran Islam dari sumber-sumber dasarnya,
yakni Al-Qur’an dan Hadits.
b.
Metode Sinkronis-Analitis
Suatu metode pendidikan Islam yang memberi kemampuan
analisis teoretis yang sangat berguna bagi perkembangan keimanan dan mental intelektual.
Teknik pengajarannya meliputi diskusi, lokakarya, seminar, kerja kelompok,
resensi buku, lomba karya ilmiah dan sebagainya.
Suatu
metode pendidikan Islam yang memberi kemampuan analisis teoretis yang sangat
berguna bagi perkembangan keimanan dan mentalintelek. Metode ini tidak
semata-mata mengutamakan segi pelaksanaan atau aplikasi praktis. Teknik
pengajarannya meliputi diskusi, lokakarya, seminar, kerja kelompok, resensi
buku, lomba karya ilmiah, dan sebagainya. Metode diakronis dan metode sinkronis
analitis menggunakan asumsi dasar sebagai berikut:
1)
Islam adalah wahyu Ilahi yang berlainan dengan
kebudayaan sebagai hasil daya cipta dan rasa manusia
وَمَا يَنطِقُ
عَنِ ٱلۡهَوَىٰٓ إِنۡ هُوَ
إِلَّا وَحۡيٞ يُوحَىٰ
dan tiadalah
yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya
itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya) (An-Najm : 3 - 4).
2)
Islam adalah agama yang sempurna dan di atas
segala-galanya
ٱلۡيَوۡمَ
أَكۡمَلۡتُ لَكُمۡ دِينَكُمۡ وَأَتۡمَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ نِعۡمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلۡإِسۡلَٰمَ
دِينٗا
Pada hari ini
telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu (Al-Maidah : 3).
3)
Islam merupakan suprasistem yang memiliki
beberapa sistem dan subsistem dan komponen dengan bagian-bagiannya dan secara
keseluruhan merupakan suatu struktur yang unik
وَمِنۡ
ءَايَٰتِهِ ٱلَّيۡلُ وَٱلنَّهَارُ وَٱلشَّمۡسُ وَٱلۡقَمَرُۚ لَا تَسۡجُدُواْ
لِلشَّمۡسِ وَلَا لِلۡقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلّهِ ٱلَّذِي خَلَقَهُنَّ إِن كُنتُمۡ
إِيَّاهُ تَعۡبُدُونَ
Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah
sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, Jika
Ialah yang kamu hendak sembah (Fushilat : 37)
4)
Wajib bagi umat Islam untuk mengajak pada
kebajikan dan melarang perbuatan kejahatan
وَلۡتَكُن
مِّنكُمۡ أُمَّةٞ يَدۡعُونَ إِلَى ٱلۡخَيۡرِ وَيَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ
عَنِ ٱلۡمُنكَرِۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ
Dan hendaklah
ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung. (Ali Imran : 104).
5)
Wajib bagi umat Islam untuk mengajak orang lain
ke jalan Allah dengan hikmah yang penuh
kebijaksanaan
ٱدۡعُ إِلَىٰ
سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلۡحِكۡمَةِ وَٱلۡمَوۡعِظَةِ ٱلۡحَسَنَةِۖ وَجَٰدِلۡهُم بِٱلَّتِي
هِيَ أَحۡسَنُۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ وَهُوَ أَعۡلَمُ
بِٱلۡمُهۡتَدِينَ
Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk (An-Nahl : 125)
6)
Wajib bagi umat Islam untuk menyampaikan
risalah Islam kepada orang lain menurut kemampuannya.
حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ الضَّحَّاكُ بْنُ مَخْلَدٍ
أَخْبَرَنَا الْأَوْزَاعِيُّحَدَّثَنَا حَسَّانُ بْنُ عَطِيَّةَ عَنْ أَبِي كَبْشَةَ
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَا حَرَجَ
وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
Telah bercerita
kepada kami Abu 'Ashim adl-Dlahhak bin Makhlad telah mengabarkan kepada kami Al
Awza'iy telah bercerita kepada kami Hassan bin 'Athiyyah dari Abi Kabsyah dari
'Abdullah bin 'Amru bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sampaikan
dariku sekalipun satu ayat dan ceritakanlah (apa yang kalian dengar) dari Bani
Isra'il dan itu tidak apa (dosa). Dan siapa yang berdusta atasku dengan sengaja
maka bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka" (Shahih Bukhari: 3202)
7)
Wajib bagi sebagian umat Islam untuk
memperdalam ajaran Islam
وَمَا كَانَ
ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لِيَنفِرُواْ كَآفَّةٗۚ فَلَوۡلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرۡقَةٖ مِّنۡهُمۡ
طَآئِفَةٞ لِّيَتَفَقَّهُواْ فِي ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوۡمَهُمۡ إِذَا رَجَعُوٓاْ
إِلَيۡهِمۡ لَعَلَّهُمۡ يَحۡذَرُونَ
Tidak
sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak
pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya
(At-Taubah : 122).
c.
Metode Problem Solving (Hill
al-Musykilat)
Metode pemecahan masalah adalah cara penyajian bahan
pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk
dianalisis, dibandingkan, dan disimpulkan dalam usaha mencari pemecahan dan
jawabannya.[20]
Metode
pemecahan masalah merupakan metode yang merangsang berfikir dan menggunakan
wawasan tanpa melihat kualitas pendapat yang disampaikan oleh siswa. Seorang
guru harus pandai-pandai merangsang siswanya untuk mencoba mengeluarkan
pendapatnya. Metode ini
melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau
perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara
bersama-sama.
Penggunaan
metode ini akan menempuh langkah-langkah sebagai berikut:
1)
Mengidentifikasi
masalah secara jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa
sesuai dengan taraf kemampuannya;
2)
Mencari
data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut.
Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya, berdiskusi, dan
lain-lain;
3)
Menetapkan
jawaban sementara terhadap masalah tersebut, yang didasarkan atas data yang
telah diperoleh pada langkah kedua di atas;
4)
Menguji
kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa diusahakan untuk
dapat memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin akan kebenaran jawaban
tersebut. Untuk menguji kebenaran jawaban ini diperlukan metode-metode lain
seperti demonstrasi, tugas, dan diskusi;
5)
Menarik
kesimpulan. Artinya, siswa harus sampai kepada kesimpulan terakhir tentang
jawaban dari masalah.[21]
Kelebihan
metode pemecahan masalah:
1)
Metode
ini dapat membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan;
2)
Proses
belajar mengajar melalui pemecahan masalah dapat membiasakan para siswa
menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil, apabila menghadapi
permasalahan di dalam kehidupan dalam keluarga dan masyarakat sehingga menjadi suatu
kemampuan yang sangat bermakna bagi kehidupan manusia;
3)
Metode
ini merangsang perkembangan kemampuan berpikir siswa secara kreatif dan
menyeluruh, karena dalam proses belajarnya, siswa banyak melakukan mental
dengan menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari
pemecahannya.
Kekurangan
Metode Pemecahan Masalah:
1)
Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai
dengan tingkat berfikir siswa, tingkat sekolah dan kelasnya serta pengetahuan
dan pengalaman yang telah dimiliki siswa, sangat memerlukan kemampuan dan
ketrerampilan guru. Sering orang beranggapan keliru
bahwa metode pemecahan masalah hanya cocok untuk SMP, SMU dan Perguruan tinggi
saja. Padahal, untuk siswa SD juga bisa dilakukan yang sesuai dengan taraf
kemampuan siswa;
2)
Proses
belajar mengajar dengan menggunakan metode ini sering memerlukan waktu yang
banyak dan sering terpaksa mengambil waktu pelajaran lain;
3)
Mengubah
kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari guru
menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan permasalahan sendiri atau
kelompok, yang kadang-kadang memerlukan berbagai sumber belajar, merupakan
kesulitan tersendiri bagi siswa.[22]
d.
Metode Empiris (Tajribiyah)
Suatu
metode mengajar yang memungkinkan siswa mempelajari ajaran Islam melalui proses
realisasi aktualisasi, serta internalisasi norma-norma dan kaidah Islam melalui
proses aplikasi yang menimbulkan suatu interaksi sosial. Kemudian secara
deskriptif, prosesproses interaksi dapat dirumuskan dalam suatu sistem norma
baru (tajdid). Proses ini selanjutnya berjalan dalam suatu putaran yang
radiusnya makin lama makin berkembang. Keuntungan metode ini adalah siswa tidak
hanya memiliki kemampuan secara teoretis-normatif, tetapi juga adanya
pengembangan deskrptif inovasi beserta aplikasinya dalam kehidupan sosial yang
nyata. Metode problem solving dan metode empiris menggunakan asumsi dasar
sebagai berikut: 25
1)
Norma (ketentuan) kebajikan dan kemungkaran
selalu ada dan diterangkan dalam Islam.
وَلۡتَكُن مِّنكُمۡ أُمَّةٞ
يَدۡعُونَ إِلَى ٱلۡخَيۡرِ وَيَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِۚ
وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ
Dan hendaklah ada di antara
kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf
dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung (Ali Imran : 104).
2)
Ajaran
Islam merupakan jalan menuju pada ridha Allah Swt
مُّحَمَّدٞ رَّسُولُ ٱللَّهِۚ وَٱلَّذِينَ مَعَهُۥٓ
أَشِدَّآءُ عَلَى ٱلۡكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيۡنَهُمۡۖ تَرَىٰهُمۡ رُكَّعٗا سُجَّدٗا
يَبۡتَغُونَ فَضۡلٗا مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضۡوَٰنٗاۖ سِيمَاهُمۡ فِي وُجُوهِهِم مِّنۡ
أَثَرِ ٱلسُّجُودِۚ ذَٰلِكَ مَثَلُهُمۡ فِي ٱلتَّوۡرَىٰةِۚ وَمَثَلُهُمۡ فِي ٱلۡإِنجِيلِ
كَزَرۡعٍ أَخۡرَجَ شَطَۡٔهُۥ فََٔازَرَهُۥ فَٱسۡتَغۡلَظَ فَٱسۡتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِۦ
يُعۡجِبُ ٱلزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ ٱلۡكُفَّارَۗ وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ
وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ مِنۡهُم مَّغۡفِرَةٗ وَأَجۡرًا عَظِيمَۢا
Muhammad itu adalah utusan Allah dan
orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir,
tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari
karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka
dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat
mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas
itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di
atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah
hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang
mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar (Al-Fath
: 29).
3)
Ajaran
Islam merupakan risalah atau pedoman hidup di dunia dan di akhirat
شَرَعَ لَكُم مِّنَ ٱلدِّينِ
مَا وَصَّىٰ بِهِۦ نُوحٗا وَٱلَّذِيٓ أَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡكَ وَمَا وَصَّيۡنَا بِهِۦٓ
إِبۡرَٰهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَىٰٓۖ أَنۡ أَقِيمُواْ ٱلدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُواْ
فِيهِۚ كَبُرَ عَلَى ٱلۡمُشۡرِكِينَ مَا تَدۡعُوهُمۡ إِلَيۡهِۚ ٱللَّهُ يَجۡتَبِيٓ
إِلَيۡهِ مَن يَشَآءُ وَيَهۡدِيٓ إِلَيۡهِ مَن يُنِيبُ
Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang
agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami
wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan
Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka
kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan
memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya) (Ash-Shura : 13)
4)
Ajaran
Islam sebagai sumber ilmu pengetahuan
وَمَا كَانَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لِيَنفِرُواْ كَآفَّةٗۚ
فَلَوۡلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرۡقَةٖ مِّنۡهُمۡ طَآئِفَةٞ لِّيَتَفَقَّهُواْ فِي ٱلدِّينِ
وَلِيُنذِرُواْ قَوۡمَهُمۡ إِذَا رَجَعُوٓاْ إِلَيۡهِمۡ لَعَلَّهُمۡ يَحۡذَرُونَ
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu
pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan
di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang
agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya (At-Taubah
: 122).
5)
Pemahaman
terhadap ajaran Islam bersifat empiris-intuitif. Sebagaimana firman Allah Swt.
سَنُرِيهِمۡ
ءَايَٰتِنَا فِي ٱلۡأٓفَاقِ وَفِيٓ أَنفُسِهِمۡ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَهُمۡ
أَنَّهُ ٱلۡحَقُّۗ
Karena akan memperlihatkan kepada mereka
tanda-tanda (kekuasaan) kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri,
sehingga jelas bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu benar” (Al-Fushilat : 53)
e.
Metode Induktif (Istiqraiyah)
Metode yang dilakukan oleh pendidik dengan cara
mengajarkan materi yang khusus (juz’iyah) menuju pada kesimpulan yang
umum. Tujuan metode adalah agar siswa
bisa mengenal kebenarankebenaran dan hukum-hukum umum setelah melalui riset. Prosedur pelaksanaan
metode induktif dapat dilakukan dengan empat tahap, yaitu:
1)
Adanya penjelasan dan penguraian serta
penampilan topik pikiran yang umum
2)
Menampilkan pokok-pokok pikiran dengan cara
menghubunghubungkan masalah tertentu, sehingga dapat mengikat bahasan untuk menghindari
masuknya bahasan yang tidak relevan.
3)
Identifikasi masalah dengan mensistematisasikan
unsur-unsurnya.
4)
Aplikasi formula yang baru tersebut.
4)
f.
Metode Deduktif
Metode yang dilakukan oleh pendidik dengan cara
menampilkan kaidah yang umum kemudian menjabarkannya dengan berbagai contoh
masalah sehingga menjadi terurai.
Dalam pendidikan, metode deduktif sangat diperlukan. Kenyataan ini menjadi
lebih jelas ketika seseorang menyadari bila mempelajari fakta-fakta yang
berserakan, ia tidak akan dapat menunjukkan inti dari pengajaran. Oleh karena
itu, merumuskan suatu prinsip umum dari fakta-fakta yang berserakan semacam itu
lebih berharga, sebab ia mengharuskan siswa untuk membandingkan dan merumuskan
konsep-konsep. Namun, ketika beberapa fakta atau elemen-elemen itu hilang, siswa
tersebut tidak mungkin bisa mencapai tujuannya. Hal ini menunjukkan bahwa guru
dapat memainkan peranan dalam mengembangkan deduksi melalui pemberian
fakta-fakta atau materi-materi yang diperlukan terhadap siswa dan memberikan
kesempatan kepada mereka untuk menemukan prinsip umum tersebut.[23]
H.
Teknik Pendidikan Islam
Realisasi dari metode pendidikan Islam dapat
diaplikasikan dengan cara-cara praktis yang disebut dengan teknik pendidikan
Islam. Adapun teknik-teknik itu sebagai berikut:
a.
Teknik muhadharah
(pertemuan)
1)
Teknik mawidzah (ceramah)
Teknik
ceramah adalah cara penyajian pelajaran yang dilakukan oleh guru dengan
penuturan dan penjelasan lisan secara langsung di hadapan siswa.[24]
Teknik
ceramah digunakan dengan cara yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa
yang dijadikan sasaran. Begitu juga daya tarik ceramah bisa berbeda-beda,
tergantung kepada siapa pembicaranya, bagaimana pribadi si pembicara, dan
bagaimana bobot pembicaraannya. Semua ini akan menjadi catatan yang mendasari
daya tarik ceramah yang disampaikan. Ini memberi petunjuk bahwa, jika seorang
guru akan menggunakan teknik ceramah dan ceramahnya ingin diperhatikan orang,
maka ceramahnya itu harus mempunyai kualitas-kualitas sebagaimana disebutkan
diatas. Di samping itu penceramah harus memperhatikan penampilan seperti cara
berpakaian, kebersihan muka, penggunaan tangan, mimik muka, anggukan dan
gelengan kepala, intonasi suara, dan semua yang harus diperhatikan.[25]
Teknik
cermah sifatnya lebih monolog, komunikasi satu arah kurang memperhatikan logika
lawan bicara. Karenanya, teknik ini hendaknya dibarengi dengan teknik lainnya
agar lebih hidup dan memiliki nilai lebih dalam upaya penyampian informasi
kepada siswa.[26]
Teknik
ceramah dapat digunakan dalam kondisi sebagai berikut:
a)
Guru
ingin mengajarkan topik baru. Guru dapat mengantarkan gambaran umum tentang
topik itu dengan berceramah.
b)
Tidak
ada sumber bahan pelajaran pada siswa, sehingga siswa di tuntut kreativitasnya
untuk membuat catatan-catatan penting dari bahan pelajaran yang disampaikan
oleh guru.
c)
Guru
menghadapi jumlah siswa yang cukup banyak, sehingga tidak memungkinkan untuk
memperhatikan siswa secara individual.
d)
Guru
ingin membangkitkan semangat belajar pada siswa.
e)
Proses
belajar memerlukan penjelasan secara lisan.[27]
Berceramah
tampaknya pekerjaaan yang mudah karena guru hanya menyajikan informasi.
Sebenarnya tidak demikian. Kebanyakan guru tidak memiliki sifat dan
keterampilan yang diperlukan untuk menggunakan teknik ceramah. Akibatnya,
ceramah yang sebetulnya mengasikkan menjadi pembacaan yang membosankan.
Beberapa tip ceramah di bawah ini:
a)
Guru
perlu membatasi waktu ceramah sesuai dengan tingkatan usia siswa. Idealnya,
waktu yang digunakan kurang dari setengah jam;
b)
Menyusun
rencana ceramah. Rencana yang terlalu rinci dan lengkap mengandung bahaya. Guru
sering kehilangan urutannya di tengah-tengah proses belajar mengajar dan sulit
menemukannya. Guru dan siswa menjadi bingung karenanya. Ringkasan yang berisi
bagian-bagian kalimat yang dapat membantu ingatan guru merupakan rencana yang
baik;
c)
Menyusun
pertanyaan-pertanyaan untuk diajukan kepada siswa, baik dijawab ketika ceramah
berlangsung maupun di akhir ceramah guna mengukur efektivitas belajar siswa;
d)
Menyajikan
contoh yang lucu yang menyerupai pengalaman murid akan membuat ceramah menjadi
efektif. Hendaknya dihindari lelucon yang tidak lucu, karena akan merendahkan
guru di mata siswa;
e)
Ceramah
dengan suara nyaring bukan lemah, gaya antusiastik bukan oratoris dan
bombastis, serta tempo bicara yang rendah bukan tinggi;
f)
Menggunakan
bahasa yang dimengerti umum, bukan oleh kalangan tertentu. Kalimat tunggal yang
pendek lebih dapat membantu siswa ketimbang kalimat majemuk dan panjang. [28]
Agar teknik ceramah efektif maka
perlu diterapkan bahasa yang baik dan benar sebagaimana yang dinjurkan di dalam
al-Qur’an:
a) Qaulan Kariman.
Kata
Kariman bisa
diterjemahkan mulia. Kata ini terdiri dari kaf,
ra, mim yang menurut pakar bahasa mengandung makna mulia atau terbaik
sesuai objeknya. Bila dikatakan rizqun
karim berarti rizqi yang halal dalam perolehan dan pemanfaatannya serta
memuaskan dalam kualitas dan kuantitasnya. Bila kata karim dikaitan dengan akhlak menghadapi orang lain, maka ia
bermakna pemaafan.1 Ungkapan Qaulan kariman dalam Alquran hanya
terdapat satu kali pada Qur’an:
وَقَضَى
رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلآ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا
يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا
أُفٍّ وَلاَتَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيمًا
Dan Tuhanmu
telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di
antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan
"ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
Perkataan yang mulia (Al-Isra : 23).
b) Qaulan Maysuran
Kata maysuan berasal dari kata “yusr” yang berarti gampang, mudah,
ringan. Dalam Alquran terdapat kata Qaulan
maysuran merupakan tuntunan untuk melakukan komunikasi dengan mempergunakan
bahasa yang mudah dimengerti dan melegakan perasaan. Ungkapan Qaulan Maysuran dalam Alquran hanya
terdapat satu kali:
وَإِمَّا تُعْرِضَنَّ عَنْهُمُ ابْتِغَآءَ
رَحْمَةٍ مِّن رَّبِّكَ تَرْجُوهَا فَقُل لَّهُمْ قَوْلاً مَّيْسُورًا
Dan
jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu
harapkan, Maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas (Al-Isra: 28) .
c)
Qaulan Balighan
Asal balighan adalah balagha yang artinya sampai atau fasih. Qaulan balighan
dapat
diterjemaahkan dalam komunikasi yang efektif dan ungkapan atau perkataan yang sampai kepada maksud,
berpengaruh dan berbekas kepada jiwa. Ungkapan Qaulan Balighan dalam Alquran
hanya terdapat satu kali, yakni:
أُوْلاَئِكَ الَّذِينَ يَعْلَمُ اللهُ مَا فِي
قُلُوبِهِمْ فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ وَعِظْهُمْ وَقُل لَّهُمْ فِي أَنفُسِهِمْ
قَوْلاً بَلِيغًا
Mereka itu
adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. karena
itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan Katakanlah
kepada mereka Perkataan yang berbekas pada jiwa mereka (An-Nisa: 63).
d)
Qaulan Layyinan
Layyinan
secara harfiyah
berarti komunikasi yang lemah lembut. Ungkapan Qaulan Layyinan dalam Alquran hanya terdapat satu kali’:
فَقُولاَ لَهُ قَوْلاً لَّيِّنًا لَّعَلَّهُ
يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
Maka
berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan
ia ingat atau takut (Thaha : 44).
e)
Qaulan Sadῑdan
Sadid artinya benar,
tepat.16 Kata sadida berasal dari sadda yasuddu dengan arti secara harfiah berarti benar atau tepat.17 Allah Swt
berfirman:
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ
خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللهَ
وَلْيَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا
Dan
hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka.oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar (An-Nisa : 9)
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا
Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah
perkataan yang benar (Al-Ahzab : 70)
f)
Qaulan Ma’rufan
Kata Ma’rufan berbentuk isim maf’ul yang berasal dari madhinya arafa.Salah satu pengertian
ma’rufan secara etimologis adalah
al-khair atau al-ikhsan, yang
berarti yang baik-baik.Jadi Qaulan
ma’rufan mengandung pengertian
perkataan atau ungkapan yang baik dan pantas.23 Di dalam Al-Qur’an Qaulan ma’rufan di temukan pada empat tempat:
وَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُم
بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَآءِ أَوْ أَكْنَنْتُمْ فِي أَنفُسِكُمْ عَلِمَ اللهُ
أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ وَلَكِن لاَّ تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلاَّ أَن
تَقُولُوا قَوْلاً مَّعْرُوفًا وَلاَ تَعْزِمُوا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّى
يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ يَعْلَمُ مَا فِي
أَنفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ
Dan tidak ada
dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu
menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui
bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu
Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar
mengucapkan (kepada mereka) Perkataan yang ma'ruf. dan janganlah kamu ber'azam
(bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya. dan ketahuilah
bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; Maka takutlah
kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun
(Al-Baqarah : 235)
يَانِسَآءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِّنَ
النِّسَآءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلاَ تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي
فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلاً مَّعْرُوفًا
Hai
isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu
bertaqwa.Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah
orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik
(Al-Ahzab : 32)
وَلاَتُؤْتُوا
السُّفَهَآءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ
فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلاً مَّعْرُوفًا
Dan janganlah
kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka
yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.
Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada
mereka kata-kata yang baik. (An-Nisa:5)
وَإِذَا
حَضَرَ الْقِسْمَةَ أُوْلُوا الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ
فَارْزُقُوهُم مِّنْهُ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلاً مَّعْرُوفًا
Dan apabila
sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah
mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
baik (An-Nisa : 8)
Untuk
kelancaran ceramah, maka Nabi Musa berdoa agar lancar ketika berceramah, karena
lidahnya kaku (cadel) akibat memakan api di waktu kecil di hadapan fir’aun.
Tujuan berdoa ini agar pendengarnya memahami apa yang dikatakan. Doa itu
sebagaimana firman Allah Swt:
قَالَ
رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي
أَمْرِي وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِّن
لِّسَانِي يَفْقَهُوا قَوْلِي
Berkata Musa:"Ya Rabbku,
lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah
kekakuan lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku (Thaha:28)
2)
Teknik kitabah (tulisan)
Teknik
yang dilakukan dengan cara menyebarkan informasi kepada siswa melalui resume
tulisan, diklat, buku modul, buku literatur, serta brosur-brosur. Teknik ini
bisa di gunakan sebagai ganti dari tatap muka bila guru berhalangan, disamping
untuk melengkapi ceramah guru yang di sampaikan kepada siswa secara garis
besarnya. Teknik tulisan ini mempunyai kelebihan yaitu bisa bertahan lama dan
lebih abadi serta dapat di baca berulang-ulang bila di perlukan. Sehingga
isinya dapat di fahami lebih mendalam, serta dapat di baca sewaktu-waktu,
sesuai dengan tempat dan kesempatan yang tersedia. Kelemahannya adalah banyak
juga orang yang tidak senang membaca, tetapi lebih senang mendengar.
b.
Teknik hiwar
(dialog)
Teknik yang di lakukan dengan penyajian suatu topik
masalah yang di lakukan melalui dialog antara guru dan siswa. Teknik dialog
dapat berfungsi dengan baik jika terjadi komunikasi transaksi yang di dukung
oleh minat yang tinggi bagi guru dan siswa untuk mengetahui jawaban dari
masalah yang di hadapi.
Prinsip
yang haru dipatuhi bagi guru dan siswa dalam penggunaan teknik dialog adalah:
a)
Tidak memihak salah satu individu individu atau
kelompok, apalagi memihak pada individu atau kelompok yang berpendapat tidak
benar, sebab hakikat teknik ini digunakan untuk mencari kebenaran.
b)
Pernyataan yang dikemukakan harus disertai
argument yang kuat, sehingga dapat diakui kebenarannya tanpa diragukan.
c)
Adanya komunikasi transaksi dan masing-masing
pihak berfungsi untuk menajamkan persoalan yang dihadapi sehingga menemukan
suatu kebenaran.
Untuk merealisasikan teknik dialog dapat di gunakan
teknik-teknik sebagai
berikut:
1)
Teknik asilah wa ajwibah (Tanya jawab)
Teknik tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam
bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada siswa, tetapi
dapat pula dari siswa kepada guru.[29]
Teknik
tanya jawab berguna untuk mencapai tujuan, antara lain:
a)
Mengetahui penguasaan siswa terhadap pengetahuan yang
telah lalu agar guru dapat menghubungkannya dengan topik bahasan yang baru atau
memeriksa efektifitas pengajaran yang dijalaninya;
b)
Menguatkan
pengetahuan dan gagasan pada siswa dengan memberi kesempatan untuk mengajukan
persoalan yang belum dipahami, dan guru mengulang bahan pelajaran yang
berkaitan dengan persoalan tersebut;
c)
Memotivasi
siswa untuk aktif berpikir, memperhatikan jalannya proses belajar mengajar, dan
melakukan pembahasan guna mencapai kebenaran;
d)
Mendorong
siswa untuk berbuat, menunjukkan kebenaran, dan membangkitkan semangat untuk
maju.
Dilihat dari
waktu penyampaiannya, pertanyaan dibagi menjadi tiga:
a)
Pertanyaan awal pelajaran, yaitu pertanyaaan pendahuluan
yang dimaksud untuk menghubungkan pengetahuan yang telah lalu dengan
pengetahuan yang baru, merangsang minat siswa untuk menerima pelajaran baru,
dan memusatkan perhatian mereka kepada pelajaran;
b)
Pertanyaan
ditengah-tengah berlangsungnya proses belajar mengajar. Pertanyaan ini
dimaksudkan untuk mendiskusikan bagian-bagian pelajaran dan menarik sebagai
fakta baru;
c)
Pertanyaan
akhir pelajaran, yaitu pelajaran penutup yang dimaksudkan untuk mengulang,
menghubungkan bagian-bagian topik bahasan, dan menarik kesimpulan pelajaran
sehingga siswa dapat memahami pelajaran dengan mudah.
Dilihat
dari sasarannya, pertanyaan pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu
pertanyaan ingatan dan pertanyaan pikiran:
a)
Pertanyaan
ingatan dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana pengetahuan sudah
dikuasai oleh siswa. Kata tanya yang digunakan ialah: apa, siapa, di mana,
bilamana, kapan dan berapa;
b)
Pertanyaan
pikiran dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana cara berpikir siswa
dalam menanggapi suatu persoalan. Kata tanya yang digunakan ialah mengapa dan
bagaimana.
Tanya
jawab hendaknya tidak dipandang sebagai kegiatan yang mudah. Kekeliruan dalam
melaksanakannya dapat menimbulkan kerugian pada siswa. Beberapa teknik di bawah
ini perlu mendapat perhatian guru:
a)
Pertanyaan
hendaknya dirumuskan dengan jelas, tegas, dan terbatas, sehingga tidak
menimbulkan keragu-raguan pada siswa. Pertanyaan dalam kalimat panjang sering
membuat siswa lupa akan ujung pangkalnya;
b)
Pertanyaan
hendaknya diajukan pada kelas sebelum menunjuk siswa untuk menjawabnya. Karena,
beberapa siswa yang acuh tak acuh, saat nama mereka tidak dipanggil, mungkin
akan meminta agar pertanyaan diulang;
c)
Memberi
kesempatan yang cukup kepada siswa untuk memikirkan jawaban;
d)
Guru
hendaknya menghargai jawaban ataupun pertanyaan siswa. Jika jawaban siswa
salah, guru hendaknya memberitahukan kesalahan itu dan menunjukkan yang benar.
Pemberitahuan itu hendaknya disampaikan dengan bijaksana guna mendorong mereka
berani menjawab pertanyaan atau mengemukakan pendapat;
e)
Distribusi
pertanyaan hendaknya merata agar semua siswa merasa diperhatikan oleh guru dan
tidak ada yang merasa dianaktirikan karena tidak pernah diberi kesempatan untuk
menjawab pertanyaan;
f)
Hendaknya
guru tidak mengulang jawaban siswa;
g)
Membuat
ringkasan hasil tanya jawab sehingga memperoleh pengetahuan secara sistematik.[30]
Teknik tanya jawab sering dipakai oleh para Nabi dan
Rasul-Rasul Allah SWT, dalam mengajarkan agama yang dibawahnya kepada umatnya,
bahkan para ahli pikir atau filosofpun banyak menmpergunakan metode ini.
وَمَآأَرْسَلْنَا
مِن قَبْلِكَ إِلاَّ رِجَالاً نُوحِى إِلَيْهِمْ فَسْئَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن
كُنتُمْ لاَتَعْلَمُونَ
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang
lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang
mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui (An-Nahl: 43).
Dalam al-Qur’an banyak kita temukan teknik tanya jawab,
seperti pertanyaan Allah kepada para roh:
وَإِذۡ
أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ بَنِيٓ ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمۡ ذُرِّيَّتَهُمۡ
وَأَشۡهَدَهُمۡ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمۡ أَلَسۡتُ بِرَبِّكُمۡۖ قَالُواْ بَلَىٰ
شَهِدۡنَآۚ أَن تَقُولُواْ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنۡ هَٰذَا
غَٰفِلِينَ
Dan
(ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
"Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau
Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di
hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" (Al-‘Araf: 172).
وَلَئِن سَأَلۡتَهُم مَّنۡ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ
وَٱلۡأَرۡضَ وَسَخَّرَ ٱلشَّمۡسَ وَٱلۡقَمَرَ لَيَقُولُنَّ ٱللَّهُۖ فَأَنَّىٰ يُؤۡفَكُونَ
Dan
sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menjadikan
langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?" Tentu mereka akan
menjawab: "Allah", maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari
jalan yang benar) (Al-Ankabut: 61).
Demikian
juga tanya jawab Nabi Muhammad Saw bersama malaikat Jibril yang menanyakan
masalah Iman, Islam, Ihsan dan hari kiamat (HR. Muslim).[31]
2)
Teknik niqasy (diskusi)
Diskusi
adalah cara penyajian pelajaran, di mana siswa dihadapkan kepada suatu masalah
yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematis untuk
dibahas dan dipecahkan besama.[32]
Diskusi terjadi apabila ada masalah dalam bentuk kesenjangan antara yang
diharapkan dengan kenyataan.[33]
Diskusi adalah proses pelibatan dua orang peserta atau lebih untuk berinteraksi saling
bertukar pendapat, dan atau saling mempertahankan pendapat dalam pemecahan
masalah sehingga didapatkan kesepakatan diantara mereka. Pembelajaran yang
menggunakan teknik diskusi merupakan pembelajaran yang bersifat interaktif.
Dibanding
ceramah, teknik diskusi dapat meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan
siswa dalam memecahkan masalah. Tetapi dalam transformasi pengetahuan,
penggunaan teknik diskusi hasilnya lambat dibanding penggunaan ceramah.
Sehingga teknik ceramah lebih efektif untuk meningkatkan kuantitas pengetahuan
siswa dari pada teknik diskusi.
Dilihat
dari pesertanya, diskusi dibedakan menjadi:
a)
Diskusi
terdiri atas beberapa orang saja atau sekelompok orang misalnya debat, reaksi
lingkaran, diskusi kelas dan lain-lain sejenisnya.
b)
Diskusi
yang sifatnya melibatkan sejumlah massa atau banyak orang sehingga disebut teknik
interaksi massa.
Ada
beberapa jenis diskusi yang dilakukan oleh guru dalam membimbing belajar siswa
antara lain:
a)
Whole Group yaitu bentuk diskusi kelas dimana para
pesertanya duduk setengah lingkaran, guru bertindak sebagai pemimpin dan
topiknya telah direncanakan dan jumlah anggotanya tidak melebihi dari 15 siswa.
b)
Buzz Group biasanya dibagi-bagi menjadi kelompok-kelompok
kecil yang terdiri dari 5 orang peserta. Tempat duduk diatur sedemikian rupa
agar para siswa dapat bertukar pikiran dan bertatap muka dengan mudah. Diskusi
ini biasanya diadakan ditengah-tengah pelajaran atau diakhir pelajaran dengan
maksud memperjelas dan mempertajam bahan pelajaran.
c)
Panel yaitu diskusi yang dilakukan dengan cara
bertukar pikiran dan pendapat yang bersifat informal yang dilakukan di hadapan
sekelompok penndengar.
d)
Simposium yaitu diskusi yang terdiri dari pembawa
makalah, moderator, dan notulis yang dihadapkan pada kelompok pendengar yang
besar dan bersifat formal.
e)
Musyawarah bertujuan menemukan kesesuaian
pendapat, sehingga terjadi keserasian dan keakraban untuk keselamatan bersama.
f)
Seminar adalah diskusi yang dilakukan dengan
cara pembahasan mengenai suatu masalah yang bersifat ilmiah dengan titik
pembahasannya dipusatkan pada topik yang disampaikan oleh beberapa ahli.
g)
Forum adalah diskusi yang dilakukan dengan cara
penyajian bahan pelajaran melalui forum, baik datangnya dari guru atau siswa
yang ditanggapi oleh siswa, misalnya forum kajian ilmiah, forum kelompok
pengabdian sosial dan lainnya.[34]
Beberapa
hal yang hendaknya diperhatikan oleh guru dalam menggunakan teknik diskusi
ialah:
1)
Berkenaan
dengan perencanaan diskusi:
a)
Tujuan
diskusi harus jelas, agar arah diskusi lebih terjamin;
b)
Peserta
diskusi harus memenuhi persyaratan tertentu, dan jumlahnya disesuaikan dengan
sifat diskusi itu sendiri;
c)
Penentuan
dan perumusan masalah yang akan didiskusikan harus jelas;
d)
Waktu
dan tempat diskusi harus tepat, sehingga tidak akan berlarut-larut.
2)
Berkenaan
dengan pelaksanaan diskusi:
a)
Membuat
struktur kelompok (pimpinan, sekretaris, anggota);
b)
Membagi-bagi
tugas dalam diskusi;
c)
Merangsang
seluruh peserta untuk berpartisipasi;
d)
Mencatat
ide-ide/saran-saran yang penting;
e)
Menghargai
setiap pendapat yang diajukan peserta;
f)
Menciptakan
situasi yang menyenangkan.
3)
Berkenaan
dengan tindak lanjut diskusi:
a)
Membuat
hasil-hasil/kesimpulan dari diskusi;
b)
Membacakan
kembali hasilnya untuk diadakan koreksi sepenuhnya;
c)
Membuat
penilaian terhadap pelaksanaan diskusi tersebut untuk dijasikan bahan
pertimbangan dan perbaikan pada diskusi-diskusi yang akan datang.
4)
Catatan
yang perlu diperhatikan:
a)
Kepandaian
dan kelincahan pimpinan diskusi;
b)
Jelas
tidaknya masalah dan tujuan yang dirumuskan;
c)
Partisipasi
dari setiap anggota;
d)
Terciptanya
situasi yang merangsang jalannya diskusi;
e)
Mengusahakan
masalahnya supaya cukup problematik dan merangsang pelajar berpikir. Biasanya
masalah tersebut dirumuskan dalam bentuk pertanyaan pikiran.[35]
3)
Teknik mujadalah (debat)
Sebenarnya teknik ini hampir sama dengan teknik diskusi,
hanya saja teknik ini diikuti oleh peserta heterogen yang mungkin berbeda ideologi,
agama, prinsip, filsafat hidup atau perbedaan yang lainnya. Tujuan diterapkan
teknik jidal adalah untuk memengaruhi atau bahkan memaksa peserta agar
mengikuti keinginannya, sehingga sifat teknik ini terkesan saling menjatuhkan
dan mengalahkan lawan serta ingin mempertahankan pendapat pribadi.
Teknik jidal digunakan berdasarkan klarifikasi peserta,
sebagaimana yang ditujukan dalam firman allah:
اُدْعُ إِلَى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ
وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ أَحْسَنُ
Serulah (manusia) kepada jalan tuhanmu
dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
lebih baik (An-Nahl : 125).
Ayat ini mengklarifikasi siswa
pada tiga kategori , yaitu :
a)
Orang yang mengetahui
kebenaran dan mau melaksanakannya, sehingga orang semacam ini dikelompokkan
kedalam manusia-manusia cendikia, intelektual, ulil albab, ulin nuha, atau rasihun
fi al-‘ilm. Kelompok ini tidak
membutuhkan nasihat,
sehingga cara pemberian materi pelajaran adalah dengan memberikan kerangka
filosofis terhadap berbagai pengetahuan.
b)
Orang yang mengetahui
kebenaran tetapi tidak mengamalkan kebenaran tersebut. Kelompok manusia semacam ini perlu adanya nasihat, mawidhah yang baik
dan berikan stimulasi pendidikan dan pengajaran sewajarnya, sehingga ia mau melaksanakannya.
c)
Orang yang mengetahui atau
tidak mengetahui kebenaran tetapi menentangnya. Kelompok semacam ini perlu diterapkan teknik jadal
yang bersifat ilmiah,
rasional, objektif, dan menghindari adanya jidal yang emosional, ingin membantai dan sebagainya, sehingga orang tersebut mau kembali pada jalan yang baik
4)
Teknik brainstorming (sumbang saran)
Teknik yang dilakukan dengan cara mengajar yang mana
seorang guru di dalam kelas melontarkan sejumlah pertanyaan dan masalah untuk
kemudian siswa dituntut untuk menjawab dan menyatakan pendapat atau
berkomentar, sehingga memungkinkan masalah tersebut berkembang menjadi masalah
baru. Di samping itu, dapat pula di artikan untuk mendapatkan ide dan gagasan
dari sekelomok peserta dalam waktu yang singkat tujuan dari teknik ini adalah
menguras habis pengetahuan yang di ketahui peserta dalam menanggapi masalah
yang diajukan.
Teknik brainstorming mempunyai banyak keunggulan
yaitu siswa dapat berfikir aktif dan dapat menyatakan pendapatnya dengan cepat,
adanya kebebasan berpendapat secara mutlak dan tercipta suasana demokrasi,
selain itu teknik ini dapat menyebabkan persaingan yang ketat dan dapat
merangsang siswa untuk tetap bersemangat sehingga siswa yang lemah terdorong
untuk berpartisipasi dalam menanggapi masalah tersebut. Namun kelemahan teknik ini adalah guru tidak
mendapat wktu yang cukup kepada siswa untuk berfikir sehingga kadang-kadang pembicara
di dominasi oloh siswa yang pandaoi saja. Selain itu guru yang menampung ide
tidak dapat menyimpulkan masalah dan siswa tidak segera mengetahui apakah
pendapatnya benar atau salah. Teknik ini tidak menjamin adanya penyelsaian
masalah yang diajukan, bahkan mungkin masalah yang diajukan berkembang kearah
yang tidak diharapkan, guru yang kurang disa memainkan teknik ini sehingga
suasana kelas menjadi berantakan dan kacau. Teknik brainstoming dalam pendidikan Islam sangat tepat di gunakan
untuk pengajaran materi perbandingan
mazhab, sehingga siswa terhindar dari fanatisme terhadap mazhab tetapi juga
tidak membencinya.
Istilah brainsorming dapat di artikan sebagai “pengacauan
otak” yang efektif di terapkan dalam dunia training (tadrib) dan lebing
mengarah pada teknik indoktrinasi (talqin). Prosedur penggunaan teknik
adalah peserta training dituntut untuk menjawab sejumlah pertanyaan dan
kemudian jawaban atas pertanyaan tersebut
di kejar terus dengan di bneri bantahan dan pertanyaan lagi, sampai peserta
trining tidak mampu menjawab, dengan demikian pengetahuan, paham, dan
kepercayaan yang di miliki menjadi kacau dan goncang, saat inilah para
instruktur dapat memberikan indoktrinasi suatu kepercayaan, sehingga dia mudah
sekali di tklukan. Tujuan utama teknik ini tidak membuang dan kepercayaan
peserta training, melainkan memberikan
perbandingan (muqarin)
suatu paham dan kepercayaan dari mazhab atau aliran lain, dan memberikan kesimpulan bahwa semua
kebenaran yang di capai manusia bersifat nisbi dan temporer yang di
batasi oleh ruang dan waktu.
c.
Teknik qishah
(bercerita)
Dalam
bahasa arab, cerita adalah qishah, masdar dari qassa yaqussu,
yang artinya menceritakan dan menelusuri/ mengikuti jejak.[36]
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, cerita adalah tuturan yang membentangkan
bagaimana terjadinya suatu hal (peristiwa, kejadian, dsb); karangan yang
menuturkan perbuatan, pengalaman, atau penderitaan orang; kejadian dan
sebagainya baik yang sungguh-sungguh terjadi maupun yang hanya rekaan belaka;
lakon yang diwujudkan atau dipertunjukkan dalam gambar hidup (sandiwara,
wayang, dsb).[37]
Teknik
bercerita berarti penyampaian cerita dengan cara bertutur.[38]
Pendapat yang lain mengatakan bahwa teknik bercerita adalah suatu teknik yang
mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan[39]atau
suatu kegiatan bersifat seni dan bersandar kepada kekuatan kata-kata untuk
mencapai tujuan cerita.[40]
Tegasnya, teknik bercerita lebih menonjolkan penuturan lisan dibanding aspek
teknis lainnya. Jadi konsep dasar bercerita adalah ‘dengarkan kata-kataku dan
bayangkan dalam benakmu.’
Tujuan teknik
bercerita adalah agar siswa dapat membedakan perbuatan yang baik dan buruk
sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Teknik cerita juga
untuk menanamkan karakter pada siswa dengan harapan dapat menggugah perasaan
atau emosi mereka.[41] teknik
bercerita juga untuk melatih daya tangkap dan daya berpikir, melatih daya
konsentrasi, membantu perkembangan fantasi, menciptakan suasana menyenangkan di
kelas,[42]
mengembangkan imajinasi,[43]memahami
konsep ajaran agama secara emosional, dan membangkitkan rasa ingin tahu. [44]
Adapun
fungsi teknik bercerita sebagai berikut:
1)
Membangun
kontak batin
Seorang
guru harus memiliki kontak batin dengan para siswanya, kesuksesan seorang guru
dalam menanamkan nilai karater sangat tergantung pada kontak batin ini. Dampak
positif dari kontak batin ini paling tidak ada tiga hal, yaitu: a) guru di
dengar/ diperhatikan; b) guru disayangi para murid, sehingga selalu merasa
dekat; (c) guru dipercaya dan diteladani kata-kata, nasihat, dan tingkah
lakunya. Membangun kontak batin ini sering kali lebih efektif apabila dilakukan
melalui cerita. Cerita fiktif atau pengalaman-pengalaman hidup dari para guru
itu sendiri, misalnya, baik yang manis maupun yang pahit, sering kali lebih
berkesan bagi siswa.
2)
Media
penyampai pesan/ nilai agama
Teknik
memberikan nilai karakter pada teknik cerita ada bermacam-macam. Bisa saja
pesan itu cukup diselipkan atau bisa pula cerita itu sendiri memang sudah
bernafaskan nilai-nilai karakter tertentu, bisa pula pesan-pesan tersebut
ditonjolkan melalui dialog para tokoh dalam cerita atau dalam bentuk kesimpilan
yang diberikan oleh sang guru sendiri. Bahkan, siswa bisa juga diajak untuk
menyimpulkan nilai-nilai yang dapat diambil dari cerita yang disampaikan.
3)
Pendidikan
imajinasi/ fantasi
Berimajinasi
dan berfantasi adalah sebuah proses kejiwaan yang penting, terutama pada masa
kanak-kanak. Imajinasi dan fantasi akan mendorong rasa ingin tahu siswa dan
sangat berfaedah bagi pendidikan kreativitas siswa. Untuk merangsang imajinasi
dan memperkaya daya fantasi maka dapat dilakukan dengan bantuan cerita.
4)
Pendidikan
emosi
Melalui
cerita, emosi siswa selain perlu disalurkan juga perlu dilatih. Mereka dapat
diajak mengarungi berbagai perasaan manusia. Ia dapat dididik untuk menghayati
kesedihan, kemalangan, derita, dan nestapa. Ia dapat pula diajak untuk berbagai
kegembiraan, kebahagiaan, keberuntungan, dan keceriaan. Melalui cerita,
perasaan/ emosi anak dapat dilatih untuk merasakan dan menghayati berbagai
lakon kehidupan manusia.
5)
Membantu
proses identifikasi diri/ perbuatan
Melalui
cerita, anak-anak akan mudah memahami sifat-sifat, figur-figur, dan perbuatan
baik atau sebaliknya. Melalui cerita, dapat mengenalkan akhlak dan figur
seseorang yang pantas diteladani; demikian sebaliknya. Dengan demikian,
bercerita dapat berperan sebagai proses pembentukan karakter seorang siswa.
6)
Memperkaya
pengalaman batin
Melalui
cerita, pengalaman batin siswa akan menjadi kaya sehingga akan membantu
kematangan jiwanya. Jiwa yang matang dan kokoh tidak mudah terombang-ambing
oleh rayuan, godaan, dan tantangan hidup. Ia akan tumbuh dan berkembang menjadi
anak yang tegar dan berprinsip dalam menghadapi situasi dan kondisi.
7)
Hiburan
dan penarik perhatian
Bercerita
merupakan sarana hiburan yang murah meriah. Di tengah-tengah kepenatan dan
kejenuhan siswa belajar dan bermain, tentu siswa membutuhkan hiburan untuk
mengendurkan urat syaratnya agar kembali segar. Bercerita bermanfaat untuk
menghibur mereka, tanpa merogoh kocek.[45]
Salah
satu unsur penting dalam teknik bercerita adalah memilih tema cerita. Tema-tema
yang banyak dikenal masyarakat tidak semuanya baik untuk diceritakan kepada
siswa. Maka guru harus memilih. Secara teoritis ada beberapa aspek yang harus
dipertimbangkan dalam memilih tema cerita. Aspek-aspek tersebut diantaranya
adalah:
1)
Aspek
Agama
Dalam
memilih tema cerita yang baik, aspek agama ini tidak dapat diabaikan mengingat
tema cerita yang dipilih merupakan sarana pembentukan moral dan karakter. Jika
aspek agama ini kurang diperhatikan keberadaanya, maka dikhawatirkan siswa akan
memperoleh informasi-informasi yang temanya tidak baik, bahkan ada kemungkinan
cerita yang demikian dapat merusak moral siswa yang sudah baik. Bagi kalangan
keluarga muslim tema cerita yang dipilih tidak hanya karena gaya ceritanya
saja, melainkan harus sarat dengan nilai-nilai ajaran Islam. Kini upaya
menenggelamkan pengaruh cerita yang temanya tidak baik dan dapat merusak aqidah
dan akhlak siswa.[46]
2)
Aspek
Pedagogis
Pertimbangan
aspek pendidikan dalam memilih tema cerita juga penting, sehingga dari tema
cerita diperoleh dua keuntungan, yaitu menghibur dan mendidik siswa dalam waktu
yang bersamaan. Disinilah letak peran pencerita untuk dapat memilih tema cerita
dan menyampaikan pesan-pesan didaktis dalam cerita. Unsur mendidik, baik secara
langsung ataupun tidak langsung terimplisit dalam tema dongeng.[47]
3)
Aspek
Psikologis
Mempertimbangkan
aspek psikologis dalam memilih tema cerita sangat membantu perkembangan jiwa
siswa. Mengingat siswa adalah manusia yang sedang berkembang. Maka secara
kejiwaan tema ceritapun disesuaikan dengan kemampuan berfikir, kestabilan
emosi, kemampuan berbahasa serta tahap perkembangan pengetahuan siswa dalam
mengahayati cerita tersebut. Cerita yang baik dapat mempengaruhi perkembangan
siswa. [48]
Cerita
sebaiknya diberikan secara menarik dan membuka kesempatan bagi siswa untuk
bertanya dan memberikan tanggapan setelah guru selesai bercerita. Cerita akan
lebih bermanfaat jika dilaksanakan sesuai dengan minat, kemampuan dan kebutuhan
siswa.[49]
Adapun
teknik penggunaan dari masing-masing bentuk teknik bercerita tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1)
Bercerita
dengan alat peraga
Dalam
melaksanakan kegiatan digunakan alat peraga untuk memberikan kepada siswa suatu
tanggapan yang tepat mengenai hal-hal yang didengar dalam suatu cerita :
a)
Bercerita
dengan alat peraga langsung
Alat
peraga dalam pengertian ini adalah beberapa jenis hewan atau benda-benda yang
sebenarnya bukan tiruan atau berupa gambar-gambar. Penggunaan alat peraga
langsung untuk memberikan kepada siswa suatu tanggapan yang tepat mengenai
hal-hal yang didengar dalam cerita. Dalam bentuk cerita ini guru sebaiknya
menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :
1.
Alat
peraga diperhatikan dan diperkenalkan terlebih dahulu pada siswa.
2.
Guru
menjelaskan dengan singkat melalui tanya jawab dengan mengenalkan objek yang
akan diceritakan.
3.
Alat
peraga kemudian disimpan sebelum guru bercerita dan mengatur posisi duduk
siswa.
b)
Bercerita
dengan gambar
Bercerita
dengan gambar hendaknya sesuai dengan tahap perkembangan siswa, isinya menarik,
mudah dimengerti dan membawa pesan, baik dalam hal pembentukan prilaku positif
maupun pengembangan kemampuan dasar. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
bercerita dengan gambar adalah :
1.
Gambar
harus jelas dan tidak terlalu kecil.
2.
Guru
memperhatikan gambar tidak terlalu tinggi dan harus terlihat.
3.
Gambar-gambar
yang digunakan harus menarik.
4.
Gambar
yang ditutup setiap kali guru memulai kembali.[50]
c)
Bercerita
dengan menggunakan buku cerita
Bercerita
dengan buku dilakukan dengan membacakan cerita dari sebuah buku cerita
bergambar. Dalam buku cerita bergambar biasanya terdapat tulisan
kalimat-kalimat pendek yang menceritakan secara singkat gambar tersebut.
Kegiatan membacakan cerita ini dilakukan karena kebanyakan siswa sekolah dasar
gemar akan cerita yang dibacakan oleh guru atau orang dewasa lainya. Ada dua
hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam membacakan cerita, seperti:
1.
Buku cerita dipegang dengan posisi yang dapat
dilihat semua siswa.
2.
Ketika
memegang buku guru tidak boleh melakukan gerakan-gerakan seperti bercerita
tanpa alat peraga, intonasi dan nada serta mimik gurulah yang berperan di
samping gambar-gambar dan kalimat-kalimat dalam buku untuk membantu fantasi
anak.
2)
Bercerita dengan alat peraga
Kegiatan
belajar mengajar di Sekolah Dasar dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknik
jika tidak ada alat peraga yang kongkrit. Dalam kegiatan bercerita yang
berperan adalah guru dengan cara bercerita melalui ekspresi yang tepat. Dalam
menggunakan teknik ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan di antaranya
adalah sebagai berikut :
a)
Guru
harus menunjukan mimik muka, gerakan-gerakan tangan dan kaki serta suara
sebagai pencerminan dan penghayatan secara sungguh-sungguh terhadap isi dan
alur cerita.
b)
Dalam
bercerita harus menggunakan bahasa yang jelas, komunikasi dan mudah dimengerti
siswa.
c)
Sebelum
bercerita aturlah posisi duduk siswa dan guru.
d)
Selama
bercerita hindari teguran pada siswa.
Dari
penjelasan-penjelasan di atas dapat diketahui bahwa teknik yang dipergunakan
guru dalam bercerita ditentukan pula oleh bentuk cerita yang akan disajikan.
Cerita yang membekas pada diri siswa akan sangat berpengaruh dalam kehidupan
selanjutnya. Sebagaimana Mahmud Yunus mengemukakan bahwa pengaruh cerita lebih
besar dari pada memberikan pengajaran semata-mata dengan nasehat atau menyuruh
dan melarang kepada siswa.[51]
Adapun
pelaksanaan teknik cerita sebagai berikut:
a)
Mengkomunikasikan
tujuan dan tema dalam kegiatan siswa.
b)
Mengatur
tempat duduk agar dapat mendengarkan dengan intonasi yang jelas.
c)
Pembukaan
kegiatan bercerita, guru menggali pengalaman-pengalaman siswa sesuai dengan
tema cerita.
d)
Menggunakan
alat peraga/ media untuk menarik perhatian dan menetapkan rancangan cara-cara
bertutur yang dapat menggetarkan perasaan siswa.
e)
Menjaga kontak mata secara kontinyu kepada siswa. Kontak mata adalah suatu isyarat dari guru kepada siswa agar siswa mau memperhatikan.
Selain itu kontak mata juga
berarti sebuah penghargaan dari guru kepada siswa karena merasa diperhatikan.
f)
Menggunakan bahasa yang komunikatif dan mudah dipahami oleh siswa. Oleh sebab itu guru
sebaiknya tidak menggunakan
istilah-istilah yang kurang populer yang membuat siswa sulit memahami materi cerita yang disampaikan.
g)
Guru dalam menyajikan materi cerita hendaknya runtut, sehingga alur cerita mudah dipahami oleh siswa.
h)
Menanggapi respon siswa dengan segera, agar siswa merasa diperhatikan. Apabila siswa memberikan respon yang tepat
segeralah diberi penguatan dan bila responnya kurang tepat
maka segeralah tunjukkan bahwa respon itu perlu diperbaiki dengan tidak menyinggung perasaan siswa.
i)
Menjaga suasana kelas tetap kondusif dan menggairahkan. Untuk menjaga kelas agar tetap kondusif guru bisa menunjukkan sikap yang bersahabat dan akrab, penuh gairah dalam menyampaikan cerita serta sesekali memberikan humor yang segar yang menyenangkan.
j)
Penutup
kegiatan bercerita dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan
dengan isi cerita.[52]
Kelebihan
teknik cerita antara lain:
a)
Kisah
dapat mengaktifkan dan membangkitkan semangat siswa karena siswa kan senatiasa
merenungkan makna dan mengikuti berbagai situasi kisah, sehingga anak didik
terpengaruh oleh tokoh dan topik kisah tersebut.
b)
Mengarahkan
semua emosi sehingga menyatu pada satu kesimpulan yang terjadi pada akhir
cerita.
c)
Kisah
selalu memikat, karena mengundang untuk mengikuti peristiwanya dan merenungkan
maknanya.
d)
Dapat
mempengaruhi emosi. Seperti takut, perasaan diawasi, rela, senang, sungkan,
atau benci sehingga bergelora dalam lipatan cerita.[53]
Adapun
kekurangan teknik cerita adalah:
a)
Pemahaman
siswa akan menjadi sulit ketika kisah itu telah terakumulasi oleh masalah lain.
b)
Bersifat
monolog dan dapat menjenuhkan siswa.
c)
Sering
terjadi ketidakselarasan isi cerita dengan konteks yang dimaksud sehingga
pencapaian tujuan sulit diwujudkan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa bercerita merupakan penyampaian materi pelajaran dengan cara menceritakan
kronologis terjadinya sebuah peristiwa baik benar atau bersifat fiktif semata. Teknik
bercerita dapat mengambil dari al-Qur’an dan hadits sehingga memiliki substansi
cerita yang valid tanpa diragukan lagi keabsahannya. Namun terkadang kevalidan
sebuah cerita terbentur pada sumber daya manusia yang menyampaikan cerita itu
sendiri sehingga terjadi banyak kelemahannya.[54]
Teknik ini sangat efektif sekali,terutama untuk materi sejarah (tarikh), sirah dan kultur Islam dan terlebih lagi sasarannya
untuk siswa yang masih dalam perkembangan fantasi. Dengan mendengarkan suatu kisah, kepekaan jiwa dan
perasaan siswa dapat tergugah, meniru figur yang baik yang berguna
bagi perkembangan hidupnya dan membeci terhadap tokoh
antagonis atau zalim. Jadi dengan memberikan stimulasi
kepada siswa dengan cerita itu, secara otomatis mendorong siswa
untuk berbuat kebajikan dan dapat membentuk akhlak mulia serta dapat membina rohani. Perhatikan . al-Maidah 27-31, al-A’raf:59-93, Yusuf 3, 111). Allah SWT berfirman yang
artinya:
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّاقَدَّمَتْ لِغَدٍ
Hendaklah setiap diri memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari
esok (Al-Hasyr : 18). Bentuk-bentuk teknik kisah dapat
dapat berupa dongeng dan legenda (seperti cerita-cerita israiliyah, yang diadaptasikan dalam Islam seperti kezaliman
fir’aun), fabel (seperti kisah semut dan burung
hud hud yang dapat berbicara pada masa nabi
sulaiman), roman (seperti roman filsafat ibn thufail tentang
hayy ibn yaqdzan), novel,cerita pendek (seperti cerita alqamah yang durhaka pada ibunya), cerita bergambar, prosa, puisi seperti puisi rabiah al-adawiyah dan al-rumi dan sebagainya.[55]
Bisa juga bercerita dengan mengisahkan peristiwa sejarah
hidup manusia masa lampau yang menyangkut keta'atannya atau kemungkarannya
dalam hidup, terhadap perintah Tuhan yang dibawakan oleh Nabi atau Rasul yang
hadir di tengah-tengah mereka, misalnya sebuah ayat yang mengandung nilai
pendagogis dalam sejarah, seperti apa yang digambarkan oleh Allah Swt sebagai
berikut :
نَحْنُ
نَقُصُّ عَلَيْكَ أَحْسَنَ الْقَصَصِ بِمَآ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ هَذَا
الْقُرْءَانَ وَإِن كُنتَ مِن قَبْلِهِ لَمِنَ الْغَافِلِينَ
Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan
mewahyukan al-Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (kami
mewahyukan)nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui (Yusuf: 3).
d.
Teknik amstal (metafora)
Amtsal adalah perumpamaan baik yang berupa ungkapan, gerak,
maupun melalui gambar-gambar, dalam teknik metafora lebih mengarah kepada
parumpamaan dalam segi ungkapan belaka. Teknik metafora mempunyai kelebihan
karena dapat memberikan pemahaman konsep abstrak bagi siswa serta dapat
memberikan kesan dan bekas yang mendalam terhadap perumpamaan yang diberikan
membawa pemahaman rasional yang mudah dipahami dan menumbuhkan daya motifasi
untuk meningkatkan imajinasi yang baik dan meninggalkan imajinasi yang tercela.
Pemberian perumpaamaan bisa juga tentang kekuasaan Allah
Swt dalam menciptakan hal-hal yang haq dan yang batil, sebagaimana yang
digambarkan dalam firman-Nya sebagai berikut :
أَنزَلَ
مِنَ السَّمَآءِ مَآءً فَسَالَتْ أَوْدِيَةٌ بِقَدَرِهَا فَاحْتَمَلَ السَّيْلُ
زَبَدًا رَّابِيًا وَمِمَّا يُوقِدُونَ عَلَيْهِ فِي النَّارِ ابْتِغَآءَ حِلْيَةٍ
أَوْ مَتَاعٍ زَبَدٌ مِّثْلُهُ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللهُ الْحَقَّ وَالْبَاطِلَ
فَأَمَّا الزَّبَدُ فَيَذْهَبُ جُفَآءً وَأَمَّا مَايَنفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ
فِي اْلأَرْضِ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللهُ اْلأَمْثَالَ
Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, Maka
mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, Maka arus itu membawa buih
yang mengambang. dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat
perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah
Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu,
akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; Adapun yang memberi manfaat
kepada manusia, Maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan (Ar-Ra’d:
17).
Teknik metafora dapat di realisasikan melalui
bentuk-bentuk sebagai berikut:
1)
Simbolisme verbal
Teknik yang dilakukan dengan cara menggunakan bahasa bahasa simbol yang dapat menarik minat pendengar. pada dasarnya,
bahasa simbol memiliki nilai-nilai sejarah yang tinggi karena di format dalam bahasa seni sehingga sejarah tersebut disuguhkan dalam bahasa yang sesederhana mungkin. Suatu kisah
yang mempunai arti metafora
yakni kisah cinta anak adam yaitu
Qabil dan Habil
yang memperebutkan pasangan hidupnya. Al-Qur’an sesungguhnya kitab suci yang kaya
kan simbol dan interprestasi, hal ini karena isinya dapat dimengerti oleh semua
lapisan manusia walaupun hasil pengertian dan pemahaman itu berbeda-beda.
Semakin tinggi tingkat pengetahuan dan tajam penalaran dan perasanya, semakin
banyak pula ia memperoleh rahasia-rahasia yang terkandung dalam simbol-simbol
tersebut. Bahasa al-Qur’an tidaklah sulit, sebab kalau sulit orang awam tidak
mampu memahaminya, namun demikian juga bahasa Al-Qur’an tidaklah mudah, sebab
jika mudah akan membosankan bagi kaum intelektual dan cendikiawan.
2)
Teknik rihlah ilmiyah (karyawisata)
Teknik
karyawisata adalah cara mengajar yang dilaksanakan dengan mengajar siswa ke
suatu tempat atau objek tertentu untuk mempelajari sesuatu.[56]
Teknik
mengajar dengan mengajak siswa mengunjungi suatu objek guna memperluas
pengetahuan dan selanjutnya siswa membuat laporan dan mendiskusikan serta
membukukan hasil kunjungan tersebut dengan didampingi oleh guru.
Pengajaran
dengan teknik karyawisata menempuh langkah-langkah:
a)
Perencanaan.
Meliputi perumusan tujuan, penetapan objek sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai, penetapan waktu, penyusunan rencana belajar selama karyawisata
berlangsung dan penyedian perlengkapan yang dibutuhkan.
b)
Pelaksanaan.
Saat pelaksanaan para siswa dibimbing oleh guru agar kegiatan tidak menyimpang
dari tujuan yang telah direncanakan.
c)
Tindak
lanjut. Pada akhir karyawisata, siswa harus diminta laporannya, baik lisan
maupun tertulis, yang merupakan inti masalah yang telah dipelajari pada waktu
karyawisata berlangsung. [57]
Contoh jika guru
menerangkan materi sejarah kebudayaan Islam di Indonesia sebaiknya siswa di
ajak ke makam sunan ampel, sunan muria, dan tempat-tempat bersejarah lainya,
dengan demikian siswa memiliki deskriptif secara langsung tentang materi
pelajaran yang di berikan. Teknik ini merupakan perpaduan antara pendayagunaan
pancaindra dan rasa serta observasi, sehingga hasil yang dicapai tidak hanya
didasarkan komunikasi verbal melainkan pemanfaatan audiovisual. Teknik ini memiliki
kelemahan yaitu banyak menyita waktu, biaya, serta tenaga baik guru maupun
perserta didik.
e.
Teknik qudwah (imitasi)
Teknik yang dilakukan dengan cara menampilkan seperangkat
teladan bagi guru untuk siswa melalui komunikasi
transaksi di dalam kelas maupun di luar kelas. Teknik imitasi dilakukan karena
ajaran agama Islam tidak sekedar ditransformasikan pada siswa tetapi juga
diintregasikan dalam kehidupan yang nyata, sehingga tuntutan guru tidak hanya
berceramah, berkhutbah, atau berdiskusi tetapi lebih penting lagi, mengamalkan
semua ajaran yang telah di mengerti sehingga siswa dapat menira dan
mengamalkanya. Allah
Swt berfirman:
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَالاَتَفْعَلُونَ كَبُرَ مَقْتًا عِندَ اللهِ أَن تَقُولُوا
مَالاَتَفْعَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman,
mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat Amat besar kebencian di
sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan (Ash-Shaf : 2-3).
Untuk merealisasikan teknik imitasi dapat di gunakan
bentuk-bentuk teknik sebagai
berikut:
1)
Teknik uswatun hasanah (keteladanan)
Teladan
dalam term al-Quran disebut dengan istilah “uswah“ dan “Iswah”
atau dengan kata “al-qudwah” dan “al qidwah” yang memiliki arti
suatu keadaan ketika seseorang manusia mengikuti manusia lain, apakah dalam
kebaikan, dan kejelekan. Jadi “keteladanan” adalah hal-hal yang ditiru atau
dicontoh oleh seseorang dari orang lain. Namun keteladanan yang dimaksud di
sini adalah keteladanan yang dapat dijadikan sebagai alat pendidikan Islam,
yaitu keteladanan yang baik, sesuai dengan pengertian “uswatun hasanah”.
Dari definisi di atas, maka dapat diketahui bahwa teknik keteladanan merupaka
suatu cara atau jalan yang ditempuh seseorang dalam proses pendidikan melalui
perbuatan atau tingkah laku yang patut ditiru (modeling).
Kebutuhan
manusia akan teladan lahir dari gharizah (naluri) yang bersemayam dalam
jiwa manusia, yaitu taqlid (peniruan). Gharizah adalah hasrat
yang mendorong anak, orang lemah, dan orang-orang yang dipimpin untuk meniru
prilaku orang dewasa, orang kuat, dan pemimpin. Taqlid gharizi (peniruan
naluriah) dalam pendidikan Islam jika diklasifikasikan terdiri atas :
a)
Keinginan untuk meniru dan mencontoh. Anak atau
pemuda terdorong akan keinginan halus yang tidak dirasakannya untuk meniru
orang yang dikaguminya di dalam hal bicara, cara bergerak, cara bergaul, cara
menulis dan sebagainya tanpa disengaja. Taqlid yang tidak disengaja ini
kadangkala mempengaruhi pada tingkah laku mereka bahkan menyerap pada
kepribadiannya. Oleh sebab itu, betapa bahayanya bila seseorang berbuat tidak
baik padahal ada orang yang menirukannya, karena dengan demikian orang tersebut
akan menanggung dosa atas orang yang menirunya.
b)
Kesiapan untuk meniru. Setiap tahap usia
mempunyai tahapan dan potensi tertentu untuk meniru. Oleh karena itu agama
Islam menyuruh anak untuk melakukan sholat sebelum mencapai usia tujuh
tahun. Akan tetapi tidak melarang untuk meniru gerakan-gerakan shalat kedua
orang tuanya sebelum berusia tujuh tahun, tidak pula menyuruhnya supaya
menngucapkan seluruh do’a-do’anya. Melihat kenyataan tersebut, maka sebagai guru
hendaknya mempertimbangkan kesiapan potensi anak sewaktu kita memintanya untuk
meniru dan mencontoh seseorang.
c)
Adalah tujuan. Setiap peniruan mempunyai tujuan
yang kadang-kadang diketahui oleh pihak yang meniru dan kadang-kadang tidak.
Tujuan pertama bersifat biologis. Tujuan ini bersifat naluriah, tidak kita
sadari, namun kadang-kadang pada anak kecil atau hewan. Pengarahan kepada
tujuan ini nampak pada peniruan akan ketundukan anak-anak dan kelompok masa dalam
mencapai perlindungan. Peniruan ini berlangsung dengan harapan akan memperoleh
kekuatan seperti yang dimiliki orang yang dikaguminya. Apabila peniruan itu
disadari, maka peniruan tersebut tidak lagi sekedar ikut-ikutan, akan tetapi
merupakan kegiatan yang diikuti dengan pertimbangan. Dalam istilah dunia
pendidikan Islam, peniruan itu disebut dengan ittiba’ (patuh). Macam
ittiba’ yang paling tinggi adalah didasarkan atas pengetahuan tentang tujuan
dan cara.[58]
Kelebihan
dan kelemahan metode uswah hasanah (keteladanan) sebagai berikut:
a)
Kelebihan
1)
Akan memudahkan siswa dalam menerapkan ilmu
yang dipelajarinya di sekolah. Seorang guru tidak hanya memberikan pelajaran di
kelas saja. Kadang ia harus memberikan pendidikan di luar sekolah. Bentuk
pendidikan yang diajarkan dan dipraktekkan adalah pendidikan prilaku
keberagamaan seperti menanamkan akidah, tata cara beribadah, budi pekerti (akhlak)
ataupun pendidikan lainnya. Dengan memberi contoh keteladanan akan memudahkan siswa
dalam menerapkan ilmu yang dipelajarinya di sekolah.
2)
Akan memudahkan guru dalam mengevaluasi hasil
belajar siswa. Evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan seorang guru kepada siswanya
untuk mendapatkan data sejauh mana keberhasilan mereka dalam belajar. Guru akan
mudah melakukan evaluasi tergadap materi pelajaran yang ia berikan kepada siswanya
jika ia memahami dan menguasai materi yang ia berikan. Jika seorang guru tidak
menguasai materi pelajaran yang ia berikan maka ia akan kesulitan dalam
mengevaluasi keberhasilan terhadap materi-materi pelajaran yang ia berikan
kepada siswa.
3)
Agar tujuan pendidikan lebih terarah dan
tercapai dengan baik seorang guru harus memberikan contoh dalam bentuk prilaku
yang sesuai dengan ajaran agama sebagaimana yang ia ajarkan di kelas.
Pendidikan dengan cara memberikan keteladanan kepada siswanya diharapkan dapat
tumbuh dan berkembang dalam jiwa anak sehingga akan tercipta jiwa yang bertaqwa
dan berilmu pengetahuan.
4)
Bila keteladanan dalam lingkungan sekolah,
keluarga, dan masyarakat baik, maka akan tercipta situasi yang baik. Lingkungan
sekolah, keluarga dan masyarakat merupakan sebuah elemen terpenting dalam
membentuk watak dan kepribadian siswa. Sekolah tidak akan berhasil mencetak
anak yang berbudi luhur jika dalam keluarga tidak terdapat pendidikan yang
baik. Keluarga merupakan pendidikan pertama yang dikenal oleh anak jika
bertentangan dengan pendidikan sekolah maka akan menimbulkan konflik pada
psikisnya. Begitu juga masyarakat akan menciptakan suatu konfik batin jika
pendidikan di keluarga, sekolah tidak sesuai dengan realitas yang terjadi di
masyarakat. Keteladanan dalam keluarga, sekolah dan masyarakat sangatlah
memberikan pengaruh terhadap prilaku siswa.
5)
Keteladanan seorang guru akan tercipta hubungan
harmonis antara guru dan siswa. Guru adalah mitra siswa dalam proses belajar
mengajar. Selain itu guru merupakan orang yang dihormati dan dianggap memiliki
kelebihan dari mereka. Keteladanan akan sifat kasih sayang seorang guru akan
menciptakan rasa empati dan tumbuh sikap menghormati sehingga timbul
keharmonisan dalam berinteraksi antara siswa dan guru.
6)
Secara tidak langsung guru dapat menciptakan
ilmu yang diajarkannya. Keteladanan adalah sebuah metode pendidikan yang bukan
sekedar konsep belaka. Namun keteladanan merupakan sebuah aplikasi dari
penerapan ilmu yang diajarkan seorang guru kepada siswanya. Dengan memberi
contoh dalam berprilaku yang baik dengan sendirinya akan mempengaruhi siswa
untuk meniru terhadap apa yang guru lakukan tanpa harus disuruh.
7)
Mendorong guru untuk selalu berbuat baik karena
akan dicontoh siswanya. Guru merupakan tempat rujukan segala macam ilmu. Untuk
itu guru harus memiliki kredibilitas sebagai guru.Yakni seorang guru harus
memiliki sifat yang terpuji yang patut untuk ditiru dan memiliki keilmuan yang
mantap. Guru dalam pandangan masyarakat merupakan bapak yang patut menjadi
contoh dalam kehidupan.[59]
b. Kelemahan
1)
Orang tua maupun guru merupakan orang yang
diidolakan oleh seorang anak. Untuk itu mereka harus memiliki sifat yang baik.
Namun jika mereka memiliki sifat yang tercela akan membentuk karakter anak
menjadi orang yang perkepribadian jelek. Anak akan mudah meniru perbuatan jelek
yang dilakukan oleh gurunya dari pada meniru perbuatan yang baik, untuk itu
seorang guru tidak boleh berlaku buruk atau melanggar syariat. Jika seorang guru
tidak lagi memiliki sifat yang baik maka akan menciptakan karakter siswa
menjadi anak yang jahat. Jika figur yang dicontoh tidak baik, maka mereka
cenderung untuk mengikuti tidak baik
2)
Jika seorang guru hanya memberikan pelajaran di
dalam kelas dan tidak mempraktekkan apa yang ia ajarkan dalam prilaku
sehari-hariannya tentu akan mengurangi rasa empati siswa padanya. Bahkan
seorang tidak lagi akan menaruh rasa hormat jika guru tidak lagi melaksanakan
apa yang ia katakan kepada siswanya. Bila hal tersebut dilakukan akan
menimbulkan verbalisme yakni anak mengenal kata-kata tetapi tidak menghayati
dan mengamalkan isinya.[60]
Dalam banyak aspek kehidupan, sisi-sisi pribadi Rasul dapat
dijadikan sebagai teladan. Tidak hanya soal moralitas pribadi, tetapi juga
keagungan sikap terhadap keluarga, tetangga, masyarakat, bahkan perlakuan Rasul
kepada non-Muslim. Ada banyak riwayat yang mengisahkan bagaimana Rasul
berperilaku dan berinteraksi dengan non-Muslim, seperti Yahudi ataupun Nasrani.
Salah satu kisah masyhur misalnya, Rasul tetap menjenguk seorang Yahudi yang
sedang sakit, padahal yang bersangkutan pernah membenci dan meludahi Baginda
Rasul.
Allah Swt telah menunjukkan bahwa contoh keteladanan dari
kehidupan Nabi Muhammad Saw, yang mengandung nilai-nilai pendagogis bagi
manusia (pengikutnya) seperti ayat
yang mengatakan.
لَّقَدۡ
كَانَ لَكُمۡ فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ
ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah (Al-Ahzab: 21).
2)
Teknik tathbiq (demonstrasi)
Teknik
demonstrasi adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan meragakan atau
mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi, atau benda tertentu yang
sedang dipelajari, baik sebenarnya
ataupun tiruannya.[61]
Teknik demonstrasi ini banyak digunakan dalam rangka mendapatkan gambaran yang
lebih jelas tentang hal-hal yang berhubungan dengan proses pengaturan dan
pembuatan sesuatu, proses bekerjanya sesuatu, proses mengerjakan atau
menggunakannya, komponen-komponen yang membentuk sesuatu, membandingkan suatu
cara dengan cara lain, dan juga untuk mengetahui dan melihat kebenaran sesuatu.
Teknik demonstrasi dilaksanakan dengan pertimbangan adanya tingkat perkembangan
berpikir yang berbeda-beda yang dimulai dari yang konkret kepada yang abstrak. Teknik
demonstrasi ini didasarkan pada asumsi bahwa mengerjakan dan ‘melihat langsung’
lebih baik dari hanya sekadar mendengar.[62]
Dengan
teknik demontrasi ini pengajaran menjadi semakin jelas, mudah diingat dan
dipahami, proses belajar lebih menarik, mendorong kreativitas siswa, dan
sebagainya.
Petunjuk
penggunaan teknik demonstrasi:
a)
Berkenaan
dengan perencanaan:
1)
Menetapkan
tujuan demonstrasi;
2)
Menetapkan
langkah-langkah pokok demonstrasi;
3)
Menyiapkan
alat-alat yang diperlukan.
b)
Berkaitan
dengan pelaksanaan demonstrasi:
1)
Mengusahakan
agar demonstrasi dapat diikuti, diamati oleh seluruh kelas;
2)
Menumbuhkan
sikap kritis pada siswa sehingga terjadi tanya jawab dan diskusi tentang
masalah yang didemonstrasikan;
3)
Memberi
kesempatan kepada setiapsiswa untuk mencoba sehingga murid merasa yakin tentang
kebenaran suatu proses.
c)
Berkenaan
dengan tindak lanjut demonstrasi: Setelah demonstrasi selesai, hendaknya guru
memberikan tugas kepada siswa, baik secara tertulis maupun secara lisan,
seperti membuat karangan laporan dan lain-lain. Dengan demikian guru akan dapat
menilai sejauh mana hasil demonstrasi telah dipahami siswa.[63]
Kelebihan
Teknik Demonstrasi :
a)
Perhatian
siswa dapat lebih dipusatkan
b)
Proses
belajar siswa
lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari
c)
Pengalaman
dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam diri siswa.
Kelemahan
teknik Demonstrasi:
a)
Murid
kadang kala sukar melihat dengan jelas benda yang diperagakan
b)
Tidak
semua benda dapat didemonstrasikan
c)
Sukar
dimengerti jika didemonstrasikan oleh guru yang kurang menguasai apa yang
didemonstrasikan.[64]
3)
Teknik game and simulation (permainan
dan simulasi)
Teknik yang di lakukan dengan cara pengajaran dalam
situasi yang sesungguhnya, bagian-bagian taerpenting di dupplikasikan dalam
bentuk permainan, sehingga siswa bertindak secara langsung memainkan peranya,
tujuan teknik ini adalah melatih keteranpilan yang bersifat profesional,
memperoleh pemahaman tentang suatu konsep dan prinsip. Melatih memecahkan
masalah, memberi motivasi kerja serta menimbulkan kesaaran sendiri, rasa
simpati perubahan sikap, dan kepekaan. Bentuk simulasi adalah sebagai berikut
a)
Peer teaching, pelatih mengajarkan yang
dilakukan oleh siswa kepada teman-temanya sendiri sebagai calon guru.
b)
Role playing, permainan peranan untuk mengkreasikan
kembali peristiwa-peristiwa yang telah terjadi atau akan terjadi.
c)
Sosiodrama, permainan peran yang
ditujukan untuk menentukan alternatif pemecahan masalah-masalah sosial.
d)
Psikodrama, permainan peran yang
ditujukan agar siswa memperoleh pemahaman yang lebih baih tentang diri sendiri,
menentukan konsep sendiri, menyatakan kreasi yang menghantui dan menekan diri.
e)
Simulation game, permainan peranan yang
menuntut siswa berkompetisi untuk mencapai tujuan tertentu melalui adegan
dengan memenuhi peraturan-peraturan tertentu.[65]
f.
Teknik mumarasah
al-amal (drill)
Teknik yang dilakukan dengan cara memberikan pekerjaan
pada siswa secara kontinyu agar siswa dapat terbiasa melakukanya, teknik ini
sangat efektif untuk pengajaran ahklak,
pembinaan sikap, mental yang baik dan penanaman nilai moral pribadi dan sosial.[66]
Bentuk-bentuk teknik drill dapat di relisasikan dalam bentuk teknik sebagai berikut:
1)
Teknik inquiry (kerja kelompok)
Istilh kerja kelompok memgandung arti bahwa siswa-siswa
dalam suatu kelas dibagi kedalam beberapa kelompok besar maupun kecil yang
didasarkan atas prinsip untuk mencapai tujuan bersama. Langkah-langkah yang
harus ditempuh dalm pelaksanaan teknik kerja kelompok, yaitu: menentukan
kelompok, pemberian tugas-tugas kepada kelompok, pengerjaan tugas pada
masing-masing kelompok dan penilaian. Adapun kelebihan dari teknik ini adalah melatih
dan menumbuhkan rasa kebersamaan dan toleransi, adanya kerjasama yang saling
menguntungkan antara individu dalam kelompok dan menumbuhkan rasa ingin maju
dan persaingan yang sehat. Sedangkan kekurangannya: harus diawasi guru dengan
ketat agar tidak timbul persaingan yang tidak sehat, sifat dan kemampuan
individu akan terabaikan, jika tugas tidak dibatasi waktu tertentu, maka akan
cenderung terabaikan, kurang adanya keseragaman kemampuan siswa, sehingga hanya
siswa yang mampu saja yang aktif, sedangkan yang lainnya hanya menjadi
pendengar pasif.[67]
2)
Teknik discovery (penemuan)
Teknik yang dilakukan dengan cara mengajar siswa dengan melibatkan dalam
proses kegiatan mental dengan melalui tukar pendapat, diskusi, seminar,
membaca, dan mencoba sendiri agar siswa terbiasa dan dapat belajar sendiri. Teknik
discovery dapat mengembangkan kesiapan mental siswa, seperti mengamati,
mencerna, mengerti, mengklasifikasikan, membuat asumsi, menjelaskan, mengukur,
dan membuat konklusi. Selain itu teknik ini dapat membangkitkan belajar karena
termotivasi dan adanya percaya
diri. Kelemahan teknik ini adalah tak semua siswa memiliki kesiapan mental
sehingga dia kurang berani bertindak, serta tidak banyak memberikan peluang
untuk berfikir secara intensif.[68]
3)
Teknik micro teaching
Kegunaan teknik ini adalah mempersiapkan diri siswa
sebagai calon guru untuk menghadapi pekerjaan mengajar sepenuhnya di muka kelas
dengan memperoleh nilai tambah atas pengetahuan, kecakapan dan sikap sebagai
guru yang profesional. Teknik ini kalau
tidak dibiasakan maka efektifitasnya berkurang, mamun jika berjalan dengan baik maka
menghasilkan bentuk asistensi maupun tutor sebaya.[69]
4)
Teknik modul belajar
Teknik yang digunakan dengan cara mengajar kepada siswa
melalui paket belajar berdasarkan performance atau kompetensi. Teknik modul belajar bisa berjalan
dengan lancar jika sebelumnya seorang guru mempersiapkan diagnosis (mengetahui kebutuhan dan kemampuan
anak). Kemudian guru menyiapkan
paket berdasarkan diagnosis tersebut, meliputi kemampuan awal, penilaian,
pendahuluan, tujuan pengajaran, urutan belajar, keseluruhan paket, inti
pengajaran, remidiasi, dan sumber, disamping upaya tersebut guru harus
menetapkan pengelolaan waktu yang tersedia untuk menyelesaikan paket,
menyediakan tes awal, memberikan umpan balik terhadap penyampaian tujuan. dalam
hubungan keseluruhan kelas guru merevisi kegiatan yang kurang cocok dengan siswa dan memberikan saran
kepada siswa agar menyelesaikan kegiatan dengan baik, baik secara individu
maupun kelompok.
Keuntungan teknik ini dapat dilakukan secara individual
menurut irama yang disenangi oleh siswa masing-masing, tidak ada istilah kegagalan, yang ada
hanyalah belum berhasil penyampaian tujuan. disamping itu teknik ini
terorganisi dalam pendekatan sehungga siswa mempunyai tanggung jawab dari rencana awal sampai evaluasi,
menimbulkan kreativitas guru untuk melengkapi
paket supaya lebih efektif serta dapat menumbuhkan kepercayaan diri siswa.
Kelemahan teknik ini yaitu seperti cara pabrik yang mencetak siswa,
padahal fungsi guru adalah mengembangkan dan membangkitkan siswa untuk
mencintai ilmu menurut bakat, minat dan kemampuannya. selain itu teknik ini
dapat menyita waktu banyak untuk membuat dan mengembangkan paket tersebut,
serta mengadakan modifikasi paket tiap tahun, komunikasi intereksi dan
komunikasi transaksi antar guru dan siswa berkurang.[70]
5)
Teknik independent study (belajar
mandiri)
Teknik yang dilakukan dengan cara menyuluruh siswa agar
belajar sendiri, baik di dalam kelas maupun
kelas. teknik ini disebut juga teknik otodidak. Prosedur aplikasi teknik ini
adalah menggali mimat dan kemampuan siswa dengan berbagai instrumen untuk dasar
belajar sendiri. proedur aplikasi teknik ini perlu ada semacam kontrak dengan siswa
dengan hal-hal yang perlu dilakukan. Ketrampilan yang perlu di cek adalah cara mencatat
menggunakan perpustakaan dan cara melapor lisan maupun tulisan. Disamping itu prosedur ini
memberi waku yang memadai membantu siswa sesuai dengan kebutuhannya. menolong
nilai kemajuan siswa dengan memeriksa catatannya mengadakan diskusi antar siswa
untuk bertukar pengalaman, dan merencanakan belajar mandiri. Keuntungan teknik
ini adalah dapat diikuti dapat dikejar targetnya sesuai dengan kesanggupan dan
kreatifitas serta minat siswa, dapat dilaksanakan disekolah macam apa saja,
cocok untuk semua kurikulum, dapat meningkatkan motivasi siswa, menjembatani
antara kebutuhan sekolah dan kebutuhan masyarakat, memajukan rasa mandiri,
disiplin, dan bertanggung jawab serta dapat mempelajari materi yang tidak diajarkan
disekolah yang membuat aktif dan terlibat langsung pada kegiatan bagi siswa. Kelemahan
teknik ini adalah hubungan sosial menyempit, sulit mengadakan grup studi,
membutuhkan banyak guru, dananya besar karena sering membutuhkan banyak
fasilitas yang memadai, pemeriksaan hasil belajar agak sangat sulit karena
diantara guru dan siswa tidak bertatap muka dan mungkin siswa merasa keberatan
dalam memikul tugasnya sehingga tugas yang di berikan tercecer.[71]
g.
Teknik ibrah (mengambil
pelajaran dari suatu peristiwa)
Ibrah adalah suatu kondisi yang dapat menghantar pengetahuan dan
dari pengetahuan konkret menuju pengetahuan abstrak, baik melalui perenungan (ta’amul),
pemikiran (taffakur), maupun mengingat (tadzakkur). Ibrah juga
diartikan dengan kondisi psikis manusia yang dapat menghantar maksud
pengetahuan yang disaksikan melalui upaya observasi, membandingkan,
menganalogi, dan memberi keputusan yang rasional, sehingga pada suatu kondisi
yang dapat memberi dorongan, khususnya hati, tanpa mengabaikan kesesuaian
dengan alur pemikiran sosial. Aplikasi teknik ibrah dalam pendidikan Islam adalam suatu teknik
yang dilakukan dengan cara mengajar siswa melalui pangamatan, perbandingan, dan
penganalogian serta mengambil keputusan terhadap objek yang di pelajari. Hal
tersebut menyebabkan siswa mempunyai pengetahuan sesuai dengan harapan
masyarakat dan dapat membentuk sikap kepribadian yang trampil dan profesional,
serta memperkuat keimanan kepada kebesaran Allah Swt.[72]
Untuk merealisasikan teknik ibrah ini dapat digunakan
bentuk-bentuk teknik sebagai berikut:
1)
Eksperimen (percobaan)
Teknik
eksperimen adalah cara penyajian pelajaran dengan cara menugaskan siswa, untuk
melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri tentang sesuatu
yang dipelajari. Melalui teknik eksperimen ini para siswa diberikan kesempatan
untuk mengalami atau melakukan sendiri, mengamati proses, mengamati suatu
objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang suatu
objek, keadaan, atau proses sesuatu.
Dengan teknik eksperimen ini, para siswa dituntut untuk mengalami
sendiri, mencari kebenaran atau mencoba mencari data baru yang diperlukannya,
mengolah sendiri, membuktikan suatu hukum atau dalil dan menarik kesimpulan.[73]
Kelebihan
teknik eksperimen antara lain:
a)
Membuat
siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaan.
b)
Dalam
membina siswa untuk membuat terobosan-terobosan baru dengan penemuan dari hasil
percobaannya dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.
c)
Hasil-hasil
percobaan yang berharga dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran umat manusia.
Kekurangan
teknik eksperimen antara lain:
a)
Teknik
ini lebih sesuai dengan bidang sains dan teknologi.
b)
Teknik
ini memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang tidak selalu mudah
diperoleh dan jika diperoleh harganya mahal.
c)
Teknik
ini menuntut ketelitian dan keuletan serta ketabahan.
d)
Setiap
percobaan tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan karena mungkin ada
faktor-faktor tertentu yang berada di luar jangkauan kemampuan dan
pengendalian.[74]
2)
Teknik penyajian kerja lapangan
Teknik yang dilakukan dengan cara mengajar siswa melalui
keterlibatan dan partisipasinya ke lapangan kerja di luar sekolah, sehingga siswa
tidak hanya sekedar mengadakan obserfasi atau peninjauan saja, tetapi langsung
turun kelapangan kerja. Tujuan penyajian teknik kerja lapangan ini agar siswa
dapat menghayati dan berpartisipasi aktif dalam proses pekerjaan itu, serta
menjadikan kebiasaan bagi dirinya untuk memahami masalah, hambatan, dan
penyelsaian pekerjaan yang dihadapi.[75]
3)
Teknik penyajian secara kasus
Teknik yang dilakukan dengan cara mengajar siswa melalui
penyajian suatu kasus yang dialami oleh siswa sendiri atau orang lain. Kasus yang terjadi pada siapa
saja dapat dimanfatkan untuk penyajian teknik ini sebagai bahan dan bahasan
yang perlu di pecahkan, sehingga pada akhirnya siswa terbiasa menghadapi
problem dan dapat menyelesaikanya. Teknik penyajin secara kasus dapat melalui
penekatan problem solving dengan memerhatikan
asumsi yang mendasarinya.[76]
4)
Teknik penyajian non-directive
Teknik yang dilakukan dengan cara mengajar siswa melalui
keterlibatan dan kebiasaannya dalam melakukan
observasi, menganalisis data yang diperoleh, serta membuat kesimpulan sendiri.
Operasionalisasi teknik non–directive adalah seorang guru memberi
pokok-pokok tugas yang telah disusun, sehingga dengan tugas tersebut siswa
dapat melakukan sebagai berikut: a) observasi pada objek penalaran, b) menganalisis
fakta yang sedang dihadapi, c) membuat konklusi sendiri dari hasil pengamatan,
d) menjelaskan hal-hal yang telah ditemukan dan e) membandingkan dengan fakta
lain.[77]
h.
Teknik targhib wa
tarhib (pemberian janji dan ancaman)
Targhib adalah harapan serta janji yang diberikan siswa yang bersifat
menyenangkan dan merupakan kenikmatan karena mendapat penghargaan. Sebaliknya tarhib
merupakan ancaman pada siswa bila ia melakukan suatu
tindakan yang menyalahi aturan.
Kedua teknik ini sangat efektif di gunakan karena dapat menumbuhkan motivasi
baru yang sifatnya tidak memaksa dan menekan. Aplikasi teknik targhib dan tarhib dalam
proses pendidikan Islam tidak sama dengan
tehnik tsawab (anugerah) dan iqab (hukuman).
Kelebihan teknik targhib dan tarhib dengan
teknik tsawab dan iqab adalah:
1)
Targib dan tarhib bersifat transenden yang
mampu mempengaruhi jiwa siswa secara fitri, sedangkan tsawab dan iqab bersifat duniawi yang dalam pelaksanaanya terdapat kesan memaksa.
2)
Targhib dan tarhib praktis
dan ekonomis dalam aplikasinya, sedangkan tsawab dan iqab menggunakan
alat tertentu serta membutuhkan biaya.
3)
Ruang lingkup pelaksanaaan
targhib dan tarhib bersifat umum, mencakup subjek dan objek yang tak
terbatas, sedangkan teknik tsawab dan iqab khusus untuk
orang-orang tertentu saja.
Banyak ayat yang menerangkan tentang teknik targhib dan tarhib, misalnya al-Isra: 13-14; Ibrahim; 46; al-Mu’minin: 17; ath-Thur;10-12, al-Mulk; 19-37, begitu juga
firman Allah Swt:
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شّرًّا
يَرَهُ
Barangsiapa
yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat
(balasan)-nya. Dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun,
niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula (Al-Zalzalah: 7-8).
Teknik targhib dan tarhib dapat membentuk
teknik-teknik sebagai berikut:
1)
Teknik pemberian bimbingan dan ampunan
Tenik yang dilakukan dengan cara membimbing siswa yang telah melakukan
kesalahan dengan menjanjikan adanya ampunan.
Teknik ini di peruntukan bagi siswa yang bersalah, selanjutnya seorang guru
memberikan bimbingan agar siswa tersebut dapat memecahkan problemnya sendiri.
Dengan demikian, peran guru hanya memberi simulasi dan bimbingan secara umum
saja (Al-Maidah ; 39; al-‘An-am; 54; Thaha; 82; al-Baqarah; 222; az-Zumar; 53; al-‘A’raf; 156). Firman Allah
swt:
وَمَن
يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللهَ يَجِدِ اللهَ
غَفُورًا رَّحِيمًا
Dan barangsiapa yang
mengerjakan kejahatan dan Menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada
Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (An-Nisa’: 11)
2)
Teknik tasywiq dan tadzkir
(motivasi dan peringatan)
Teknik yang di lakukan dengan cara memberi motivasi tinggi pada siswa,
sehingga ia merasa senang dan bangga melakukan suatu perintah. Disamping itu,
teknik ini memberikan gambaran yang
sangat membahayakan terhadap perbuatan yang jahat, sehingga siswa secara
preventif menghindarkan diri dari segala perbuatan yang menyuitkan masa
depanya. Firman Allah swt:
مَنْ
عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَآءَ فَعَلَيْهَا وَمَارَبُّكَ بِظَلاَّمٍ
لِّلْعَبِيدِ
Barang siapa mengerjakan amal
sholeh maka pahalanya untuk dirinya, dan barang siapa yang berbuat jahat maka
dosanya untuk dirinya, dan barang siapa yang berbuat jahat maka dosanya atas
dirinya, dan sekali-kali tidaklah Tuhanmu mengniaya hamba-hambanya. (Al-Fushshilat: 46)
3)
Teknik tsawab dan Iqab (anugerah
dan hukuman)
Teknik yang di lakukan dengan cara memberi anugerah pada siswa
yang berprestasi dan hukuman bagi mereka yang melanggar dan lemah. Teknik
anugerah dapat diberikan kepada siswa dengan syarat bahwa hadiah yang di
berikan terdapat relevansi dengan kebutuhan pendidikan, misalnya untuk siswa
yang ranking pertama di berikan hadiah bebas SPP, wisata spritual seperti
umrah, tadabbur alam, dan sebagainya. Demikian juga hukuman yang diberakan harus mengandung makna edukatif, misalnya
yang terlambat masuk sekolah di beri tugas untuk membersihkan halaman sekolah,
yang tidak masuk kuliah di beri sanksi mebuat paper. Hukuman pukul merupakan
hukuman terakhir bila mana hukuman yang lain sudah tidak dapat di terapkan
lagi. Hukuman tersebut dapat di terapkan bila mana siswa telah beranjak usia 10
tahun, tidak membahayakan
syaraf otak siswa, serta tidak
menjadikan efek negatif yang berkelebihan. Rasulullah Saw bersabda:
مُرُوا أَوْلادَكُمْ
بِالصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ
أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
Serulah anakmu untuk mengerjakan sholat ketika mereka
berusia tujuh tahun dan pukullah bila membangkang/ meninggalkanya, jika mereka
telah berusia 10 tahun pisahkan tempat tidurnya (HR. Abu dawud)
i.
Teknik tanqibiyah
(koreksi dan kritik)
Teknik yang dilakukan dengan cara pembahasan dan
penelitian terhadap suatu topik materi dalam suatu buku atau pendapat seorang
guru, yang disuguhkan pada siswa untuk kemudian dikritisi dengan cara mencari
kelemahan-kelemahanya dan dapat dibandingkan dengan buku atau pendapat lain.
Dengan demikian, siswa dapat mengetahui pendapat yang
masih relevan dan mengandung nilai kebenaran. Aplikasi teknik koreksi dan
kritik ini dapat berupa resensi buku, koreksi terhadap pendapat atau bahkan
metodologi yang disampaikan oleh guru guna mencapai tujuan pendidikan yang
diharapkan. Firman Allah Swt:
وَتَوَاصَوْا
بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Saling menasihatilah dalam kebenaran dan kesabaran
(Al-Ashr: 3)
j.
Teknik musabaqah
(perlombaan)
Teknik yang dlakukan dengan cara memberikan pelajaran
kepada siswa melalui upaya yang bersifat kompetisi antara siswa yang satu
dengan siswa yang lainya. Bentuk teknik ini dapat berupa olah daya pikir
(cerdas cermat, cepat tepat) olah tulis (membut karya ilmiah, resensi buku,
nmelukis, menggambar), dan olahraga
Teknik ini sangat efektif
karena dapat menguras keseluruhan kemampuan yang dimiliki siswa dalam waktu yang
sesingkat mungkin, siswa terbiasa merefleksi kemampuanya tanpa memikirkanya
lebih lama, akan tetapi kelemahan teknik ini
menjadikan minder bagi siswa yang sama sekali tidak mempunyai kemampuan
spesial dan perhatian selanjutnya lebih banyak didominasi bagi siswa tertentu
saja.
k.
Teknik ta’lim lughah
(pengajaran bahasa)
1)
Teknik muthala’ah atau qira’ah
(membaca)
Teknik membacakan pada siswa dan siswa menyimak dan
memperhatikan bacaan dan sesekali siswa menirukan bacaan guru tersebut. Teknik
ini dapat dilakukan oleh siswa yang sudah pandai membaca dan siswa lainnya
tinggal menyimak. Fungsi guru disini adalah memperhatikan dan menegur bila
terjadi kesalahan.
2)
Teknik imla (dikte)
Suatu teknik yang dilakukan oleh seorang guru untuk
membacakan suatu bacaan kemudian siswa mencatatnya, sehingga siswa memiliki
kemampuan menulis yang benar serta dapat melatih pendengaran yang tajam.
3)
Teknik muhadatsah (dialog)
Teknik yang dilakukan dengan cara berdialog atau
bercakap-cakap antara guru dan siswa, antara siswa dengan sesama siswa. Teknik
ini sangat efektif untuk melatih keterampilan berkomunikasi dengan keahlian
berbahasa dengan orang lain.
4)
Teknik Insya’ (mengarang)
Suatu teknik yang dilakukan oleh seorang guru yang
menyerukan pada peserta didik agar menumpahkan dan mengungkapkan segala isi
hatinya melalui tulisan yang yang berupa susunan kalimat yang benar dan
ssempurna pengertianya, teknik ini sangat tepat digunakan untuk melatih
kemampuan siswa dalam aspek mengarang karya tulis, sehingga kemampuannya dapat
dibaca orang lain, dan lebih efektif lagi bagi siswa yang berkemampuan tinggi
dibandingkan dengan teman-temannya, sehingga kelebihan kemampuannya itu dapat
ditumpahkan melalui pembuatan risalah, makalah, resume, skripsi, tesis maupun
disertasi.
Teknik insya’tahriry dapat berupa:
a)
Insya washfi, menulis sesuatu yang
dapat ditangkap oleh indra siswa, misalnya menulis tentang keindahan alam
sekitarnya.
b)
Insya’qishashi, menulis suatu cerita, komentar
atau perumpamaan tentang sesuatu, misalnya membuat cerita para Nabi.
c)
Insya’rasa’il, menulis surat dengan
bahasa yang sederhana mungkin, singkat dan padat.
d)
Insya’ ibtikari, mengarang susunan
kalimat baru yang sisinya sesuai dengan pemikiran-pemikiran yang logis.
e)
Insya’khayali, mengarang suatu kalimat
yang sumbernya dari daya fantasi.
5)
Teknik makhfudzat (hapalan)
Suatu teknik yang digunakan oleh seorang guru dengan
menyerukan siswanya untuk menghafalkan sejumlah kata-kata (mufradat), atau
kalimat-kalimat maupun kaidah-kaidah. Tujuan teknik ini adalah agar siswa mampu
mengingat pelajaran yang diketahui serta melatih daya kognisi, ingatan dan
fantasinya.
6)
Teknik qawa’id (pengajaran kaidah
bahasa)
Suatu teknik yang digunakan oleh seorang guru untuk
menjelaskan kaidah-kaidah yang benar sesuai dengan cara siswa membaca atau
menulis suatu bacaan.dengan demikian pengetahuan siswa dapat dikoreksi.
I.
Prosedur Pembuatan Metode Pendidikan Islam
Prosedur
pembuatan metode pendidikan Islam adalah dengan memerhatikan faktor-faktor yang
mempengaruhinya, yang meliputi:
1.
Tujuan
pendidikan Islam
Faktor ini
digunakan untuk menjawab pertanyaan ‘untuk apa’ pendidikan itu
dilaksanakan. Tujuan pendidikan mencakup tiga aspek, yaitu aspek kognitif
(pembinaan akal pikiran, seperti kecerdasan, kepandaian dan daya nalar), aspek
afektif (pembinaan hati, seperti pengembangan rasa, kesadaran, kepekaan emosi
dan kematangan spiritual) dan aspek psikomotorik (pembinaan jasmani, seperti
badan sehat, mempunyai keterampilan).[78] Tujuan ini hendaknya dijadikan tumpuan perhatian karena akan
memberi arah dalam memperhitungkan efektivitas suatu metode. Menggunakan metode
yang tidak sesuai dengan tujuan merupakan kerja sia-sia. Setiap tujuan memberi petunjuk bagi penetapan metode.[79]
2.
Siswa
Faktor ini
digunakan untuk menjawab pertanyaan ‘untuk apa’ dan bagaimana metode itu
mampu mengembangkan siswa dengan mempertimbangkan berbagai tingkat kematangan,
kesanggupan, dan kemampuan yang dimilikinya.[80] Metode merupakan alat untuk menggerakkan siswa agar dapat
mempelajari bahan pelajaran. Guru dapat menggerakkan siswa jika metode yang
digunakan sesuai dengan tingkat perkembangan siswa, baik secara kelompok maupun secara
individual. Guru hendaknya tidak memaksakan siswa untuk bergerak dalam aktivitas belajar menurut acuan metode.
Pemaksaan tidak akan menghasilkan gerak, bahkan akan merusak perkembangan
pelajar. Pendek kata, bukan siswa untuk metode, melainkan metode untuk siswa.[81] Murid memiliki
latar belakang kecerdasan, bakat, minat, hobi, dan kecenderungan yang berbeda.
Demikian pula, perbedaan tingkat usia siswa menyebabkan terjadinya perbedaan
sikap kejiwaan. Latar belakang keadaan siswa yang demikian itu harus
dipertimbangkan dalam memilih metode. Mengajar bahasa pada murid TK, SD, SMP
misalnya, harus dibedakan berdasarkan tingkat kesulitan, contoh kalimat, dan
sebagainya.[82] Terdapat tiga
tipe atau gaya belajar: visual, auditorial, dan motorik atau kinestetik. Siswa
yang memiliki gaya belajar visual lebih tertarik pada hal-hal yang terlihat
seperti warna, hubungan ruang, potret mental dan gambar. Siswa dengan gaya
belajar auditorial akan tertarik pada segala jenis bunyi dan kata seperti
musik, nada, irama, dialog, dan suara. Siswa yang bergaya belajar motorik
tertarik pada segala jenis gerak dan emosi, baik yang diciptakan maupun yang
diingat seperti gerakan, koordinasi, irama, tanggapan emosional dan kenyamanan
fisik. Ketiga tipe atau gaya tersebut merupakan modalitas yang dimiliki siswa.
Pada kenyataannya setiap siswa memiliki ketiganya, hanya saja biasanya tipe
atau gaya tertentu tampak lebih dominan dibanding yang lain.[83] Guru hendaknya memaksimalkan semua gaya belajar yang
dimiliki siswa dengan mempergunakan berbagai metode sehingga setiap murid tidak
merasa dirugikan. Dalam konteks murid secara kelompok atau kelas, guru
hendaknya berusaha menetapkan berbagai metode mengajar sehingga dapat
mengaktifkan seluruh modalitas yang dimiliki siswa. Namun
dalam konteks siswa secara individual, guru hendaknya berusaha mengembangkan
metode mengajar yang sesuai dengan kepribadian dan gaya belajar masing-masing. Disamping itu,
kesanggupan yang dimiliki siswa membawa peranan penting dalam upaya mencapai
hasil optimal dari metode mengajar. Dengan perkataan lain, terdapat hubungan
antara kesanggupan siswa dan metode pengajaran: 1) Siswa yang cerdas biasanya lebih suka dan lebih
memperoleh keuntungan dari gaya mengajar yang lunak, yang tertuju kepada
perorangan ataupun kelompok kecil. 2) Siswa yang
pandai biasanya lebih suka dan lebih memperoleh keuntungan dari gaya mengajar
setengah lunak. 3) Siswa yang
kurang pandai biasanya lebih suka dan lebih memperoleh keuntungan dari gaya
mengajar yang agak otokratis.[84]
3.
Situasi
Faktor ini
digunakan untuk menjawab pertanyaan ‘bagaimana’ serta kondisi
lingkungannya yang mempengaruhinya.[85]
Pengertian situasi mencakup suasana dan keadaan kelas-kelas yang berdekatan
yang mungkin mengganggu jalannya proses belajar mengajar, keadaan siswa seperti
masih bersemangat atau sudah lelah dalam belajar, keadaan cuaca cerah atau
hujan, keadaaan guru yang sudah lelah atau sedang menghadapi banyak masalah. Lingkungan di rumah, sekolah, masyarakat, perpustakaan,
laboratorium, dan sebagainya berbeda-beda.[86]
Situasi-situasi semacam itu dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1) situasi yang diperhitungkan
sebelumnya. Dalam situasi ini guru dapat melaksanakan proses belajar mengajar
dengan metode yang telah ditetapkan sebelumnya. 2) situasi yang tidak dapat diperhitungkan sebelumnya.
Guru hendaknya menyadari adanya kemungkinan-kemungkinan ini. oleh sebab itu,
guru hendaknya mempersiapkan metode umum yang dianggap terbaik untuk dapat
digunakan dalam segala situasi. Disamping itu, guru hendaknya
memiliki kecekatan untuk mengambil putusan mengenai metode-metode yang akan
digunakan. Keterampilan berimprovisasi dan kesigapan mengambil keputusan
diperlukan dalam menghadapi situasi yang tiba-tiba berubah dari yang
diperkirakan. Guru yang tidak memiliki kecakapan dan keterampilan tersebut akan
menghadapi masalah. Mungkin ia tidak menjalankan proses belajar mengajar,
sehingga ia merusak seluruh rencana pengembangan program pengajaran. Mungkin
juga ia terus mengajar dengan metode yang tidak dipersiapkan sehingga tidak
tepat dan merusak perkembangan siswa. [87]
4.
Fasilitas
Faktor ini
digunakan untuk menjawab pertanyaan ‘di mana’ dan ‘bilamana’ termasuk juga
berbagai fasilitas dan kuantitasnya.[88]
Sekolah tentu saja memiliki fasilitas. Hanya ada sekolah yang memiliki
fasilitas lengkap sesuai dengan kebutuhuan proses belajar mengajar dan ada pula
sekolah yang memiliki sedikit fasilitas. Fasilitas
untuk teknik
ceramah misalnya, berbeda dengan alat dan sumber belajar untuk teknik demonstrasi dan ekperimen, dan
sebagainya.[89] Fasilitas
sekolah dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1) fasilitas fisik seperti ruang dan perlengkapan belajar di kelas,
alat-alat peraga pengajaran, buku pelajaran dan perpustakaan, tempat dan
perlengkapan berbagai praktikum, laboratorium, serta pusat-pusat keterampilan,
kesenian, keagamaan, dan olahraga dengan segala perlengkapannya. 2) fasilitas non-fisik seperti
kesempatan, biaya, dan berbagai aturan serta kebijaksanaan pimpinan sekolah. Metode-metode
yang tersedia, sebagian dapat digunakan dengan fasilitas minim, dan sebagain
lain menuntut fasilitas memadai yang tidak dapat digunakan apabila tidak
didukung fasilitas tertentu. Guru hendaknya memperhitungkan peran fasilitas
tersebut dalam menetapkan metode yang akan digunakannya. Oleh sebab itu, guru
hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) guru hendaknya mengetahui fasilitas
apa saja yang tersedia di sekolahnya serta bagaimana memperoleh dan menggunakannya. 2) guru yang tidak cakap menggunakan fasilitas tertentu
atau tidak mampu menerapkannya pada metode yang sesuai, meskipun fasilitas itu
memadai, akan tertaganggu oleh fasilitas itu sendiri di dalam melaksanakan
proses belajar mengajar. Sebaliknya, guru yang cakap dan
kreatif akan dapat memanfaatkan fasilitas yang minim untuk mengefektifkan
metode-metode yang diperlukan dalam kegaiatan belajar-mengajar. Metode yang
menuntut penyedian fasilitas memadai dari sekolah antara lain demonstrasi dan
eksperimen penelitian di laboratorium.[90]
5.
Guru
Faktor ini
digunakan untuk menjawab pertanyaan ‘oleh siapa’ serta kompetensi dan kemampuan
profesional yang berbeda-beda.[91] Setiap Guru memiliki kepribadian keguruan yang unik. Tidak ada dua
guru yang memiliki kepribadian keguruan yang sama. Sebagaimana halnya dalam
belajar, setiap orang memiliki modalitas belajar yang dominan. Demikian pula
dalam mengajar guru memiliki kecenderungan modalitas mengajar yang dominan.
Modalitas mengajar guru biasanya sama dengan modalitas belajarnya. Guru yang
cenderung visual biasanya ketika menjadi murid merupakan murid yang visual
pula. Hal itu terjadi secara alamiah. Guru yang berdedikasi untuk kepentingan
pelajar tentu tidak akan menuruti kecenderungan modalitasnya di dalam mengajar,
tetapi akan memperhatikan modalitas muridnya di dalam belajar. Guru yang
berdedikasi tinggi tentu akan senang dapat menjangkau semua siswa dengan
modalitas yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, meskipun cara belajar dan mengajar
guru mencerminkan kecenderungan modalitasnya, guru hendaknya berupaya
mengembangkan semua modalitas belajar mengajar baik visual, auditorial, dan
kinstetik. Semakin banyak modalitas yang dilibatkan guru secara bersamaan, maka
belajar siswa akan semakin hidup, berarti dan melekat. Metode yang sama tidak akan
membuahkan hasil yang sama di tangan guru yang berbeda-beda. Suatu metode yang
dianggap kurang baik oleh sebagian guru, mungkin merupakan metode yang baik
sekali di tangan sebagian guru yang lain. Sebaliknya, suatu metode yang
dianggap baik pun akan menjadi buruk ditangan guru yang tidak menguasai teknik
pelaksanaannya. Guru harus menyadari sepenuhnya tentang penguasaannya yang
lebih baik dalam menggunakan beberapa metode yang sesuai dengan kepribadian.
Kesadaran akan penguasaan yang lebih baik itu akan lebih membuahkan hasil dan
memberikan kepuasaan bagi dirinya. Pendek kata,
dalam menetapkan metode yang akan digunakan dalam melaksanakan proses belajar
mengajar, guru hendaknya lebih dahulu mempertimbangkan kepribadian dan
penguasaanya terhadap suatu metode. Guru tentu
dapat mengetahui letak kekuatan dan kelemahan dirinya dalam menggunakan metode
apa pun. [92] Penggunaan teknik ceramah misalnya jauh lebih mudah
daripada penggunaan teknik diskusi dengan berbagai macam bentuknya, dan
penggunaan teknik diskusi jauh lebih mudah daripada teknik eksperimen misalnya.
Berbagai teknik tersebut pada gilirannya menuntut keahlian guru yang akan
menerapkannya. Seorang guru yang tidak memiliki wawasan, pengetahuan dan
keterampilan dalam menggunakan teknik diskusi atau eksperimen, sebaiknya jangan melakukan teknik tersebut, karena tidak akan
berjalan sebagaimana yang diharapkan.[93]
6.
Bahan pengajaran
Dalam menetapkan metode mengajar,
guru hendaknya memperhatikan bahan pengajaran, baik isi, sifat, maupun
cakupannya. Guru hendaknya mampu menguraikan bahan pengajaran ke dalam
unsur-unsur secara rinci. Dari unsur-unsur itu tampak apakah bahan itu hanya
berisi fakta-fakta dan kecakapan-kecakapan yang hanya membutuhkan daya mental
dan menguasainya ataukah berisi keterampilan dan kebiasaan-kebiasaan yang
membutuhkan penguasaan secara motorik, ataukah bahan itu mencakup berbagai hal
atau hanya beberapa hal atau mungkin hanya satu hal. sifat-sifat atau
unsur-unsur yang telah diuraikan guru dari bahan pengajaran, disatu sisi akan
memudahkan siswa untuk mempelajarinya, disisi lain dapat memberikan gambaran
yang jelas kepada guru untuk menetapkan teknik mengajar. [94] Seperti
mengajarkan mata pelajaran olah raga, bahasa, matematika, sejarah dan
sebagainya mengharuskan adanya teknik yang tepat.[95]
Maka dari itu, guru harus menginventarisasi sifat-sifat dan unsur-unsur bahan
pengajaran, setelah itu guru memperhatikan teknik-teknik yang mempunyai
ciri-ciri yang sesuai dengan bahan pengajaran dimaksud, lalu menetapkan satu
atau beberapa teknik
yang hendak digunakan dalam mengajar. [96]
[1] Ramayulis dan
Samsu Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran
Para Tokohnya, Jakarta : Kalam mulia, 2009, hal. 209.
[2]Samsul Nizar dan Zainal Efendi Hasibuan, Hadits
Tarbawi, Jakarta: Kalam Mulia, 2011, cet. ke-1, hal. 57
[3] John M Echol dan Hasan Shadily, Kamus Inggris
Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1995, hal. 379.
[4] Tim Penyusun
Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2001,
Cet. ke-1, ed. ke-3. Hal. 740.
[5] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu pendidikan
Islam, hal. 167-168.
[6] Zubaedi,
Desain Pendidikan Karakter, hal. 186-187
[7] Ibid.,
hal. 188.
[8] Ibid., hal.
126
[9] Zubaedi,
Desain Pendidikan Karakter, hal. 189.
[10] Ibid.
[11] Ibid., hal. 190.
[12] Ibid.
[13] Abuddin Nata,
Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, h. 177.
[14] Ibid., h.
178-179
[15] Syaiful Bahri
dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002, cet.
ke-2, hal. 107, h. 83
[16] Ibid.
[17] Ibid.
[18] Ibid., hal. 85
[19] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu pendidikan
Islam, hal. 176-179
[20] Abuddin Nata,
Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, h. 187.
[21] Mundzier
Suparta dan Herry Noer Aly, Metodologi Pengajaran Agama Islam, hal. 181-182.
[22] Syaiful Bahri
dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, hal. 104-105.
[23] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu pendidikan
Islam, hal. 179-183
[24] Ibid., h. 181
[25] Samsul Nizar dan Zainal Efendi Hasibuan, Hadits
Tarbawi, hal. 60.
[26] Ibid.
[27] Mundzier
Suparta dan Herry Noer Aly, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: PT.
Listafariska Putra, 2008, cet. ke-2, hal. 171.
[28] Ibid., hal.
172.
[29] Syaiful Bahri
dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, hal. 107
[30] Mundzier
Suparta dan Herry Noer Aly, Metodologi Pengajaran Agama Islam, hal. 173-175.
[31] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan
Islam, hal. 187-188
[32] Ibid., hal. 99.
[33] Abuddin Nata,
Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, h. 188.
[34] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan
Islam, hal. 189
[35] Mundzier
Suparta dan Herry Noer Aly, Metodologi Pengajaran Agama Islam, hal. 176-177.
[36] Abdurahman
Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan al-Qur’an, Jakarta: Rineka
Cipta, 1994, cet. Ke-2, hal. 205.
[37] Tim Penyusun
Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2001,
cet. ke-1, ed. ke-3, hal. 210.
[38] Bimo, Mahir
Mendongeng, Yogyakarta: Pro-U Media, 2013, cet. ke-2, hal. 18.
[39] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 2001, cet. ke-4, h. 97
[40] Soekanto, Seni Bercerita Islami, Jakarta; Bina Mitra Press, 2001,
cet. ke-2, h. 9
[41] Asnelli Ilyas,
Mendambakan Anak Soleh, Bandung : Al-Bayan, 1997, Cet. Ke-2, h.34.
[42] Hapinudin dan Winda Gunarti, Pedoman Perencanaan dan Evaluasi
Pengajaran di Taman Kanak-kanak, Jakarta: PGTK Darul Qolam, 1996, hal. 62.
[43] Abdul Aziz, Mendidik Dengan Cerita, Bandung: Remaja Rosda Karya,
2001, Cet-1, hal. 6
[44] M. Arifin,
Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Askara, 1999, Cet ke-1, hal.61
[45] Bimo, Mahir
Mendongeng, hal. 23-27.
[46] J. Abdullah,
Memilih Dongeng Islami Pada Anak,
Jakarta : Amanah, 1997, hal. 2.
[47] Sugihastuti,
Serba-serbi Cerita Anak-anak, Jakarta : Pustaka Pelajar,1996, Cet.ke-1, hal. 35
[48] Ibid.
[49] Achmad Hidayat dan Arief Imron, Paduan Mengajar KBK di Taman
Kanak-kanak, Jakarta : Insida Lantabora, 2004, Cet ke-1, h. 35
[50] Eddy Supriadi,
Srategi Belajar Mengajar, Jakarta : LPGTK Tadika Puri, 2003, h. 13
[51] Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Jakarta : Hida
Karya Agung, 1983, cet-11, hal. 19
[52] Moeslichatoen, Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak, Jakarta : PT
Asdi Mahasatya, 2004, Cet ke-2, h.170
[53] Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan, Jakarta :
Ciputat Press, 2002, Cet-1, h.159-162
[54] Ibid.
[55] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan
Islam, hal. 193
[56] Ibid., hal.
105.
[57] Ibid.
[58] Muhammad Qutb,
Sistem Pendidikan Islam, terj. Salman Harun, (Bandung: PT. Al-Ma‟arif,
tth),…hal. 326
[59] Arief Armai.Op.Cit, hlm. 128
[60] S. Nasution ,
Didaktife Asas-asas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hal. 10
[61] Ibid., hal.
102.
[62] Abuddin Nata,
Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, h. 184.
[63] Mundzier
Suparta dan Herry Noer Aly, Metodologi Pengajaran Agama Islam, hal. 177-178.
[64] Syaiful Bahri
dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, hal. 95.
[65] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan
Islam, hal. 199
[66] Ibid., hal. 199-200
[67] Ibid., hal. 200
[68] Ibid.
[69] Ibid., hal. 201
[70] Ibid.
[71] Ibid., hal. 202
[72] Ibid., hal. 203
[73] Abuddin Nata,
Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, h. 194-195.
[74] Syaiful Bahri
dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, hal. 95-96.
[75] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan
Islam, hal. 204
[76] Ibid.
[77] Ibid.
[78] Ibid., hal. 168.
[79] Mundzier
Suparta dan Herry Noer Aly, Metodologi Pengajaran Agama Islam, hal. 162.
[80] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu pendidikan
Islam, hal. 169.
[81] Mundzier
Suparta dan Herry Noer Aly, Metodologi Pengajaran Agama Islam, hal. 163.
[82] Abuddin Nata,
Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, hal. 200.
[83] Mundzier
Suparta dan Herry Noer Aly, Metodologi Pengajaran Agama Islam, hal. 163.
[84] Ibid., hal. 165.
[85] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu pendidikan
Islam, hal. 169.
[86] Abuddin
Nata, Perspektif Islam tentang Strategi
Pembelajaran, hal. 201.
[87] Mundzier
Suparta dan Herry Noer Aly, Metodologi Pengajaran Agama Islam, hal. 166-167.
[88] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu pendidikan
Islam, hal. 169.
[89] Abuddin Nata,
Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, hal. 201.
[90] Mundzier
Suparta dan Herry Noer Aly, Metodologi Pengajaran Agama Islam, hal. 167.
[91] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu pendidikan
Islam, hal. 169.
[92] Ibid., hal. 168-169.
[93] Abuddin Nata,
Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, hal. 202.
[94] Ibid.
[95] Ibid., hal. 199
[96] Mundzier
Suparta dan Herry Noer Aly, Metodologi Pengajaran Agama Islam, hal. 165-166.
Komentar
Posting Komentar