METODE PENDIDIKAN ISLAM

 BAB 5

METODE PENDIDIKAN ISLAM

 

A.    Pengertian Metode

Secara etimologi kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu meta dan hodos. Meta berarti melalui dan hodos berarti jalan atau cara.[1] Dalam Bahasa Arab dikenal dengan istilah al-thariq yang artinya jalan. Jalan adalah sesuatu yang dilalui agar sampai ke tujuan.[2] Dalam bahasa Inggris disebut method yang berarti cara.[3] Kamus Besar Bahasa Indonesia, mengartikan metode sebagai cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki atau cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan, guna mencapai apa yang telah ditentukan.[4]

 

B.     Pengertian Metode Pendidikan Islam

Metode pendidikan Islam adalah berbagai macam cara yang digunakan untuk memudahkan pelaksanaan pendidikan agar tujuan pendidikan Islam dapat tercapai.

 

C.    Fungsi Metode Pendidikan Islam

Fungsi metode pendidikan Islam adalah memberi inspirasi pada siswa melalui proses hubungan yang serasi antara pendidik dan siswa yang seiring dengan tujuan pendidikan Islam.[5]

 

D.    Perbedaan antara Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, Model dan Desain Pembelajaran

Perbedaan istilah tersebut sebagai berikut:

1.      Pendekatan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.  Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa dan pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru.[6] Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran.

2.      Strategi Pembelajaran. Secara umum, terdapat dua unsur dalam strategi pemebelajaran: 1) menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi siswa. 2) Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan. Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu.

3.    Metode Pembelajaran. Metode pengajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pengajaran.[7] Ada beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: ceramah, demonstrasi, tanya jawab dan lain sebagainya.[8] Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran.

4.      Teknik Pembelajaran. Teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode tanya jawab, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.[9]

5.      Taktik Pembelajaran. Taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki bakat humoris yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki bakat humoris, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekaligus juga seni.[10] Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran.

6.      Model Pembelajaran. Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, teknik dan taktik pembelajaran.[11]

7.      Desain pembelajaran, Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk kepada cara-cara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi membicarakan tentang berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah yang hendak dibangun, seperti rumah joglo, rumah gadang, rumah modern, dan lain sebagainya. Masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda dan unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak biru (blue print) rumah yang akan dibangun beserta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun kriteria penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun.

Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memiliki keterampilan yang memadai untuk mengembangkan berbagai pendekatan, metode, teknik dan taktik pembelajaran sehingga melahirkan model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan.[12]

 

E.     Kedudukan Metode Pendidikan

Metode memiliki kedudukan yang amat strategis dalam mendukung keberhasilan pengajaran. Itulah sebabnya, para ahli pendidikan sepakat, bahwa seorang guru yang ditugaskan mengajar di sekolah, haruslah guru yang profesional, yaitu guru yang ditandai oleh penguasaan prima terhadap metode pengajaran. Melalui metode pengajaran, mata pelajaran dapat disampaikan secara efisien, efektif dan terukur dengan baik, sehingga dapat dilakukan perencanaan dan perkiraan yang tepat. [13] Terdapat sejumlah bukti yang menjelaskan, bahwa hasil pengajaran yang berbeda antara yang diberikan oleh sebuah lembaga pendidikan dengan lembaga pendidikan lainnya antara lain disebabkan karena adanya perbedaan metode pengajaran yang digunakan. Metode pengajaran bahasa Arab di pesantren salafiyah pada umumnya menekankan kemampuan menganalisis gramatika bahasa, menerapkannya dalam membaca kitab dan menghafalnya hingga tuntas. Pengajaran bahasa Arab yang dilakukan pada pesantren salafiyah itu tidak mementingkan kemampuan berkomunikasi baik lisan maupun tulisan dalam bahasa Arab. Sedangkan metode pengajaran bahasa asing pada Pesantren Modern dimulai dari mempraktikkan dan dilanjutkan kepada penjelasan kebahasaannya sesuai kebutuhan. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa bahasa sebagai alat berkomunikasi dan memahami pikiran orang lain, baik secara lisan maupun tulisan serta dapat ditanamkan kepada siswa dengan jalan pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari.[14] Gambaran tersebut memperlihatkan dengan jelas, bahwa perbedaan metode mengajar ternyata menghasilkan produk kemampuan yang berbeda. Untuk itu setiap metode mengajar memiliki logikanya sendiri-sendiri serta target dan tujuannya yang khas pula. Penentuan dan pilihan terhadap sebuah metode yang akan digunakan amat ditentukan oleh produk apa yang ingin dihasilkan melalui metode yang digunakan.

Adapun kedudukan metode dalam pengajaran sebagai berikut:

1.      Metode sebagai alat motivasi ekstrinsik

Metode menempati peranan yang tidak kalah pentingnya dari komponen lainnya dalam kegiatan belajar. Tidak ada satu pun kegiatan belajar mengajar yang tidak menggunakan metode pengajaran. Ini berarti guru memahami benar kedudukan metode sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajar. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Karena itu, metode berfungsi sebagai alat perangsang dari luar yang dapat membangkitkan belajar seseorang.[15]  Dalam penggunaan metode terkadang guru harus menyesuaikan dengan kondisi dan suasana kelas, jumlah murid mermpengaruhi penggunaan metode. Tujuan pembelajaran adalah pedoman yang mutlak dalam pemilihan metode. Dalam perumusan tujuan, guru perlu merumuskannya dengan jelas dan dapat diukur. Dengan begitu, mudahlah bagi guru menentukan metode yang dipilih guna menunjang pencapaian tujuan yang telah dirumuskan tersebut. Dalam mengajar, guru jarang sekali menggunakan satu metode, karena guru menyadari bahwa semua metode ada kelebihan dan kelemahannya. Penggunaan satu metode lebih cenderung menghasilkan kegiatan belajar mengajar yang membosankan bagi siswa. Jalan pengajaran pun tampak kaku. Siswa terlihat kurang bergairah dalam belajar. Kondisi seperti ini sangat tidak menguntungkan bagi guru dan siswa. guru mendapatkan kegagalan dalam penyampaian pesan-pesan keilmuan dan siswa dirugikan. Penggunaan metode yang tepat dan bervariasi akan dapat dijadikan sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. [16]

2.      Metode sebagai strategi pengajaran

Dalam kegiatan belajar mengajar tidak semua siswa mampu berkonsentrasi dalam waktu yang relatif lama. Daya serap siswa terhadap bahan pelajaran juga bermacam-macam, ada yang cepat, lambat dan sedang. Perbedaan daya serap siswa sebagaimana tersebut diatas memerlukan strategi pengajaran  yang tepat. Metode mengajarlah salah satu jawabannya. Untuk sekelompok siswa boleh jadi mereka mudah menyerap bahan pelajaran dengan menggunakan tanya jawab dan sekelompok siswa yang lain lebih mudah menyerap dengan menggunakan cerita. Guru harus memiliki strategi agar murid dapat belajar secara efektif dan efisien dan mengena pada tujuan yang diharapkan.[17]

3.      Metode sebagai alat untuk mencapai tujuan

Tujuan adalah suatu cita-cita yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Tujuan adalah pedoman yang memberi arah kemana kegiatan belajar mengajar akan dibawa. Guru tidak bisa membawa kegiatan belajar mengajar sekehendak hatinya dan mengabaikan tujuan yang telah dirumuskan. Tujuan dari kegiatan belajar mengajar tidak akan pernah tercapai selama komponen-komponen lainnya tidak gunakan. Salah satunya adalah komponen metode. Dengan memanfaatkan metode secara akurat, guru akan mampu mencapai tujuan pengajaran.[18]

 

F.     Pendekatan Metode Pendidikan Islam

Allah Swt berfirman:

كَمَآأَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولاً مِّنكُمْ يَتْلُوا عَلَيْكُمْ ءَايَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُم مَّالَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ

Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (Al-Baqarah : 151)

Rumusan pendekatan metode pendidikan Islam dapat dipahami dari firman Allah Swt di atas, yaitu:

1.      Pendekatan tilawah (pengajaran)

Pendekatan tilawah ini meliputi membacakan ayat-ayat Allah yang bertujuan memandang fenomena alam sebagai ayat-Nya, mempunyai keyakinan bahwa semua ciptaan Allah memiliki keteraturan yang bersumber dari Rabb al-‘alamin, serta memandang bahwa segala yangada tidak diciptakan-Nya secara sia-sia belaka. Aplikasinya dengan membentuk kelompok ilmiah, kegiatan ilmiah seperti penelitian, pengkajian, seminar dan sebagainya.

2.      Pendekatan tazkiyah (penyucian)

Pendekatan ini meliputi menyucikan diri dengan upaya amar ma’ruf dan nahi mungkar. Tujuannya untuk memelihara kebersihan diri dari lingkungannya, memelihara dan mengembangkan akhlak yang baik dan menolak akhlak tercela. Aplikasinya adalah dengan membentuk gerakan kebersihan, ceramah atau tabligh, riyadhah keagamaan serta syiar islam yang lainnya.

3.      Pendekatan ta’lim al-kitab

Mengajarkan al-Kitab (al-Qur’an) dengan menjelaskan isi al-Qur’an. Aplikasinya dengan membuat kegiatan membaca literatur Islam, diskusi al-Qur’an di bawa bimbingan para ahli dan lomba kreativitas Islami.

4.      Pendekatan ta’lim al-hikmah

Pendekatan ini adalah mengadakan perenungan dan interpretasi terhadap pendekatan ta’lim al-Qur’an. Aplikasinya dapat berupa studi banding antar lembaga pendidikan atau kajian sehingga terbentuk suatu konsensus umum yang dapat dipedomani oleh masyarakat Islam secara universal.

5.      Yu’allimukum ma lam takunu ta’lamun

Suatu pendekatan yang mengajarkan suatu hal yang memang benar benar aing dan belum diketahui, sehingga pendekatan ini membawa siswa pada suatu alam pemikiran yang benar-benar luar biasa. Aplikasinya bisa mengembangkan tekhnologi baru yang dapat mempermudah kehidupan manusia sehari-hari.[19]

 

G.    Bentuk Metode Pendidikan Islam

Bentuk-bentuk metode pendidikan Islam yang relevan dan efektif dalam pengajaran adalah:

a.       Metode diakronis

Metode ini juga disebut juga metode sosiohistoris, yakni suatu metode pemahaman terhadap suatu kepercayaan, sejarah atau kejadian dengan melihatnya sebagai suatu kenyataan yang memiliki kesatuan yang mutlak dengan waktu, tempat, kebudayaan, golongan dan lingkungan tempat kepercayaan, sejarah, dan kejadian itu muncul.

Suatu metode yang menonjolkan aspek sejarah. Metode ini memberi kemungkinan adanya studi komparatif tentang berbagai penemuan dan pengembangan ilmu pengetahuan, sehingga siswa memiliki pengetahuan yang relevan, memiliki hubungan sebab-akibat atau kesatuan integral. Lebih lanjut siswa dapat menelaah kejadian sejarah dan mengetahui lahirnya tiap komponen, bagian, subsistem, sistem, dan suprasistem ajaran Islam. Wilayah metode ini lebih terarah pada aspek kognitif. Metode diakronis disebut juga metode sosiohistoris, yakni suatu metode pemahaman terhadap suatu kepercayaan, sejarah atau kejadian dengan melihatnya sebagai suatu kenyataan yang memiliki kesatuan yang mutlak dengan waktu, tempat, kebudayaan, golongan dan lingkungan tempat kepercayaan, sejarah dan kejadian itu muncul. Metode ini menyebabkan siswa ingin mengetahui, memahami, menguraikan, dan meneruskan ajaran-ajaran Islam dari sumber-sumber dasarnya, yakni Al-Qur’an dan Hadits.

 

b.      Metode Sinkronis-Analitis

Suatu metode pendidikan Islam yang memberi kemampuan analisis teoretis yang sangat berguna bagi perkembangan keimanan dan mental intelektual. Teknik pengajarannya meliputi diskusi, lokakarya, seminar, kerja kelompok, resensi buku, lomba karya ilmiah dan sebagainya.

Suatu metode pendidikan Islam yang memberi kemampuan analisis teoretis yang sangat berguna bagi perkembangan keimanan dan mentalintelek. Metode ini tidak semata-mata mengutamakan segi pelaksanaan atau aplikasi praktis. Teknik pengajarannya meliputi diskusi, lokakarya, seminar, kerja kelompok, resensi buku, lomba karya ilmiah, dan sebagainya. Metode diakronis dan metode sinkronis analitis menggunakan asumsi dasar sebagai berikut:

1)      Islam adalah wahyu Ilahi yang berlainan dengan kebudayaan sebagai hasil daya cipta dan rasa manusia

وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلۡهَوَىٰٓ إِنۡ هُوَ إِلَّا وَحۡيٞ يُوحَىٰ

dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya) (An-Najm : 3 - 4).

2)      Islam adalah agama yang sempurna dan di atas segala-galanya

ٱلۡيَوۡمَ أَكۡمَلۡتُ لَكُمۡ دِينَكُمۡ وَأَتۡمَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ نِعۡمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلۡإِسۡلَٰمَ دِينٗا

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu (Al-Maidah : 3).

3)      Islam merupakan suprasistem yang memiliki beberapa sistem dan subsistem dan komponen dengan bagian-bagiannya dan secara keseluruhan merupakan suatu struktur yang unik

وَمِنۡ ءَايَٰتِهِ ٱلَّيۡلُ وَٱلنَّهَارُ وَٱلشَّمۡسُ وَٱلۡقَمَرُۚ لَا تَسۡجُدُواْ لِلشَّمۡسِ وَلَا لِلۡقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلّهِ ٱلَّذِي خَلَقَهُنَّ إِن كُنتُمۡ إِيَّاهُ تَعۡبُدُونَ 

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, Jika Ialah yang kamu hendak sembah (Fushilat : 37)

4)      Wajib bagi umat Islam untuk mengajak pada kebajikan dan melarang perbuatan kejahatan

وَلۡتَكُن مِّنكُمۡ أُمَّةٞ يَدۡعُونَ إِلَى ٱلۡخَيۡرِ وَيَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (Ali Imran : 104).

5)      Wajib bagi umat Islam untuk mengajak orang lain ke jalan Allah  dengan hikmah yang penuh kebijaksanaan

ٱدۡعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلۡحِكۡمَةِ وَٱلۡمَوۡعِظَةِ ٱلۡحَسَنَةِۖ وَجَٰدِلۡهُم بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ وَهُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِينَ

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk (An-Nahl : 125)

6)      Wajib bagi umat Islam untuk menyampaikan risalah Islam kepada orang lain menurut kemampuannya.

حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ الضَّحَّاكُ بْنُ مَخْلَدٍ أَخْبَرَنَا الْأَوْزَاعِيُّحَدَّثَنَا حَسَّانُ بْنُ عَطِيَّةَ عَنْ أَبِي كَبْشَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَا حَرَجَ وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ

Telah bercerita kepada kami Abu 'Ashim adl-Dlahhak bin Makhlad telah mengabarkan kepada kami Al Awza'iy telah bercerita kepada kami Hassan bin 'Athiyyah dari Abi Kabsyah dari 'Abdullah bin 'Amru bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sampaikan dariku sekalipun satu ayat dan ceritakanlah (apa yang kalian dengar) dari Bani Isra'il dan itu tidak apa (dosa). Dan siapa yang berdusta atasku dengan sengaja maka bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka" (Shahih Bukhari: 3202)

7)      Wajib bagi sebagian umat Islam untuk memperdalam ajaran Islam

وَمَا كَانَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لِيَنفِرُواْ كَآفَّةٗۚ فَلَوۡلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرۡقَةٖ مِّنۡهُمۡ طَآئِفَةٞ لِّيَتَفَقَّهُواْ فِي ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوۡمَهُمۡ إِذَا رَجَعُوٓاْ إِلَيۡهِمۡ لَعَلَّهُمۡ يَحۡذَرُونَ

Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya (At-Taubah : 122).

 

c.       Metode Problem Solving (Hill al-Musykilat)

Metode pemecahan masalah adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis, dibandingkan, dan disimpulkan dalam usaha mencari pemecahan dan jawabannya.[20]

Metode pemecahan masalah merupakan metode yang merangsang berfikir dan menggunakan wawasan tanpa melihat kualitas pendapat yang disampaikan oleh siswa. Seorang guru harus pandai-pandai merangsang siswanya untuk mencoba mengeluarkan pendapatnya. Metode ini melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama.

Penggunaan metode ini akan menempuh langkah-langkah sebagai berikut:

1)      Mengidentifikasi masalah secara jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya;

2)      Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya, berdiskusi, dan lain-lain;

3)      Menetapkan jawaban sementara terhadap masalah tersebut, yang didasarkan atas data yang telah diperoleh pada langkah kedua di atas;

4)      Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa diusahakan untuk dapat memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin akan kebenaran jawaban tersebut. Untuk menguji kebenaran jawaban ini diperlukan metode-metode lain seperti demonstrasi, tugas, dan diskusi;

5)      Menarik kesimpulan. Artinya, siswa harus sampai kepada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah.[21]

Kelebihan metode pemecahan masalah:

1)      Metode ini dapat membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan;

2)      Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah dapat membiasakan para siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil, apabila menghadapi permasalahan di dalam kehidupan dalam keluarga dan masyarakat sehingga menjadi suatu kemampuan yang sangat bermakna bagi kehidupan manusia;

3)      Metode ini merangsang perkembangan kemampuan berpikir siswa secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya, siswa banyak melakukan mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahannya.

Kekurangan Metode Pemecahan Masalah:

1)      Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berfikir siswa, tingkat sekolah dan kelasnya serta pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa, sangat memerlukan kemampuan dan ketrerampilan guru. Sering orang beranggapan keliru bahwa metode pemecahan masalah hanya cocok untuk SMP, SMU dan Perguruan tinggi saja. Padahal, untuk siswa SD juga bisa dilakukan yang sesuai dengan taraf kemampuan siswa;

2)      Proses belajar mengajar dengan menggunakan metode ini sering memerlukan waktu yang banyak dan sering terpaksa mengambil waktu pelajaran lain;

3)      Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan permasalahan sendiri atau kelompok, yang kadang-kadang memerlukan berbagai sumber belajar, merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa.[22]

 

d.      Metode Empiris (Tajribiyah)

Suatu metode mengajar yang memungkinkan siswa mempelajari ajaran Islam melalui proses realisasi aktualisasi, serta internalisasi norma-norma dan kaidah Islam melalui proses aplikasi yang menimbulkan suatu interaksi sosial. Kemudian secara deskriptif, prosesproses interaksi dapat dirumuskan dalam suatu sistem norma baru (tajdid). Proses ini selanjutnya berjalan dalam suatu putaran yang radiusnya makin lama makin berkembang. Keuntungan metode ini adalah siswa tidak hanya memiliki kemampuan secara teoretis-normatif, tetapi juga adanya pengembangan deskrptif inovasi beserta aplikasinya dalam kehidupan sosial yang nyata. Metode problem solving dan metode empiris menggunakan asumsi dasar sebagai berikut: 25

1)      Norma (ketentuan) kebajikan dan kemungkaran selalu ada dan diterangkan dalam Islam.

وَلۡتَكُن مِّنكُمۡ أُمَّةٞ يَدۡعُونَ إِلَى ٱلۡخَيۡرِ وَيَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung (Ali Imran : 104).

2)      Ajaran Islam merupakan jalan menuju pada ridha Allah Swt

مُّحَمَّدٞ رَّسُولُ ٱللَّهِۚ وَٱلَّذِينَ مَعَهُۥٓ أَشِدَّآءُ عَلَى ٱلۡكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيۡنَهُمۡۖ تَرَىٰهُمۡ رُكَّعٗا سُجَّدٗا يَبۡتَغُونَ فَضۡلٗا مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضۡوَٰنٗاۖ سِيمَاهُمۡ فِي وُجُوهِهِم مِّنۡ أَثَرِ ٱلسُّجُودِۚ ذَٰلِكَ مَثَلُهُمۡ فِي ٱلتَّوۡرَىٰةِۚ وَمَثَلُهُمۡ فِي ٱلۡإِنجِيلِ كَزَرۡعٍ أَخۡرَجَ شَطۡ‍َٔهُۥ فَ‍َٔازَرَهُۥ فَٱسۡتَغۡلَظَ فَٱسۡتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِۦ يُعۡجِبُ ٱلزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ ٱلۡكُفَّارَۗ وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ مِنۡهُم مَّغۡفِرَةٗ وَأَجۡرًا عَظِيمَۢا

Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar (Al-Fath : 29).

3)      Ajaran Islam merupakan risalah atau pedoman hidup di dunia dan di akhirat

شَرَعَ لَكُم مِّنَ ٱلدِّينِ مَا وَصَّىٰ بِهِۦ نُوحٗا وَٱلَّذِيٓ أَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡكَ وَمَا وَصَّيۡنَا بِهِۦٓ إِبۡرَٰهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَىٰٓۖ أَنۡ أَقِيمُواْ ٱلدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُواْ فِيهِۚ كَبُرَ عَلَى ٱلۡمُشۡرِكِينَ مَا تَدۡعُوهُمۡ إِلَيۡهِۚ ٱللَّهُ يَجۡتَبِيٓ إِلَيۡهِ مَن يَشَآءُ وَيَهۡدِيٓ إِلَيۡهِ مَن يُنِيبُ

Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya) (Ash-Shura : 13)

4)      Ajaran Islam sebagai sumber ilmu pengetahuan

وَمَا كَانَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لِيَنفِرُواْ كَآفَّةٗۚ فَلَوۡلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرۡقَةٖ مِّنۡهُمۡ طَآئِفَةٞ لِّيَتَفَقَّهُواْ فِي ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوۡمَهُمۡ إِذَا رَجَعُوٓاْ إِلَيۡهِمۡ لَعَلَّهُمۡ يَحۡذَرُونَ

Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya (At-Taubah : 122).

5)      Pemahaman terhadap ajaran Islam bersifat empiris-intuitif. Sebagaimana firman Allah Swt.

سَنُرِيهِمۡ ءَايَٰتِنَا فِي ٱلۡأٓفَاقِ وَفِيٓ أَنفُسِهِمۡ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَهُمۡ أَنَّهُ ٱلۡحَقُّۗ

Karena akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelas bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu benar” (Al-Fushilat : 53)

 

e.       Metode Induktif (Istiqraiyah)

Metode yang dilakukan oleh pendidik dengan cara mengajarkan materi yang khusus (juz’iyah) menuju pada kesimpulan yang umum. Tujuan metode adalah agar siswa bisa mengenal kebenarankebenaran dan hukum-hukum umum setelah melalui riset. Prosedur pelaksanaan metode induktif dapat dilakukan dengan empat tahap, yaitu:

1)      Adanya penjelasan dan penguraian serta penampilan topik pikiran yang umum

2)      Menampilkan pokok-pokok pikiran dengan cara menghubunghubungkan masalah tertentu, sehingga dapat mengikat bahasan untuk menghindari masuknya bahasan yang tidak relevan.

3)      Identifikasi masalah dengan mensistematisasikan unsur-unsurnya.

4)      Aplikasi formula yang baru tersebut.

4)

f.        Metode Deduktif

Metode yang dilakukan oleh pendidik dengan cara menampilkan kaidah yang umum kemudian menjabarkannya dengan berbagai contoh masalah sehingga menjadi terurai. Dalam pendidikan, metode deduktif sangat diperlukan. Kenyataan ini menjadi lebih jelas ketika seseorang menyadari bila mempelajari fakta-fakta yang berserakan, ia tidak akan dapat menunjukkan inti dari pengajaran. Oleh karena itu, merumuskan suatu prinsip umum dari fakta-fakta yang berserakan semacam itu lebih berharga, sebab ia mengharuskan siswa untuk membandingkan dan merumuskan konsep-konsep. Namun, ketika beberapa fakta atau elemen-elemen itu hilang, siswa tersebut tidak mungkin bisa mencapai tujuannya. Hal ini menunjukkan bahwa guru dapat memainkan peranan dalam mengembangkan deduksi melalui pemberian fakta-fakta atau materi-materi yang diperlukan terhadap siswa dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk menemukan prinsip umum tersebut.[23]

 

H.    Teknik Pendidikan Islam

Realisasi dari metode pendidikan Islam dapat diaplikasikan dengan cara-cara praktis yang disebut dengan teknik pendidikan Islam. Adapun teknik-teknik itu sebagai berikut:

a.      Teknik muhadharah (pertemuan)

1)      Teknik mawidzah (ceramah)

Teknik ceramah adalah cara penyajian pelajaran yang dilakukan oleh guru dengan penuturan dan penjelasan lisan secara langsung di hadapan siswa.[24]

Teknik ceramah digunakan dengan cara yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa yang dijadikan sasaran. Begitu juga daya tarik ceramah bisa berbeda-beda, tergantung kepada siapa pembicaranya, bagaimana pribadi si pembicara, dan bagaimana bobot pembicaraannya. Semua ini akan menjadi catatan yang mendasari daya tarik ceramah yang disampaikan. Ini memberi petunjuk bahwa, jika seorang guru akan menggunakan teknik ceramah dan ceramahnya ingin diperhatikan orang, maka ceramahnya itu harus mempunyai kualitas-kualitas sebagaimana disebutkan diatas. Di samping itu penceramah harus memperhatikan penampilan seperti cara berpakaian, kebersihan muka, penggunaan tangan, mimik muka, anggukan dan gelengan kepala, intonasi suara, dan semua yang harus diperhatikan.[25]

Teknik cermah sifatnya lebih monolog, komunikasi satu arah kurang memperhatikan logika lawan bicara. Karenanya, teknik ini hendaknya dibarengi dengan teknik lainnya agar lebih hidup dan memiliki nilai lebih dalam upaya penyampian informasi kepada siswa.[26]

Teknik ceramah dapat digunakan dalam kondisi sebagai berikut:

a)      Guru ingin mengajarkan topik baru. Guru dapat mengantarkan gambaran umum tentang topik itu dengan berceramah.

b)      Tidak ada sumber bahan pelajaran pada siswa, sehingga siswa di tuntut kreativitasnya untuk membuat catatan-catatan penting dari bahan pelajaran yang disampaikan oleh guru.

c)      Guru menghadapi jumlah siswa yang cukup banyak, sehingga tidak memungkinkan untuk memperhatikan siswa secara individual.

d)      Guru ingin membangkitkan semangat belajar pada siswa.

e)      Proses belajar memerlukan penjelasan secara lisan.[27]

Berceramah tampaknya pekerjaaan yang mudah karena guru hanya menyajikan informasi. Sebenarnya tidak demikian. Kebanyakan guru tidak memiliki sifat dan keterampilan yang diperlukan untuk menggunakan teknik ceramah. Akibatnya, ceramah yang sebetulnya mengasikkan menjadi pembacaan yang membosankan. Beberapa tip ceramah di bawah ini:

a)      Guru perlu membatasi waktu ceramah sesuai dengan tingkatan usia siswa. Idealnya, waktu yang digunakan kurang dari setengah jam;

b)      Menyusun rencana ceramah. Rencana yang terlalu rinci dan lengkap mengandung bahaya. Guru sering kehilangan urutannya di tengah-tengah proses belajar mengajar dan sulit menemukannya. Guru dan siswa menjadi bingung karenanya. Ringkasan yang berisi bagian-bagian kalimat yang dapat membantu ingatan guru merupakan rencana yang baik;

c)      Menyusun pertanyaan-pertanyaan untuk diajukan kepada siswa, baik dijawab ketika ceramah berlangsung maupun di akhir ceramah guna mengukur efektivitas belajar siswa;

d)      Menyajikan contoh yang lucu yang menyerupai pengalaman murid akan membuat ceramah menjadi efektif. Hendaknya dihindari lelucon yang tidak lucu, karena akan merendahkan guru di mata siswa;

e)      Ceramah dengan suara nyaring bukan lemah, gaya antusiastik bukan oratoris dan bombastis, serta tempo bicara yang rendah bukan tinggi;

f)       Menggunakan bahasa yang dimengerti umum, bukan oleh kalangan tertentu. Kalimat tunggal yang pendek lebih dapat membantu siswa ketimbang kalimat majemuk dan panjang. [28]

Agar teknik ceramah efektif maka perlu diterapkan bahasa yang baik dan benar sebagaimana yang dinjurkan di dalam al-Qur’an:

a)      Qaulan Kariman.

Kata Kariman bisa diterjemahkan mulia. Kata ini terdiri dari kaf, ra, mim yang menurut pakar bahasa mengandung makna mulia atau terbaik sesuai objeknya. Bila dikatakan rizqun karim berarti rizqi yang halal dalam perolehan dan pemanfaatannya serta memuaskan dalam kualitas dan kuantitasnya. Bila kata karim dikaitan dengan akhlak menghadapi orang lain, maka ia bermakna pemaafan.1 Ungkapan Qaulan kariman dalam Alquran hanya terdapat satu kali pada Qur’an:

وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلآ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَتَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيمًا

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia (Al-Isra : 23).

b)      Qaulan Maysuran

Kata maysuan berasal dari kata “yusr” yang berarti gampang, mudah, ringan. Dalam Alquran terdapat kata Qaulan maysuran merupakan tuntunan untuk melakukan komunikasi dengan mempergunakan bahasa yang mudah dimengerti dan melegakan perasaan. Ungkapan Qaulan Maysuran dalam Alquran hanya terdapat satu kali:

وَإِمَّا تُعْرِضَنَّ عَنْهُمُ ابْتِغَآءَ رَحْمَةٍ مِّن رَّبِّكَ تَرْجُوهَا فَقُل لَّهُمْ قَوْلاً مَّيْسُورًا

Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, Maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas (Al-Isra: 28) .

c)      Qaulan Balighan

Asal balighan adalah balagha yang artinya sampai atau fasih. Qaulan balighan dapat diterjemaahkan dalam komunikasi yang efektif dan ungkapan atau perkataan yang sampai kepada maksud, berpengaruh dan berbekas kepada jiwa. Ungkapan Qaulan Balighan dalam Alquran hanya terdapat satu kali, yakni:

أُوْلاَئِكَ الَّذِينَ يَعْلَمُ اللهُ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ وَعِظْهُمْ وَقُل لَّهُمْ فِي أَنفُسِهِمْ قَوْلاً بَلِيغًا

Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan Katakanlah kepada mereka Perkataan yang berbekas pada jiwa mereka (An-Nisa: 63).

d)      Qaulan Layyinan

Layyinan secara harfiyah berarti komunikasi yang lemah lembut. Ungkapan Qaulan Layyinan dalam Alquran hanya terdapat satu kali’:

فَقُولاَ لَهُ قَوْلاً لَّيِّنًا لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى

Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut (Thaha : 44).

e)      Qaulan Saddan

Sadid artinya benar, tepat.16 Kata sadida berasal dari sadda yasuddu dengan arti secara harfiah berarti benar atau tepat.17 Allah Swt berfirman:

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar (An-Nisa : 9)

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا

Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar (Al-Ahzab : 70)

f)         Qaulan Ma’rufan

Kata Ma’rufan berbentuk isim maf’ul yang berasal dari madhinya arafa.Salah satu pengertian ma’rufan secara etimologis adalah al-khair atau al-ikhsan, yang berarti yang baik-baik.Jadi Qaulan ma’rufan mengandung pengertian perkataan atau ungkapan yang baik dan pantas.23 Di dalam Al-Qur’an Qaulan ma’rufan di temukan pada empat tempat:

وَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُم بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَآءِ أَوْ أَكْنَنْتُمْ فِي أَنفُسِكُمْ عَلِمَ اللهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ وَلَكِن لاَّ تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلاَّ أَن تَقُولُوا قَوْلاً مَّعْرُوفًا وَلاَ تَعْزِمُوا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّى يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ

Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) Perkataan yang ma'ruf. dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya. dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; Maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun (Al-Baqarah : 235)

يَانِسَآءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِّنَ النِّسَآءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلاَ تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلاً مَّعْرُوفًا

Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertaqwa.Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik (Al-Ahzab : 32)

وَلاَتُؤْتُوا السُّفَهَآءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلاً مَّعْرُوفًا

Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (An-Nisa:5)

وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَةَ أُوْلُوا الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ فَارْزُقُوهُم مِّنْهُ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلاً مَّعْرُوفًا

Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik (An-Nisa : 8)

Untuk kelancaran ceramah, maka Nabi Musa berdoa agar lancar ketika berceramah, karena lidahnya kaku (cadel) akibat memakan api di waktu kecil di hadapan fir’aun. Tujuan berdoa ini agar pendengarnya memahami apa yang dikatakan. Doa itu sebagaimana firman Allah Swt:

قَالَ رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي  وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي  وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِّن لِّسَانِي  يَفْقَهُوا قَوْلِي

Berkata Musa:"Ya Rabbku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku (Thaha:28)

 

2)      Teknik kitabah (tulisan)

Teknik yang dilakukan dengan cara menyebarkan informasi kepada siswa melalui resume tulisan, diklat, buku modul, buku literatur, serta brosur-brosur. Teknik ini bisa di gunakan sebagai ganti dari tatap muka bila guru berhalangan, disamping untuk melengkapi ceramah guru yang di sampaikan kepada siswa secara garis besarnya. Teknik tulisan ini mempunyai kelebihan yaitu bisa bertahan lama dan lebih abadi serta dapat di baca berulang-ulang bila di perlukan. Sehingga isinya dapat di fahami lebih mendalam, serta dapat di baca sewaktu-waktu, sesuai dengan tempat dan kesempatan yang tersedia. Kelemahannya adalah banyak juga orang yang tidak senang membaca, tetapi lebih senang mendengar.

 

b.      Teknik hiwar (dialog)

Teknik yang di lakukan dengan penyajian suatu topik masalah yang di lakukan melalui dialog antara guru dan siswa. Teknik dialog dapat berfungsi dengan baik jika terjadi komunikasi transaksi yang di dukung oleh minat yang tinggi bagi guru dan siswa untuk mengetahui jawaban dari masalah yang di hadapi.

Prinsip yang haru dipatuhi bagi guru dan siswa dalam penggunaan teknik dialog adalah:

a)      Tidak memihak salah satu individu individu atau kelompok, apalagi memihak pada individu atau kelompok yang berpendapat tidak benar, sebab hakikat teknik ini digunakan untuk mencari kebenaran.

b)      Pernyataan yang dikemukakan harus disertai argument yang kuat, sehingga dapat diakui kebenarannya tanpa diragukan.

c)      Adanya komunikasi transaksi dan masing-masing pihak berfungsi untuk menajamkan persoalan yang dihadapi sehingga menemukan suatu kebenaran.

Untuk merealisasikan teknik dialog dapat di gunakan teknik-teknik sebagai berikut:

 

1)      Teknik asilah wa ajwibah (Tanya jawab)

Teknik tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada siswa, tetapi dapat pula dari siswa kepada guru.[29]

Teknik tanya jawab berguna untuk mencapai tujuan, antara lain:

a)      Mengetahui penguasaan siswa terhadap pengetahuan yang telah lalu agar guru dapat menghubungkannya dengan topik bahasan yang baru atau memeriksa efektifitas pengajaran yang dijalaninya;

b)      Menguatkan pengetahuan dan gagasan pada siswa dengan memberi kesempatan untuk mengajukan persoalan yang belum dipahami, dan guru mengulang bahan pelajaran yang berkaitan dengan persoalan tersebut;

c)      Memotivasi siswa untuk aktif berpikir, memperhatikan jalannya proses belajar mengajar, dan melakukan pembahasan guna mencapai kebenaran;

d)      Mendorong siswa untuk berbuat, menunjukkan kebenaran, dan membangkitkan semangat untuk maju.

Dilihat dari waktu penyampaiannya, pertanyaan dibagi menjadi tiga:

a)      Pertanyaan awal pelajaran, yaitu pertanyaaan pendahuluan yang dimaksud untuk menghubungkan pengetahuan yang telah lalu dengan pengetahuan yang baru, merangsang minat siswa untuk menerima pelajaran baru, dan memusatkan perhatian mereka kepada pelajaran;

b)      Pertanyaan ditengah-tengah berlangsungnya proses belajar mengajar. Pertanyaan ini dimaksudkan untuk mendiskusikan bagian-bagian pelajaran dan menarik sebagai fakta baru;

c)      Pertanyaan akhir pelajaran, yaitu pelajaran penutup yang dimaksudkan untuk mengulang, menghubungkan bagian-bagian topik bahasan, dan menarik kesimpulan pelajaran sehingga siswa dapat memahami pelajaran dengan mudah.

Dilihat dari sasarannya, pertanyaan pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu pertanyaan ingatan dan pertanyaan pikiran:

a)         Pertanyaan ingatan dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana pengetahuan sudah dikuasai oleh siswa. Kata tanya yang digunakan ialah: apa, siapa, di mana, bilamana, kapan dan berapa;

b)         Pertanyaan pikiran dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana cara berpikir siswa dalam menanggapi suatu persoalan. Kata tanya yang digunakan ialah mengapa dan bagaimana.

Tanya jawab hendaknya tidak dipandang sebagai kegiatan yang mudah. Kekeliruan dalam melaksanakannya dapat menimbulkan kerugian pada siswa. Beberapa teknik di bawah ini perlu mendapat perhatian guru:

a)      Pertanyaan hendaknya dirumuskan dengan jelas, tegas, dan terbatas, sehingga tidak menimbulkan keragu-raguan pada siswa. Pertanyaan dalam kalimat panjang sering membuat siswa lupa akan ujung pangkalnya;

b)      Pertanyaan hendaknya diajukan pada kelas sebelum menunjuk siswa untuk menjawabnya. Karena, beberapa siswa yang acuh tak acuh, saat nama mereka tidak dipanggil, mungkin akan meminta agar pertanyaan diulang;

c)      Memberi kesempatan yang cukup kepada siswa untuk memikirkan jawaban;

d)      Guru hendaknya menghargai jawaban ataupun pertanyaan siswa. Jika jawaban siswa salah, guru hendaknya memberitahukan kesalahan itu dan menunjukkan yang benar. Pemberitahuan itu hendaknya disampaikan dengan bijaksana guna mendorong mereka berani menjawab pertanyaan atau mengemukakan pendapat;

e)      Distribusi pertanyaan hendaknya merata agar semua siswa merasa diperhatikan oleh guru dan tidak ada yang merasa dianaktirikan karena tidak pernah diberi kesempatan untuk menjawab pertanyaan;

f)       Hendaknya guru tidak mengulang jawaban siswa;

g)      Membuat ringkasan hasil tanya jawab sehingga memperoleh pengetahuan secara sistematik.[30]

Teknik tanya jawab sering dipakai oleh para Nabi dan Rasul-Rasul Allah SWT, dalam mengajarkan agama yang dibawahnya kepada umatnya, bahkan para ahli pikir atau filosofpun banyak menmpergunakan metode ini.

وَمَآأَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ إِلاَّ رِجَالاً نُوحِى إِلَيْهِمْ فَسْئَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَتَعْلَمُونَ

Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui (An-Nahl: 43).

Dalam al-Qur’an banyak kita temukan teknik tanya jawab, seperti pertanyaan Allah kepada para roh:

وَإِذۡ أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ بَنِيٓ ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمۡ ذُرِّيَّتَهُمۡ وَأَشۡهَدَهُمۡ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمۡ أَلَسۡتُ بِرَبِّكُمۡۖ قَالُواْ بَلَىٰ شَهِدۡنَآۚ أَن تَقُولُواْ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنۡ هَٰذَا غَٰفِلِينَ 

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" (Al-‘Araf: 172).

وَلَئِن سَأَلۡتَهُم مَّنۡ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ وَسَخَّرَ ٱلشَّمۡسَ وَٱلۡقَمَرَ لَيَقُولُنَّ ٱللَّهُۖ فَأَنَّىٰ يُؤۡفَكُونَ

Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?" Tentu mereka akan menjawab: "Allah", maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar) (Al-Ankabut: 61).

Demikian juga tanya jawab Nabi Muhammad Saw bersama malaikat Jibril yang menanyakan masalah Iman, Islam, Ihsan dan hari kiamat (HR. Muslim).[31]

 

2)      Teknik niqasy (diskusi)

Diskusi adalah cara penyajian pelajaran, di mana siswa dihadapkan kepada suatu masalah yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan besama.[32] Diskusi terjadi apabila ada masalah dalam bentuk kesenjangan antara yang diharapkan dengan kenyataan.[33] Diskusi adalah proses pelibatan dua orang peserta atau lebih untuk berinteraksi saling bertukar pendapat, dan atau saling mempertahankan pendapat dalam pemecahan masalah sehingga didapatkan kesepakatan diantara mereka. Pembelajaran yang menggunakan teknik diskusi merupakan pembelajaran yang bersifat interaktif.

Dibanding ceramah, teknik diskusi dapat meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan siswa dalam memecahkan masalah. Tetapi dalam transformasi pengetahuan, penggunaan teknik diskusi hasilnya lambat dibanding penggunaan ceramah. Sehingga teknik ceramah lebih efektif untuk meningkatkan kuantitas pengetahuan siswa dari pada teknik diskusi.

Dilihat dari pesertanya, diskusi dibedakan menjadi:

a)      Diskusi terdiri atas beberapa orang saja atau sekelompok orang misalnya debat, reaksi lingkaran, diskusi kelas dan lain-lain sejenisnya.

b)      Diskusi yang sifatnya melibatkan sejumlah massa atau banyak orang sehingga disebut teknik interaksi massa.

Ada beberapa jenis diskusi yang dilakukan oleh guru dalam membimbing belajar siswa antara lain:

a)      Whole Group yaitu bentuk diskusi kelas dimana para pesertanya duduk setengah lingkaran, guru bertindak sebagai pemimpin dan topiknya telah direncanakan dan jumlah anggotanya tidak melebihi dari 15 siswa.

b)      Buzz Group biasanya dibagi-bagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 5 orang peserta. Tempat duduk diatur sedemikian rupa agar para siswa dapat bertukar pikiran dan bertatap muka dengan mudah. Diskusi ini biasanya diadakan ditengah-tengah pelajaran atau diakhir pelajaran dengan maksud memperjelas dan mempertajam bahan pelajaran.

c)      Panel yaitu diskusi yang dilakukan dengan cara bertukar pikiran dan pendapat yang bersifat informal yang dilakukan di hadapan sekelompok penndengar.

d)      Simposium yaitu diskusi yang terdiri dari pembawa makalah, moderator, dan notulis yang dihadapkan pada kelompok pendengar yang besar dan bersifat formal.

e)      Musyawarah bertujuan menemukan kesesuaian pendapat, sehingga terjadi keserasian dan keakraban untuk keselamatan bersama.

f)       Seminar adalah diskusi yang dilakukan dengan cara pembahasan mengenai suatu masalah yang bersifat ilmiah dengan titik pembahasannya dipusatkan pada topik yang disampaikan oleh beberapa ahli.

g)      Forum adalah diskusi yang dilakukan dengan cara penyajian bahan pelajaran melalui forum, baik datangnya dari guru atau siswa yang ditanggapi oleh siswa, misalnya forum kajian ilmiah, forum kelompok pengabdian sosial dan lainnya.[34]

Beberapa hal yang hendaknya diperhatikan oleh guru dalam menggunakan teknik diskusi ialah:

1)   Berkenaan dengan perencanaan diskusi:

a)      Tujuan diskusi harus jelas, agar arah diskusi lebih terjamin;

b)      Peserta diskusi harus memenuhi persyaratan tertentu, dan jumlahnya disesuaikan dengan sifat diskusi itu sendiri;

c)      Penentuan dan perumusan masalah yang akan didiskusikan harus jelas;

d)      Waktu dan tempat diskusi harus tepat, sehingga tidak akan berlarut-larut.

2)      Berkenaan dengan pelaksanaan diskusi:

a)      Membuat struktur kelompok (pimpinan, sekretaris, anggota);

b)      Membagi-bagi tugas dalam diskusi;

c)      Merangsang seluruh peserta untuk berpartisipasi;

d)      Mencatat ide-ide/saran-saran yang penting;

e)      Menghargai setiap pendapat yang diajukan peserta;

f)       Menciptakan situasi yang menyenangkan.

3)      Berkenaan dengan tindak lanjut diskusi:

a)      Membuat hasil-hasil/kesimpulan dari diskusi;

b)      Membacakan kembali hasilnya untuk diadakan koreksi sepenuhnya;

c)      Membuat penilaian terhadap pelaksanaan diskusi tersebut untuk dijasikan bahan pertimbangan dan perbaikan pada diskusi-diskusi yang akan datang.

4)      Catatan yang perlu diperhatikan: 

a)      Kepandaian dan kelincahan pimpinan diskusi;

b)      Jelas tidaknya masalah dan tujuan yang dirumuskan;

c)      Partisipasi dari setiap anggota;

d)      Terciptanya situasi yang merangsang jalannya diskusi;

e)      Mengusahakan masalahnya supaya cukup problematik dan merangsang pelajar berpikir. Biasanya masalah tersebut dirumuskan dalam bentuk pertanyaan pikiran.[35]

 

3)      Teknik mujadalah (debat)

Sebenarnya teknik ini hampir sama dengan teknik diskusi, hanya saja teknik ini diikuti oleh peserta heterogen yang mungkin berbeda ideologi, agama, prinsip, filsafat hidup atau perbedaan yang lainnya. Tujuan diterapkan teknik jidal adalah untuk memengaruhi atau bahkan memaksa peserta agar mengikuti keinginannya, sehingga sifat teknik ini terkesan saling menjatuhkan dan mengalahkan lawan serta ingin mempertahankan pendapat pribadi.

Teknik jidal digunakan berdasarkan klarifikasi peserta, sebagaimana yang ditujukan dalam firman allah:

اُدْعُ إِلَى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ أَحْسَنُ

Serulah (manusia) kepada jalan tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik (An-Nahl : 125).

Ayat ini mengklarifikasi siswa pada tiga kategori , yaitu :

a)      Orang yang mengetahui kebenaran dan mau melaksanakannya, sehingga orang semacam ini dikelompokkan kedalam manusia-manusia cendikia, intelektual, ulil albab, ulin nuha, atau rasihun fi al-‘ilm. Kelompok ini tidak membutuhkan nasihat, sehingga cara pemberian materi pelajaran adalah dengan memberikan kerangka filosofis terhadap berbagai pengetahuan.

b)      Orang yang mengetahui kebenaran tetapi tidak mengamalkan kebenaran tersebut. Kelompok manusia semacam ini perlu adanya nasihat, mawidhah yang baik dan berikan stimulasi pendidikan dan pengajaran sewajarnya, sehingga ia mau melaksanakannya.

c)      Orang yang mengetahui atau tidak mengetahui kebenaran tetapi menentangnya. Kelompok semacam ini perlu diterapkan teknik jadal yang bersifat ilmiah, rasional, objektif, dan menghindari adanya jidal yang emosional, ingin membantai dan sebagainya, sehingga orang tersebut mau kembali pada jalan yang baik

 

4)      Teknik brainstorming (sumbang saran)

Teknik yang dilakukan dengan cara mengajar yang mana seorang guru di dalam kelas melontarkan sejumlah pertanyaan dan masalah untuk kemudian siswa dituntut untuk menjawab dan menyatakan pendapat atau berkomentar, sehingga memungkinkan masalah tersebut berkembang menjadi masalah baru. Di samping itu, dapat pula di artikan untuk mendapatkan ide dan gagasan dari sekelomok peserta dalam waktu yang singkat tujuan dari teknik ini adalah menguras habis pengetahuan yang di ketahui peserta dalam menanggapi masalah yang diajukan.

Teknik brainstorming mempunyai banyak keunggulan yaitu siswa dapat berfikir aktif dan dapat menyatakan pendapatnya dengan cepat, adanya kebebasan berpendapat secara mutlak dan tercipta suasana demokrasi, selain itu teknik ini dapat menyebabkan persaingan yang ketat dan dapat merangsang siswa untuk tetap bersemangat sehingga siswa yang lemah terdorong untuk berpartisipasi dalam menanggapi masalah tersebut.  Namun kelemahan teknik ini adalah guru tidak mendapat wktu yang cukup kepada siswa untuk berfikir sehingga kadang-kadang pembicara di dominasi oloh siswa yang pandaoi saja. Selain itu guru yang menampung ide tidak dapat menyimpulkan masalah dan siswa tidak segera mengetahui apakah pendapatnya benar atau salah. Teknik ini tidak menjamin adanya penyelsaian masalah yang diajukan, bahkan mungkin masalah yang diajukan berkembang kearah yang tidak diharapkan, guru yang kurang disa memainkan teknik ini sehingga suasana kelas menjadi berantakan dan kacau. Teknik brainstoming dalam pendidikan Islam sangat tepat di gunakan untuk pengajaran materi perbandingan mazhab, sehingga siswa terhindar dari fanatisme terhadap mazhab tetapi juga tidak membencinya.

Istilah brainsorming dapat di artikan sebagai “pengacauan otak” yang efektif di terapkan dalam dunia training (tadrib) dan lebing mengarah pada teknik indoktrinasi (talqin). Prosedur penggunaan teknik adalah peserta training dituntut untuk menjawab sejumlah pertanyaan dan kemudian jawaban atas pertanyaan tersebut  di kejar terus dengan di bneri bantahan dan pertanyaan lagi, sampai peserta trining tidak mampu menjawab, dengan demikian pengetahuan, paham, dan kepercayaan yang di miliki menjadi kacau dan goncang, saat inilah para instruktur dapat memberikan indoktrinasi suatu kepercayaan, sehingga dia mudah sekali di tklukan. Tujuan utama teknik ini tidak membuang dan kepercayaan peserta training, melainkan  memberikan perbandingan (muqarin) suatu paham dan kepercayaan dari mazhab atau aliran lain, dan memberikan kesimpulan bahwa semua kebenaran yang di capai manusia bersifat nisbi dan temporer yang di batasi oleh ruang dan waktu.

 

c.       Teknik qishah (bercerita)

Dalam bahasa arab, cerita adalah qishah, masdar dari qassa yaqussu, yang artinya menceritakan dan menelusuri/ mengikuti jejak.[36] Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, cerita adalah tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal (peristiwa, kejadian, dsb); karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman, atau penderitaan orang; kejadian dan sebagainya baik yang sungguh-sungguh terjadi maupun yang hanya rekaan belaka; lakon yang diwujudkan atau dipertunjukkan dalam gambar hidup (sandiwara, wayang, dsb).[37]

Teknik bercerita berarti penyampaian cerita dengan cara bertutur.[38] Pendapat yang lain mengatakan bahwa teknik bercerita adalah suatu teknik yang mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan[39]atau suatu kegiatan bersifat seni dan bersandar kepada kekuatan kata-kata untuk mencapai tujuan cerita.[40] Tegasnya, teknik bercerita lebih menonjolkan penuturan lisan dibanding aspek teknis lainnya. Jadi konsep dasar bercerita adalah ‘dengarkan kata-kataku dan bayangkan dalam benakmu.’

Tujuan teknik bercerita adalah agar siswa dapat membedakan perbuatan yang baik dan buruk sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Teknik cerita juga untuk menanamkan karakter pada siswa dengan harapan dapat menggugah perasaan atau emosi mereka.[41] teknik bercerita juga untuk melatih daya tangkap dan daya berpikir, melatih daya konsentrasi, membantu perkembangan fantasi, menciptakan suasana menyenangkan di kelas,[42] mengembangkan imajinasi,[43]memahami konsep ajaran agama secara emosional, dan membangkitkan rasa ingin tahu. [44]

Adapun fungsi teknik bercerita sebagai berikut:

1)      Membangun kontak batin

Seorang guru harus memiliki kontak batin dengan para siswanya, kesuksesan seorang guru dalam menanamkan nilai karater sangat tergantung pada kontak batin ini. Dampak positif dari kontak batin ini paling tidak ada tiga hal, yaitu: a) guru di dengar/ diperhatikan; b) guru disayangi para murid, sehingga selalu merasa dekat; (c) guru dipercaya dan diteladani kata-kata, nasihat, dan tingkah lakunya. Membangun kontak batin ini sering kali lebih efektif apabila dilakukan melalui cerita. Cerita fiktif atau pengalaman-pengalaman hidup dari para guru itu sendiri, misalnya, baik yang manis maupun yang pahit, sering kali lebih berkesan bagi siswa.

2)      Media penyampai pesan/ nilai agama

Teknik memberikan nilai karakter pada teknik cerita ada bermacam-macam. Bisa saja pesan itu cukup diselipkan atau bisa pula cerita itu sendiri memang sudah bernafaskan nilai-nilai karakter tertentu, bisa pula pesan-pesan tersebut ditonjolkan melalui dialog para tokoh dalam cerita atau dalam bentuk kesimpilan yang diberikan oleh sang guru sendiri. Bahkan, siswa bisa juga diajak untuk menyimpulkan nilai-nilai yang dapat diambil dari cerita yang disampaikan.

3)      Pendidikan imajinasi/ fantasi

Berimajinasi dan berfantasi adalah sebuah proses kejiwaan yang penting, terutama pada masa kanak-kanak. Imajinasi dan fantasi akan mendorong rasa ingin tahu siswa dan sangat berfaedah bagi pendidikan kreativitas siswa. Untuk merangsang imajinasi dan memperkaya daya fantasi maka dapat dilakukan dengan bantuan cerita.                                                                                                                      

4)      Pendidikan emosi

Melalui cerita, emosi siswa selain perlu disalurkan juga perlu dilatih. Mereka dapat diajak mengarungi berbagai perasaan manusia. Ia dapat dididik untuk menghayati kesedihan, kemalangan, derita, dan nestapa. Ia dapat pula diajak untuk berbagai kegembiraan, kebahagiaan, keberuntungan, dan keceriaan. Melalui cerita, perasaan/ emosi anak dapat dilatih untuk merasakan dan menghayati berbagai lakon kehidupan manusia.

5)      Membantu proses identifikasi diri/ perbuatan

Melalui cerita, anak-anak akan mudah memahami sifat-sifat, figur-figur, dan perbuatan baik atau sebaliknya. Melalui cerita, dapat mengenalkan akhlak dan figur seseorang yang pantas diteladani; demikian sebaliknya. Dengan demikian, bercerita dapat berperan sebagai proses pembentukan karakter seorang siswa.

6)      Memperkaya pengalaman batin

Melalui cerita, pengalaman batin siswa akan menjadi kaya sehingga akan membantu kematangan jiwanya. Jiwa yang matang dan kokoh tidak mudah terombang-ambing oleh rayuan, godaan, dan tantangan hidup. Ia akan tumbuh dan berkembang menjadi anak yang tegar dan berprinsip dalam menghadapi situasi dan kondisi.

7)      Hiburan dan penarik perhatian

Bercerita merupakan sarana hiburan yang murah meriah. Di tengah-tengah kepenatan dan kejenuhan siswa belajar dan bermain, tentu siswa membutuhkan hiburan untuk mengendurkan urat syaratnya agar kembali segar. Bercerita bermanfaat untuk menghibur mereka, tanpa merogoh kocek.[45]

Salah satu unsur penting dalam teknik bercerita adalah memilih tema cerita. Tema-tema yang banyak dikenal masyarakat tidak semuanya baik untuk diceritakan kepada siswa. Maka guru harus memilih. Secara teoritis ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan dalam memilih tema cerita. Aspek-aspek tersebut diantaranya adalah:

1)      Aspek Agama

Dalam memilih tema cerita yang baik, aspek agama ini tidak dapat diabaikan mengingat tema cerita yang dipilih merupakan sarana pembentukan moral dan karakter. Jika aspek agama ini kurang diperhatikan keberadaanya, maka dikhawatirkan siswa akan memperoleh informasi-informasi yang temanya tidak baik, bahkan ada kemungkinan cerita yang demikian dapat merusak moral siswa yang sudah baik. Bagi kalangan keluarga muslim tema cerita yang dipilih tidak hanya karena gaya ceritanya saja, melainkan harus sarat dengan nilai-nilai ajaran Islam. Kini upaya menenggelamkan pengaruh cerita yang temanya tidak baik dan dapat merusak aqidah dan akhlak siswa.[46]

2)      Aspek Pedagogis

Pertimbangan aspek pendidikan dalam memilih tema cerita juga penting, sehingga dari tema cerita diperoleh dua keuntungan, yaitu menghibur dan mendidik siswa dalam waktu yang bersamaan. Disinilah letak peran pencerita untuk dapat memilih tema cerita dan menyampaikan pesan-pesan didaktis dalam cerita. Unsur mendidik, baik secara langsung ataupun tidak langsung terimplisit dalam tema dongeng.[47]

3)      Aspek Psikologis

Mempertimbangkan aspek psikologis dalam memilih tema cerita sangat membantu perkembangan jiwa siswa. Mengingat siswa adalah manusia yang sedang berkembang. Maka secara kejiwaan tema ceritapun disesuaikan dengan kemampuan berfikir, kestabilan emosi, kemampuan berbahasa serta tahap perkembangan pengetahuan siswa dalam mengahayati cerita tersebut. Cerita yang baik dapat mempengaruhi perkembangan siswa. [48]

Cerita sebaiknya diberikan secara menarik dan membuka kesempatan bagi siswa untuk bertanya dan memberikan tanggapan setelah guru selesai bercerita. Cerita akan lebih bermanfaat jika dilaksanakan sesuai dengan minat, kemampuan dan kebutuhan siswa.[49]

Adapun teknik penggunaan dari masing-masing bentuk teknik bercerita tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1)      Bercerita dengan alat peraga

Dalam melaksanakan kegiatan digunakan alat peraga untuk memberikan kepada siswa suatu tanggapan yang tepat mengenai hal-hal yang didengar dalam suatu cerita :

a)      Bercerita dengan alat peraga langsung

Alat peraga dalam pengertian ini adalah beberapa jenis hewan atau benda-benda yang sebenarnya bukan tiruan atau berupa gambar-gambar. Penggunaan alat peraga langsung untuk memberikan kepada siswa suatu tanggapan yang tepat mengenai hal-hal yang didengar dalam cerita. Dalam bentuk cerita ini guru sebaiknya menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :

1.      Alat peraga diperhatikan dan diperkenalkan terlebih dahulu pada siswa.

2.      Guru menjelaskan dengan singkat melalui tanya jawab dengan mengenalkan objek yang akan diceritakan.

3.      Alat peraga kemudian disimpan sebelum guru bercerita dan mengatur posisi duduk siswa.

b)      Bercerita dengan gambar

Bercerita dengan gambar hendaknya sesuai dengan tahap perkembangan siswa, isinya menarik, mudah dimengerti dan membawa pesan, baik dalam hal pembentukan prilaku positif maupun pengembangan kemampuan dasar. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam bercerita dengan gambar adalah :

1.      Gambar harus jelas dan tidak terlalu kecil.

2.      Guru memperhatikan gambar tidak terlalu tinggi dan harus terlihat.

3.      Gambar-gambar yang digunakan harus menarik.

4.      Gambar yang ditutup setiap kali guru memulai kembali.[50]

c)      Bercerita dengan menggunakan buku cerita

Bercerita dengan buku dilakukan dengan membacakan cerita dari sebuah buku cerita bergambar. Dalam buku cerita bergambar biasanya terdapat tulisan kalimat-kalimat pendek yang menceritakan secara singkat gambar tersebut. Kegiatan membacakan cerita ini dilakukan karena kebanyakan siswa sekolah dasar gemar akan cerita yang dibacakan oleh guru atau orang dewasa lainya. Ada dua hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam membacakan cerita, seperti:

1.      Buku cerita dipegang dengan posisi yang dapat dilihat semua siswa.

2.      Ketika memegang buku guru tidak boleh melakukan gerakan-gerakan seperti bercerita tanpa alat peraga, intonasi dan nada serta mimik gurulah yang berperan di samping gambar-gambar dan kalimat-kalimat dalam buku untuk membantu fantasi anak.

2) Bercerita dengan alat peraga

Kegiatan belajar mengajar di Sekolah Dasar dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknik jika tidak ada alat peraga yang kongkrit. Dalam kegiatan bercerita yang berperan adalah guru dengan cara bercerita melalui ekspresi yang tepat. Dalam menggunakan teknik ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan di antaranya adalah sebagai berikut :

a)      Guru harus menunjukan mimik muka, gerakan-gerakan tangan dan kaki serta suara sebagai pencerminan dan penghayatan secara sungguh-sungguh terhadap isi dan alur cerita.

b)      Dalam bercerita harus menggunakan bahasa yang jelas, komunikasi dan mudah dimengerti siswa.

c)      Sebelum bercerita aturlah posisi duduk siswa dan guru.

d)      Selama bercerita hindari teguran pada siswa.

Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat diketahui bahwa teknik yang dipergunakan guru dalam bercerita ditentukan pula oleh bentuk cerita yang akan disajikan. Cerita yang membekas pada diri siswa akan sangat berpengaruh dalam kehidupan selanjutnya. Sebagaimana Mahmud Yunus mengemukakan bahwa pengaruh cerita lebih besar dari pada memberikan pengajaran semata-mata dengan nasehat atau menyuruh dan melarang kepada siswa.[51]

Adapun pelaksanaan teknik cerita sebagai berikut:

a)      Mengkomunikasikan tujuan dan tema dalam kegiatan siswa.

b)      Mengatur tempat duduk agar dapat mendengarkan dengan intonasi yang jelas.

c)      Pembukaan kegiatan bercerita, guru menggali pengalaman-pengalaman siswa sesuai dengan tema cerita.

d)      Menggunakan alat peraga/ media untuk menarik perhatian dan menetapkan rancangan cara-cara bertutur yang dapat menggetarkan perasaan siswa.

e)      Menjaga kontak mata secara kontinyu kepada siswa. Kontak mata adalah suatu isyarat dari guru kepada siswa agar siswa mau memperhatikan. Selain itu kontak mata juga berarti sebuah penghargaan dari guru kepada siswa karena merasa diperhatikan.

f)       Menggunakan bahasa yang komunikatif dan mudah dipahami oleh siswa. Oleh sebab itu guru sebaiknya tidak menggunakan istilah-istilah yang kurang populer yang membuat siswa sulit memahami materi cerita yang disampaikan.

g)      Guru dalam menyajikan materi cerita hendaknya runtut, sehingga alur cerita mudah dipahami oleh siswa.

h)      Menanggapi respon siswa dengan segera, agar siswa merasa diperhatikan. Apabila siswa memberikan respon yang tepat segeralah diberi penguatan dan bila responnya kurang tepat maka segeralah tunjukkan  bahwa respon itu perlu diperbaiki dengan tidak menyinggung perasaan siswa.

i)       Menjaga suasana kelas tetap kondusif dan menggairahkan. Untuk menjaga kelas agar tetap kondusif guru bisa menunjukkan sikap yang bersahabat dan akrab, penuh gairah dalam menyampaikan cerita serta sesekali memberikan humor yang segar yang menyenangkan.

j)       Penutup kegiatan bercerita dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan isi cerita.[52]

Kelebihan teknik cerita antara lain:

a)      Kisah dapat mengaktifkan dan membangkitkan semangat siswa karena siswa kan senatiasa merenungkan makna dan mengikuti berbagai situasi kisah, sehingga anak didik terpengaruh oleh tokoh dan topik kisah tersebut.

b)      Mengarahkan semua emosi sehingga menyatu pada satu kesimpulan yang terjadi pada akhir cerita.

c)      Kisah selalu memikat, karena mengundang untuk mengikuti peristiwanya dan merenungkan maknanya.

d)      Dapat mempengaruhi emosi. Seperti takut, perasaan diawasi, rela, senang, sungkan, atau benci sehingga bergelora dalam lipatan cerita.[53]

Adapun kekurangan teknik cerita adalah:

a)      Pemahaman siswa akan menjadi sulit ketika kisah itu telah terakumulasi oleh masalah lain.

b)      Bersifat monolog dan dapat menjenuhkan siswa.

c)      Sering terjadi ketidakselarasan isi cerita dengan konteks yang dimaksud sehingga pencapaian tujuan sulit diwujudkan.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bercerita merupakan penyampaian materi pelajaran dengan cara menceritakan kronologis terjadinya sebuah peristiwa baik benar atau bersifat fiktif semata. Teknik bercerita dapat mengambil dari al-Qur’an dan hadits sehingga memiliki substansi cerita yang valid tanpa diragukan lagi keabsahannya. Namun terkadang kevalidan sebuah cerita terbentur pada sumber daya manusia yang menyampaikan cerita itu sendiri sehingga terjadi banyak kelemahannya.[54]

Teknik ini sangat efektif sekali,terutama untuk materi sejarah (tarikh), sirah dan kultur Islam dan terlebih lagi sasarannya untuk siswa yang masih dalam perkembangan fantasi. Dengan mendengarkan suatu kisah, kepekaan jiwa dan perasaan siswa dapat tergugah, meniru figur yang baik yang berguna bagi perkembangan hidupnya dan membeci terhadap tokoh antagonis atau zalim. Jadi dengan memberikan stimulasi kepada siswa dengan cerita itu, secara otomatis mendorong siswa untuk berbuat kebajikan dan dapat membentuk akhlak mulia serta dapat membina rohani.  Perhatikan . al-Maidah 27-31, al-A’raf:59-93, Yusuf 3, 111). Allah SWT berfirman yang artinya:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّاقَدَّمَتْ لِغَدٍ

Hendaklah setiap diri memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (Al-Hasyr : 18). Bentuk-bentuk teknik kisah dapat dapat berupa dongeng dan legenda (seperti cerita-cerita israiliyah, yang diadaptasikan dalam Islam seperti kezaliman fir’aun), fabel (seperti kisah semut dan burung hud hud yang dapat berbicara pada masa nabi sulaiman), roman (seperti roman filsafat ibn thufail tentang hayy ibn yaqdzan), novel,cerita pendek (seperti cerita alqamah yang durhaka pada ibunya), cerita bergambar, prosa, puisi seperti puisi rabiah al-adawiyah dan al-rumi dan sebagainya.[55]

Bisa juga bercerita dengan mengisahkan peristiwa sejarah hidup manusia masa lampau yang menyangkut keta'atannya atau kemungkarannya dalam hidup, terhadap perintah Tuhan yang dibawakan oleh Nabi atau Rasul yang hadir di tengah-tengah mereka, misalnya sebuah ayat yang mengandung nilai pendagogis dalam sejarah, seperti apa yang digambarkan oleh Allah Swt sebagai berikut :

نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ أَحْسَنَ الْقَصَصِ بِمَآ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ هَذَا الْقُرْءَانَ وَإِن كُنتَ مِن قَبْلِهِ لَمِنَ الْغَافِلِينَ

Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan al-Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (kami mewahyukan)nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui (Yusuf: 3).

 

d.      Teknik amstal (metafora)

Amtsal adalah perumpamaan baik yang berupa ungkapan, gerak, maupun melalui gambar-gambar, dalam teknik metafora lebih mengarah kepada parumpamaan dalam segi ungkapan belaka. Teknik metafora mempunyai kelebihan karena dapat memberikan pemahaman konsep abstrak bagi siswa serta dapat memberikan kesan dan bekas yang mendalam terhadap perumpamaan yang diberikan membawa pemahaman rasional yang mudah dipahami dan menumbuhkan daya motifasi untuk meningkatkan imajinasi yang baik dan meninggalkan imajinasi yang tercela.

Pemberian perumpaamaan bisa juga tentang kekuasaan Allah Swt dalam menciptakan hal-hal yang haq dan yang batil, sebagaimana yang digambarkan dalam firman-Nya sebagai berikut :

أَنزَلَ مِنَ السَّمَآءِ مَآءً فَسَالَتْ أَوْدِيَةٌ بِقَدَرِهَا فَاحْتَمَلَ السَّيْلُ زَبَدًا رَّابِيًا وَمِمَّا يُوقِدُونَ عَلَيْهِ فِي النَّارِ ابْتِغَآءَ حِلْيَةٍ أَوْ مَتَاعٍ زَبَدٌ مِّثْلُهُ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللهُ الْحَقَّ وَالْبَاطِلَ فَأَمَّا الزَّبَدُ فَيَذْهَبُ جُفَآءً وَأَمَّا مَايَنفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ فِي اْلأَرْضِ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللهُ اْلأَمْثَالَ

Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, Maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, Maka arus itu membawa buih yang mengambang. dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; Adapun yang memberi manfaat kepada manusia, Maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan (Ar-Ra’d: 17).

Teknik metafora dapat di realisasikan melalui bentuk-bentuk sebagai berikut:

1)      Simbolisme verbal

Teknik yang dilakukan dengan cara menggunakan bahasa bahasa simbol yang dapat menarik minat pendengar. pada dasarnya, bahasa simbol memiliki nilai-nilai sejarah yang tinggi karena di format dalam bahasa seni sehingga sejarah tersebut disuguhkan dalam bahasa yang sesederhana mungkin. Suatu kisah yang mempunai arti metafora yakni kisah cinta anak adam yaitu Qabil dan Habil yang memperebutkan pasangan hidupnya. Al-Qur’an sesungguhnya kitab suci yang kaya kan simbol dan interprestasi, hal ini karena isinya dapat dimengerti oleh semua lapisan manusia walaupun hasil pengertian dan pemahaman itu berbeda-beda. Semakin tinggi tingkat pengetahuan dan tajam penalaran dan perasanya, semakin banyak pula ia memperoleh rahasia-rahasia yang terkandung dalam simbol-simbol tersebut. Bahasa al-Qur’an tidaklah sulit, sebab kalau sulit orang awam tidak mampu memahaminya, namun demikian juga bahasa Al-Qur’an tidaklah mudah, sebab jika mudah akan membosankan bagi kaum intelektual dan cendikiawan.

 

2)      Teknik rihlah ilmiyah (karyawisata)

Teknik karyawisata adalah cara mengajar yang dilaksanakan dengan mengajar siswa ke suatu tempat atau objek tertentu untuk mempelajari sesuatu.[56]

Teknik mengajar dengan mengajak siswa mengunjungi suatu objek guna memperluas pengetahuan dan selanjutnya siswa membuat laporan dan mendiskusikan serta membukukan hasil kunjungan tersebut dengan didampingi oleh guru.

Pengajaran dengan teknik karyawisata menempuh langkah-langkah:

a)      Perencanaan. Meliputi perumusan tujuan, penetapan objek sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, penetapan waktu, penyusunan rencana belajar selama karyawisata berlangsung dan penyedian perlengkapan yang dibutuhkan.

b)      Pelaksanaan. Saat pelaksanaan para siswa dibimbing oleh guru agar kegiatan tidak menyimpang dari tujuan yang telah direncanakan.

c)      Tindak lanjut. Pada akhir karyawisata, siswa harus diminta laporannya, baik lisan maupun tertulis, yang merupakan inti masalah yang telah dipelajari pada waktu karyawisata berlangsung. [57]

Contoh jika guru menerangkan materi sejarah kebudayaan Islam di Indonesia sebaiknya siswa di ajak ke makam sunan ampel, sunan muria, dan tempat-tempat bersejarah lainya, dengan demikian siswa memiliki deskriptif secara langsung tentang materi pelajaran yang di berikan. Teknik ini merupakan perpaduan antara pendayagunaan pancaindra dan rasa serta observasi, sehingga hasil yang dicapai tidak hanya didasarkan komunikasi verbal melainkan pemanfaatan audiovisual. Teknik ini memiliki kelemahan yaitu banyak menyita waktu, biaya, serta tenaga baik guru maupun perserta didik.

 

e.       Teknik qudwah (imitasi)

Teknik yang dilakukan dengan cara menampilkan seperangkat teladan bagi guru untuk siswa melalui komunikasi transaksi di dalam kelas maupun di luar kelas. Teknik imitasi dilakukan karena ajaran agama Islam tidak sekedar ditransformasikan pada siswa tetapi juga diintregasikan dalam kehidupan yang nyata, sehingga tuntutan guru tidak hanya berceramah, berkhutbah, atau berdiskusi tetapi lebih penting lagi, mengamalkan semua ajaran yang telah di mengerti sehingga siswa dapat menira dan mengamalkanya. Allah Swt berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَالاَتَفْعَلُونَ كَبُرَ مَقْتًا عِندَ اللهِ أَن تَقُولُوا مَالاَتَفْعَلُونَ

Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan  (Ash-Shaf : 2-3).

Untuk merealisasikan teknik imitasi dapat di gunakan bentuk-bentuk teknik sebagai berikut:

1)      Teknik uswatun hasanah (keteladanan)

Teladan dalam term al-Quran disebut dengan istilah “uswah“ dan “Iswah” atau dengan kata “al-qudwah” dan “al qidwah” yang memiliki arti suatu keadaan ketika seseorang manusia mengikuti manusia lain, apakah dalam kebaikan, dan kejelekan. Jadi “keteladanan” adalah hal-hal yang ditiru atau dicontoh oleh seseorang dari orang lain. Namun keteladanan yang dimaksud di sini adalah keteladanan yang dapat dijadikan sebagai alat pendidikan Islam, yaitu keteladanan yang baik, sesuai dengan pengertian “uswatun hasanah”. Dari definisi di atas, maka dapat diketahui bahwa teknik keteladanan merupaka suatu cara atau jalan yang ditempuh seseorang dalam proses pendidikan melalui perbuatan atau tingkah laku yang patut ditiru (modeling).

Kebutuhan manusia akan teladan lahir dari gharizah (naluri) yang bersemayam dalam jiwa manusia, yaitu taqlid (peniruan). Gharizah adalah hasrat yang mendorong anak, orang lemah, dan orang-orang yang dipimpin untuk meniru prilaku orang dewasa, orang kuat, dan pemimpin. Taqlid gharizi (peniruan naluriah) dalam pendidikan Islam jika diklasifikasikan terdiri atas :

a)      Keinginan untuk meniru dan mencontoh. Anak atau pemuda terdorong akan keinginan halus yang tidak dirasakannya untuk meniru orang yang dikaguminya di dalam hal bicara, cara bergerak, cara bergaul, cara menulis dan sebagainya tanpa disengaja. Taqlid yang tidak disengaja ini kadangkala mempengaruhi pada tingkah laku mereka bahkan menyerap pada kepribadiannya. Oleh sebab itu, betapa bahayanya bila seseorang berbuat tidak baik padahal ada orang yang menirukannya, karena dengan demikian orang tersebut akan menanggung dosa atas orang yang menirunya.

b)      Kesiapan untuk meniru. Setiap tahap usia mempunyai tahapan dan potensi tertentu untuk meniru. Oleh karena itu agama Islam menyuruh anak untuk melakukan sholat sebelum mencapai usia tujuh tahun. Akan tetapi tidak melarang untuk meniru gerakan-gerakan shalat kedua orang tuanya sebelum berusia tujuh tahun, tidak pula menyuruhnya supaya menngucapkan seluruh do’a-do’anya. Melihat kenyataan tersebut, maka sebagai guru hendaknya mempertimbangkan kesiapan potensi anak sewaktu kita memintanya untuk meniru dan mencontoh seseorang.

c)      Adalah tujuan. Setiap peniruan mempunyai tujuan yang kadang-kadang diketahui oleh pihak yang meniru dan kadang-kadang tidak. Tujuan pertama bersifat biologis. Tujuan ini bersifat naluriah, tidak kita sadari, namun kadang-kadang pada anak kecil atau hewan. Pengarahan kepada tujuan ini nampak pada peniruan akan ketundukan anak-anak dan kelompok masa dalam mencapai perlindungan. Peniruan ini berlangsung dengan harapan akan memperoleh kekuatan seperti yang dimiliki orang yang dikaguminya. Apabila peniruan itu disadari, maka peniruan tersebut tidak lagi sekedar ikut-ikutan, akan tetapi merupakan kegiatan yang diikuti dengan pertimbangan. Dalam istilah dunia pendidikan Islam, peniruan itu disebut dengan ittiba’ (patuh). Macam ittiba’ yang paling tinggi adalah didasarkan atas pengetahuan tentang tujuan dan cara.[58]

 

Kelebihan dan kelemahan metode uswah hasanah (keteladanan) sebagai berikut:

a)      Kelebihan

1)      Akan memudahkan siswa dalam menerapkan ilmu yang dipelajarinya di sekolah. Seorang guru tidak hanya memberikan pelajaran di kelas saja. Kadang ia harus memberikan pendidikan di luar sekolah. Bentuk pendidikan yang diajarkan dan dipraktekkan adalah pendidikan prilaku keberagamaan seperti menanamkan akidah, tata cara beribadah, budi pekerti (akhlak) ataupun pendidikan lainnya. Dengan memberi contoh keteladanan akan memudahkan siswa dalam menerapkan ilmu yang dipelajarinya di sekolah.

2)      Akan memudahkan guru dalam mengevaluasi hasil belajar siswa. Evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan seorang guru kepada siswanya untuk mendapatkan data sejauh mana keberhasilan mereka dalam belajar. Guru akan mudah melakukan evaluasi tergadap materi pelajaran yang ia berikan kepada siswanya jika ia memahami dan menguasai materi yang ia berikan. Jika seorang guru tidak menguasai materi pelajaran yang ia berikan maka ia akan kesulitan dalam mengevaluasi keberhasilan terhadap materi-materi pelajaran yang ia berikan kepada siswa.

3)      Agar tujuan pendidikan lebih terarah dan tercapai dengan baik seorang guru harus memberikan contoh dalam bentuk prilaku yang sesuai dengan ajaran agama sebagaimana yang ia ajarkan di kelas. Pendidikan dengan cara memberikan keteladanan kepada siswanya diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dalam jiwa anak sehingga akan tercipta jiwa yang bertaqwa dan berilmu pengetahuan.

4)      Bila keteladanan dalam lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat baik, maka akan tercipta situasi yang baik. Lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat merupakan sebuah elemen terpenting dalam membentuk watak dan kepribadian siswa. Sekolah tidak akan berhasil mencetak anak yang berbudi luhur jika dalam keluarga tidak terdapat pendidikan yang baik. Keluarga merupakan pendidikan pertama yang dikenal oleh anak jika bertentangan dengan pendidikan sekolah maka akan menimbulkan konflik pada psikisnya. Begitu juga masyarakat akan menciptakan suatu konfik batin jika pendidikan di keluarga, sekolah tidak sesuai dengan realitas yang terjadi di masyarakat. Keteladanan dalam keluarga, sekolah dan masyarakat sangatlah memberikan pengaruh terhadap prilaku siswa.

5)      Keteladanan seorang guru akan tercipta hubungan harmonis antara guru dan siswa. Guru adalah mitra siswa dalam proses belajar mengajar. Selain itu guru merupakan orang yang dihormati dan dianggap memiliki kelebihan dari mereka. Keteladanan akan sifat kasih sayang seorang guru akan menciptakan rasa empati dan tumbuh sikap menghormati sehingga timbul keharmonisan dalam berinteraksi antara siswa dan guru.

6)      Secara tidak langsung guru dapat menciptakan ilmu yang diajarkannya. Keteladanan adalah sebuah metode pendidikan yang bukan sekedar konsep belaka. Namun keteladanan merupakan sebuah aplikasi dari penerapan ilmu yang diajarkan seorang guru kepada siswanya. Dengan memberi contoh dalam berprilaku yang baik dengan sendirinya akan mempengaruhi siswa untuk meniru terhadap apa yang guru lakukan tanpa harus disuruh.

7)      Mendorong guru untuk selalu berbuat baik karena akan dicontoh siswanya. Guru merupakan tempat rujukan segala macam ilmu. Untuk itu guru harus memiliki kredibilitas sebagai guru.Yakni seorang guru harus memiliki sifat yang terpuji yang patut untuk ditiru dan memiliki keilmuan yang mantap. Guru dalam pandangan masyarakat merupakan bapak yang patut menjadi contoh dalam kehidupan.[59]

 

b. Kelemahan

1)      Orang tua maupun guru merupakan orang yang diidolakan oleh seorang anak. Untuk itu mereka harus memiliki sifat yang baik. Namun jika mereka memiliki sifat yang tercela akan membentuk karakter anak menjadi orang yang perkepribadian jelek. Anak akan mudah meniru perbuatan jelek yang dilakukan oleh gurunya dari pada meniru perbuatan yang baik, untuk itu seorang guru tidak boleh berlaku buruk atau melanggar syariat. Jika seorang guru tidak lagi memiliki sifat yang baik maka akan menciptakan karakter siswa menjadi anak yang jahat. Jika figur yang dicontoh tidak baik, maka mereka cenderung untuk mengikuti tidak baik

2)      Jika seorang guru hanya memberikan pelajaran di dalam kelas dan tidak mempraktekkan apa yang ia ajarkan dalam prilaku sehari-hariannya tentu akan mengurangi rasa empati siswa padanya. Bahkan seorang tidak lagi akan menaruh rasa hormat jika guru tidak lagi melaksanakan apa yang ia katakan kepada siswanya. Bila hal tersebut dilakukan akan menimbulkan verbalisme yakni anak mengenal kata-kata tetapi tidak menghayati dan mengamalkan isinya.[60]

Dalam banyak aspek kehidupan, sisi-sisi pribadi Rasul dapat dijadikan sebagai teladan. Tidak hanya soal moralitas pribadi, tetapi juga keagungan sikap terhadap keluarga, tetangga, masyarakat, bahkan perlakuan Rasul kepada non-Muslim. Ada banyak riwayat yang mengisahkan bagaimana Rasul berperilaku dan berinteraksi dengan non-Muslim, seperti Yahudi ataupun Nasrani. Salah satu kisah masyhur misalnya, Rasul tetap menjenguk seorang Yahudi yang sedang sakit, padahal yang bersangkutan pernah membenci dan meludahi Baginda Rasul.

Allah Swt telah menunjukkan bahwa contoh keteladanan dari kehidupan Nabi Muhammad Saw, yang mengandung nilai-nilai pendagogis bagi manusia (pengikutnya) seperti ayat yang mengatakan.

لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا 

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah  (Al-Ahzab: 21).

 

2)      Teknik tathbiq (demonstrasi)

Teknik demonstrasi adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan meragakan atau mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi, atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya  ataupun tiruannya.[61] Teknik demonstrasi ini banyak digunakan dalam rangka mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang hal-hal yang berhubungan dengan proses pengaturan dan pembuatan sesuatu, proses bekerjanya sesuatu, proses mengerjakan atau menggunakannya, komponen-komponen yang membentuk sesuatu, membandingkan suatu cara dengan cara lain, dan juga untuk mengetahui dan melihat kebenaran sesuatu. Teknik demonstrasi dilaksanakan dengan pertimbangan adanya tingkat perkembangan berpikir yang berbeda-beda yang dimulai dari yang konkret kepada yang abstrak. Teknik demonstrasi ini didasarkan pada asumsi bahwa mengerjakan dan ‘melihat langsung’ lebih baik dari hanya sekadar mendengar.[62]

Dengan teknik demontrasi ini pengajaran menjadi semakin jelas, mudah diingat dan dipahami, proses belajar lebih menarik, mendorong kreativitas siswa, dan sebagainya.

Petunjuk penggunaan teknik demonstrasi:

a)      Berkenaan dengan perencanaan:

1)      Menetapkan tujuan demonstrasi;

2)      Menetapkan langkah-langkah pokok demonstrasi;

3)      Menyiapkan alat-alat yang diperlukan.

b)      Berkaitan dengan pelaksanaan demonstrasi:

1)      Mengusahakan agar demonstrasi dapat diikuti, diamati oleh seluruh kelas;

2)      Menumbuhkan sikap kritis pada siswa sehingga terjadi tanya jawab dan diskusi tentang masalah yang didemonstrasikan;

3)      Memberi kesempatan kepada setiapsiswa untuk mencoba sehingga murid merasa yakin tentang kebenaran suatu proses.

c)      Berkenaan dengan tindak lanjut demonstrasi: Setelah demonstrasi selesai, hendaknya guru memberikan tugas kepada siswa, baik secara tertulis maupun secara lisan, seperti membuat karangan laporan dan lain-lain. Dengan demikian guru akan dapat menilai sejauh mana hasil demonstrasi telah dipahami siswa.[63]

Kelebihan Teknik Demonstrasi :

a)      Perhatian siswa dapat lebih dipusatkan

b)      Proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari

c)      Pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam diri siswa.

Kelemahan teknik Demonstrasi:

a)      Murid kadang kala sukar melihat dengan jelas benda yang diperagakan

b)      Tidak semua benda dapat didemonstrasikan

c)      Sukar dimengerti jika didemonstrasikan oleh guru yang kurang menguasai apa yang didemonstrasikan.[64]

 

3)      Teknik game and simulation (permainan dan simulasi)

Teknik yang di lakukan dengan cara pengajaran dalam situasi yang sesungguhnya, bagian-bagian taerpenting di dupplikasikan dalam bentuk permainan, sehingga siswa bertindak secara langsung memainkan peranya, tujuan teknik ini adalah melatih keteranpilan yang bersifat profesional, memperoleh pemahaman tentang suatu konsep dan prinsip. Melatih memecahkan masalah, memberi motivasi kerja serta menimbulkan kesaaran sendiri, rasa simpati perubahan sikap, dan kepekaan. Bentuk simulasi adalah sebagai berikut

a)      Peer teaching, pelatih mengajarkan yang dilakukan oleh siswa kepada teman-temanya sendiri sebagai calon guru.

b)      Role playing, permainan peranan untuk mengkreasikan kembali peristiwa-peristiwa yang telah terjadi atau akan terjadi.

c)      Sosiodrama, permainan peran yang ditujukan untuk menentukan alternatif pemecahan masalah-masalah sosial.

d)      Psikodrama, permainan peran yang ditujukan agar siswa memperoleh pemahaman yang lebih baih tentang diri sendiri, menentukan konsep sendiri, menyatakan kreasi yang menghantui  dan menekan diri.

e)      Simulation game, permainan peranan yang menuntut siswa berkompetisi untuk mencapai tujuan tertentu melalui adegan dengan memenuhi peraturan-peraturan tertentu.[65]

 

f.        Teknik mumarasah al-amal (drill)

Teknik yang dilakukan dengan cara memberikan pekerjaan pada siswa secara kontinyu agar siswa dapat terbiasa melakukanya, teknik ini sangat  efektif untuk pengajaran ahklak, pembinaan sikap, mental yang baik dan penanaman nilai moral pribadi dan sosial.[66] Bentuk-bentuk teknik drill dapat di relisasikan dalam bentuk teknik sebagai berikut:

 

1)      Teknik inquiry (kerja kelompok)

Istilh kerja kelompok memgandung arti bahwa siswa-siswa dalam suatu kelas dibagi kedalam beberapa kelompok besar maupun kecil yang didasarkan atas prinsip untuk mencapai tujuan bersama. Langkah-langkah yang harus ditempuh dalm pelaksanaan teknik kerja kelompok, yaitu: menentukan kelompok, pemberian tugas-tugas kepada kelompok, pengerjaan tugas pada masing-masing kelompok dan penilaian. Adapun kelebihan dari teknik ini adalah melatih dan menumbuhkan rasa kebersamaan dan toleransi, adanya kerjasama yang saling menguntungkan antara individu dalam kelompok dan menumbuhkan rasa ingin maju dan persaingan yang sehat. Sedangkan kekurangannya: harus diawasi guru dengan ketat agar tidak timbul persaingan yang tidak sehat, sifat dan kemampuan individu akan terabaikan, jika tugas tidak dibatasi waktu tertentu, maka akan cenderung terabaikan, kurang adanya keseragaman kemampuan siswa, sehingga hanya siswa yang mampu saja yang aktif, sedangkan yang lainnya hanya menjadi pendengar pasif.[67]

 

2)      Teknik discovery (penemuan)

Teknik yang dilakukan dengan cara mengajar siswa dengan melibatkan dalam proses kegiatan mental dengan melalui tukar pendapat, diskusi, seminar, membaca, dan mencoba sendiri agar siswa terbiasa dan dapat belajar sendiri. Teknik discovery dapat mengembangkan kesiapan mental siswa, seperti mengamati, mencerna, mengerti, mengklasifikasikan, membuat asumsi, menjelaskan, mengukur, dan membuat konklusi. Selain itu teknik ini dapat membangkitkan belajar karena termotivasi dan adanya percaya diri. Kelemahan teknik ini adalah tak semua siswa memiliki kesiapan mental sehingga dia kurang berani bertindak, serta tidak banyak memberikan peluang untuk berfikir secara intensif.[68]

 

3)      Teknik micro teaching

Kegunaan teknik ini adalah mempersiapkan diri siswa sebagai calon guru untuk menghadapi pekerjaan mengajar sepenuhnya di muka kelas dengan memperoleh nilai tambah atas pengetahuan, kecakapan dan sikap sebagai guru yang profesional. Teknik ini kalau tidak dibiasakan maka efektifitasnya berkurang, mamun jika berjalan dengan baik maka menghasilkan bentuk asistensi maupun tutor sebaya.[69]

 

4)      Teknik modul belajar

Teknik yang digunakan dengan cara mengajar kepada siswa melalui paket belajar berdasarkan performance atau kompetensi. Teknik modul belajar bisa berjalan dengan lancar jika sebelumnya seorang guru mempersiapkan diagnosis (mengetahui kebutuhan dan kemampuan anak). Kemudian guru menyiapkan paket berdasarkan diagnosis tersebut, meliputi kemampuan awal, penilaian, pendahuluan, tujuan pengajaran, urutan belajar, keseluruhan paket, inti pengajaran, remidiasi, dan sumber, disamping upaya tersebut guru harus menetapkan pengelolaan waktu yang tersedia untuk menyelesaikan paket, menyediakan tes awal, memberikan umpan balik terhadap penyampaian tujuan. dalam hubungan keseluruhan kelas guru merevisi kegiatan yang kurang cocok dengan siswa dan memberikan saran kepada siswa agar menyelesaikan kegiatan dengan baik, baik secara individu maupun kelompok.

Keuntungan teknik ini dapat dilakukan secara individual menurut irama yang disenangi oleh siswa masing-masing,  tidak ada istilah kegagalan, yang ada hanyalah belum berhasil penyampaian tujuan. disamping itu teknik ini terorganisi dalam pendekatan sehungga siswa mempunyai tanggung  jawab dari rencana awal sampai evaluasi, menimbulkan kreativitas guru untuk melengkapi paket supaya lebih efektif serta dapat menumbuhkan kepercayaan diri siswa.

Kelemahan teknik ini yaitu seperti cara pabrik yang mencetak siswa, padahal fungsi guru adalah mengembangkan dan membangkitkan siswa untuk mencintai ilmu menurut bakat, minat dan kemampuannya. selain itu teknik ini dapat menyita waktu banyak untuk membuat dan mengembangkan paket tersebut, serta mengadakan modifikasi paket tiap tahun, komunikasi intereksi dan komunikasi transaksi antar guru dan siswa berkurang.[70]

 

5)      Teknik independent study (belajar mandiri)

Teknik yang dilakukan dengan cara menyuluruh siswa agar belajar sendiri, baik di dalam kelas maupun kelas. teknik ini disebut juga teknik otodidak. Prosedur aplikasi teknik ini adalah menggali mimat dan kemampuan siswa dengan berbagai instrumen untuk dasar belajar sendiri. proedur aplikasi teknik ini perlu ada semacam kontrak dengan siswa dengan hal-hal yang perlu dilakukan. Ketrampilan yang perlu di cek adalah cara mencatat menggunakan perpustakaan dan cara melapor lisan maupun tulisan. Disamping itu prosedur ini memberi waku yang memadai membantu siswa sesuai dengan kebutuhannya. menolong nilai kemajuan siswa dengan memeriksa catatannya mengadakan diskusi antar siswa untuk bertukar pengalaman, dan merencanakan belajar mandiri. Keuntungan teknik ini adalah dapat diikuti dapat dikejar targetnya sesuai dengan kesanggupan dan kreatifitas serta minat siswa, dapat dilaksanakan disekolah macam apa saja, cocok untuk semua kurikulum, dapat meningkatkan motivasi siswa, menjembatani antara kebutuhan sekolah dan kebutuhan masyarakat, memajukan rasa mandiri, disiplin, dan bertanggung jawab serta dapat mempelajari materi yang tidak diajarkan disekolah yang membuat aktif dan terlibat langsung pada kegiatan bagi siswa. Kelemahan teknik ini adalah hubungan sosial menyempit, sulit mengadakan grup studi, membutuhkan banyak guru, dananya besar karena sering membutuhkan banyak fasilitas yang memadai, pemeriksaan hasil belajar agak sangat sulit karena diantara guru dan siswa tidak bertatap muka dan mungkin siswa merasa keberatan dalam memikul tugasnya sehingga tugas yang di berikan tercecer.[71]

 

g.      Teknik ibrah (mengambil pelajaran dari suatu peristiwa)

Ibrah adalah suatu kondisi yang dapat menghantar pengetahuan dan dari pengetahuan konkret menuju pengetahuan abstrak, baik melalui perenungan (ta’amul), pemikiran (taffakur), maupun mengingat (tadzakkur). Ibrah juga diartikan dengan kondisi psikis manusia yang dapat menghantar maksud pengetahuan yang disaksikan melalui upaya observasi, membandingkan, menganalogi, dan memberi keputusan yang rasional, sehingga pada suatu kondisi yang dapat memberi dorongan, khususnya hati, tanpa mengabaikan kesesuaian dengan alur pemikiran sosial. Aplikasi teknik ibrah dalam pendidikan Islam adalam suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengajar siswa melalui pangamatan, perbandingan, dan penganalogian serta mengambil keputusan terhadap objek yang di pelajari. Hal tersebut menyebabkan siswa mempunyai pengetahuan sesuai dengan harapan masyarakat dan dapat membentuk sikap kepribadian yang trampil dan profesional, serta memperkuat keimanan kepada kebesaran Allah Swt.[72]

Untuk merealisasikan teknik ibrah ini dapat digunakan bentuk-bentuk teknik sebagai berikut:

1)      Eksperimen (percobaan)

Teknik eksperimen adalah cara penyajian pelajaran dengan cara menugaskan siswa, untuk melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri tentang sesuatu yang dipelajari. Melalui teknik eksperimen ini para siswa diberikan kesempatan untuk mengalami atau melakukan sendiri, mengamati proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang suatu objek, keadaan, atau proses sesuatu.  Dengan teknik eksperimen ini, para siswa dituntut untuk mengalami sendiri, mencari kebenaran atau mencoba mencari data baru yang diperlukannya, mengolah sendiri, membuktikan suatu hukum atau dalil dan menarik kesimpulan.[73]

Kelebihan teknik eksperimen antara lain:

a)      Membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaan.

b)      Dalam membina siswa untuk membuat terobosan-terobosan baru dengan penemuan dari hasil percobaannya dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.

c)      Hasil-hasil percobaan yang berharga dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran umat manusia.

Kekurangan teknik eksperimen antara lain:

a)      Teknik ini lebih sesuai dengan bidang sains dan teknologi.

b)      Teknik ini memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang tidak selalu mudah diperoleh dan jika diperoleh harganya mahal.

c)      Teknik ini menuntut ketelitian dan keuletan serta ketabahan.

d)      Setiap percobaan tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan karena mungkin ada faktor-faktor tertentu yang berada di luar jangkauan kemampuan dan pengendalian.[74]

 

2)      Teknik penyajian kerja lapangan

Teknik yang dilakukan dengan cara mengajar siswa melalui keterlibatan dan partisipasinya ke lapangan kerja di luar sekolah, sehingga siswa tidak hanya sekedar mengadakan obserfasi atau peninjauan saja, tetapi langsung turun kelapangan kerja. Tujuan penyajian teknik kerja lapangan ini agar siswa dapat menghayati dan berpartisipasi aktif dalam proses pekerjaan itu, serta menjadikan kebiasaan bagi dirinya untuk memahami masalah, hambatan, dan penyelsaian pekerjaan yang dihadapi.[75]

 

3)      Teknik penyajian secara kasus

Teknik yang dilakukan dengan cara mengajar siswa melalui penyajian suatu kasus yang dialami oleh siswa sendiri atau orang lain. Kasus yang terjadi pada siapa saja dapat dimanfatkan untuk penyajian teknik ini sebagai bahan dan bahasan yang perlu di pecahkan, sehingga pada akhirnya siswa terbiasa menghadapi problem dan dapat menyelesaikanya. Teknik penyajin secara kasus dapat melalui penekatan problem solving dengan memerhatikan asumsi yang mendasarinya.[76]

 

4)      Teknik penyajian non-directive

Teknik yang dilakukan dengan cara mengajar siswa melalui keterlibatan dan kebiasaannya dalam melakukan observasi, menganalisis data yang diperoleh, serta membuat kesimpulan sendiri. Operasionalisasi teknik non–directive adalah seorang guru memberi pokok-pokok tugas yang telah disusun, sehingga dengan tugas tersebut siswa dapat melakukan sebagai berikut: a) observasi pada objek penalaran, b) menganalisis fakta yang sedang dihadapi, c) membuat konklusi sendiri dari hasil pengamatan, d) menjelaskan hal-hal yang telah ditemukan dan e) membandingkan dengan fakta lain.[77]

     

h.      Teknik targhib wa tarhib (pemberian janji dan ancaman)

Targhib adalah harapan serta janji yang diberikan siswa yang bersifat menyenangkan dan merupakan kenikmatan karena mendapat penghargaan. Sebaliknya tarhib merupakan ancaman pada siswa bila ia melakukan suatu tindakan yang menyalahi aturan. Kedua teknik ini sangat efektif di gunakan karena dapat menumbuhkan motivasi baru yang sifatnya tidak memaksa dan menekan. Aplikasi teknik targhib dan tarhib dalam proses pendidikan Islam tidak sama dengan tehnik tsawab (anugerah) dan iqab (hukuman).

Kelebihan teknik targhib dan tarhib dengan teknik tsawab dan iqab adalah:

1)      Targib dan tarhib bersifat transenden yang mampu mempengaruhi jiwa siswa secara fitri, sedangkan tsawab dan iqab bersifat duniawi yang dalam pelaksanaanya terdapat kesan memaksa.

2)      Targhib dan tarhib praktis dan ekonomis dalam aplikasinya, sedangkan tsawab dan iqab menggunakan alat tertentu serta membutuhkan biaya.

3)      Ruang lingkup pelaksanaaan targhib dan tarhib bersifat umum, mencakup subjek dan objek yang tak terbatas, sedangkan teknik tsawab dan iqab khusus untuk orang-orang tertentu saja.

Banyak ayat yang menerangkan tentang teknik targhib dan tarhib, misalnya al-Isra: 13-14; Ibrahim; 46; al-Mu’minin: 17; ath-Thur;10-12, al-Mulk; 19-37, begitu juga firman Allah Swt:

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ  وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شّرًّا يَرَهُ

Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)-nya. Dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula (Al-Zalzalah: 7-8).

Teknik targhib dan tarhib dapat membentuk teknik-teknik sebagai berikut:

 

1)      Teknik pemberian bimbingan dan ampunan

Tenik yang dilakukan dengan cara membimbing siswa yang telah melakukan kesalahan dengan menjanjikan adanya ampunan. Teknik ini di peruntukan bagi siswa yang bersalah, selanjutnya seorang guru memberikan bimbingan agar siswa tersebut dapat memecahkan problemnya sendiri. Dengan demikian, peran guru hanya memberi simulasi dan bimbingan secara umum saja (Al-Maidah ; 39; al-‘An-am; 54; Thaha; 82; al-Baqarah; 222; az-Zumar; 53; al-‘A’raf; 156). Firman Allah swt:

وَمَن يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللهَ يَجِدِ اللهَ غَفُورًا رَّحِيمًا

Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan Menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (An-Nisa’: 11)

 

2)      Teknik tasywiq dan tadzkir (motivasi dan peringatan)

Teknik yang di lakukan dengan cara memberi motivasi tinggi pada siswa, sehingga ia merasa senang dan bangga melakukan suatu perintah. Disamping itu, teknik ini memberikan gambaran  yang sangat membahayakan terhadap perbuatan yang jahat, sehingga siswa secara preventif menghindarkan diri dari segala perbuatan yang menyuitkan masa depanya.  Firman Allah swt:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَآءَ فَعَلَيْهَا وَمَارَبُّكَ بِظَلاَّمٍ لِّلْعَبِيدِ

Barang siapa mengerjakan amal sholeh maka pahalanya untuk dirinya, dan barang siapa yang berbuat jahat maka dosanya untuk dirinya, dan barang siapa yang berbuat jahat maka dosanya atas dirinya, dan sekali-kali tidaklah Tuhanmu mengniaya hamba-hambanya. (Al-Fushshilat: 46)

 

3)      Teknik tsawab dan Iqab (anugerah dan hukuman)

Teknik yang di lakukan dengan cara memberi anugerah pada siswa yang berprestasi dan hukuman bagi mereka yang melanggar dan lemah. Teknik anugerah dapat diberikan kepada siswa dengan syarat bahwa hadiah yang di berikan terdapat relevansi dengan kebutuhan pendidikan, misalnya untuk siswa yang ranking pertama di berikan hadiah bebas SPP, wisata spritual seperti umrah, tadabbur alam, dan sebagainya. Demikian juga hukuman yang diberakan  harus mengandung makna edukatif, misalnya yang terlambat masuk sekolah di beri tugas untuk membersihkan halaman sekolah, yang tidak masuk kuliah di beri sanksi mebuat paper. Hukuman pukul merupakan hukuman terakhir bila mana hukuman yang lain sudah tidak dapat di terapkan lagi. Hukuman tersebut dapat di terapkan bila mana siswa telah beranjak usia 10 tahun, tidak membahayakan syaraf otak siswa, serta tidak menjadikan efek negatif yang berkelebihan. Rasulullah Saw bersabda:

مُرُوا أَوْلادَكُمْ بِالصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ

Serulah anakmu untuk mengerjakan sholat ketika mereka berusia tujuh tahun dan pukullah bila membangkang/ meninggalkanya, jika mereka telah berusia 10 tahun pisahkan tempat tidurnya (HR. Abu dawud)

 

i.        Teknik tanqibiyah (koreksi dan kritik)

Teknik yang dilakukan dengan cara pembahasan dan penelitian terhadap suatu topik materi dalam suatu buku atau pendapat seorang guru, yang disuguhkan pada siswa untuk kemudian dikritisi dengan cara mencari kelemahan-kelemahanya dan dapat dibandingkan dengan buku atau pendapat lain.

Dengan demikian, siswa dapat mengetahui pendapat yang masih relevan dan mengandung nilai kebenaran. Aplikasi teknik koreksi dan kritik ini dapat berupa resensi buku, koreksi terhadap pendapat atau bahkan metodologi yang disampaikan oleh guru guna mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Firman Allah Swt:

وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

Saling menasihatilah dalam kebenaran dan kesabaran (Al-Ashr: 3)

 

j.        Teknik musabaqah (perlombaan)

Teknik yang dlakukan dengan cara memberikan pelajaran kepada siswa melalui upaya yang bersifat kompetisi antara siswa yang satu dengan siswa yang lainya. Bentuk teknik ini dapat berupa olah daya pikir (cerdas cermat, cepat tepat) olah tulis (membut karya ilmiah, resensi buku, nmelukis, menggambar), dan olahraga

            Teknik ini sangat efektif karena dapat menguras keseluruhan kemampuan yang dimiliki siswa dalam waktu yang sesingkat mungkin, siswa terbiasa merefleksi kemampuanya tanpa memikirkanya lebih lama, akan tetapi kelemahan teknik ini  menjadikan minder bagi siswa yang sama sekali tidak mempunyai kemampuan spesial dan perhatian selanjutnya lebih banyak didominasi bagi siswa tertentu saja.

 

k.      Teknik ta’lim lughah (pengajaran bahasa)

1)      Teknik muthala’ah atau qira’ah (membaca)

Teknik membacakan pada siswa dan siswa menyimak dan memperhatikan bacaan dan sesekali siswa menirukan bacaan guru tersebut. Teknik ini dapat dilakukan oleh siswa yang sudah pandai membaca dan siswa lainnya tinggal menyimak. Fungsi guru disini adalah memperhatikan dan menegur bila terjadi kesalahan.

 

2)      Teknik imla (dikte)

Suatu teknik yang dilakukan oleh seorang guru untuk membacakan suatu bacaan kemudian siswa mencatatnya, sehingga siswa memiliki kemampuan menulis yang benar serta dapat melatih pendengaran yang tajam.

 

3)      Teknik muhadatsah (dialog)

Teknik yang dilakukan dengan cara berdialog atau bercakap-cakap antara guru dan siswa, antara siswa dengan sesama siswa. Teknik ini sangat efektif untuk melatih keterampilan berkomunikasi dengan keahlian berbahasa dengan orang lain.

 

4)      Teknik Insya’ (mengarang)

Suatu teknik yang dilakukan oleh seorang guru yang menyerukan pada peserta didik agar menumpahkan dan mengungkapkan segala isi hatinya melalui tulisan yang yang berupa susunan kalimat yang benar dan ssempurna pengertianya, teknik ini sangat tepat digunakan untuk melatih kemampuan siswa dalam aspek mengarang karya tulis, sehingga kemampuannya dapat dibaca orang lain, dan lebih efektif lagi bagi siswa yang berkemampuan tinggi dibandingkan dengan teman-temannya, sehingga kelebihan kemampuannya itu dapat ditumpahkan melalui pembuatan risalah, makalah, resume, skripsi, tesis maupun disertasi.

Teknik insya’tahriry dapat berupa:

a)      Insya washfi, menulis sesuatu yang dapat ditangkap oleh indra siswa, misalnya menulis tentang keindahan alam sekitarnya.

b)      Insya’qishashi, menulis suatu cerita, komentar atau perumpamaan tentang sesuatu, misalnya membuat cerita para Nabi.

c)      Insya’rasa’il, menulis surat dengan bahasa yang sederhana mungkin, singkat dan padat.

d)      Insya’ ibtikari, mengarang susunan kalimat baru yang sisinya sesuai dengan pemikiran-pemikiran yang logis.

e)       Insya’khayali, mengarang suatu kalimat yang sumbernya dari daya fantasi.

 

5)      Teknik makhfudzat (hapalan)

Suatu teknik yang digunakan oleh seorang guru dengan menyerukan siswanya untuk menghafalkan sejumlah kata-kata (mufradat), atau kalimat-kalimat maupun kaidah-kaidah. Tujuan teknik ini adalah agar siswa mampu mengingat pelajaran yang diketahui serta melatih daya kognisi, ingatan dan fantasinya.

 

6)      Teknik qawa’id (pengajaran kaidah bahasa)

Suatu teknik yang digunakan oleh seorang guru untuk menjelaskan kaidah-kaidah yang benar sesuai dengan cara siswa membaca atau menulis suatu bacaan.dengan demikian pengetahuan siswa dapat dikoreksi.

 

I.       Prosedur Pembuatan Metode Pendidikan Islam

Prosedur pembuatan metode pendidikan Islam adalah dengan memerhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya, yang meliputi:

1.      Tujuan pendidikan Islam

Faktor ini digunakan untuk menjawab pertanyaan ‘untuk apa’ pendidikan itu dilaksanakan. Tujuan pendidikan mencakup tiga aspek, yaitu aspek kognitif (pembinaan akal pikiran, seperti kecerdasan, kepandaian dan daya nalar), aspek afektif (pembinaan hati, seperti pengembangan rasa, kesadaran, kepekaan emosi dan kematangan spiritual) dan aspek psikomotorik (pembinaan jasmani, seperti badan sehat, mempunyai keterampilan).[78] Tujuan ini hendaknya dijadikan tumpuan perhatian karena akan memberi arah dalam memperhitungkan efektivitas suatu metode. Menggunakan metode yang tidak sesuai dengan tujuan merupakan kerja sia-sia. Setiap tujuan memberi petunjuk bagi penetapan metode.[79]

 

2.      Siswa

Faktor ini digunakan untuk menjawab pertanyaan ‘untuk apa’ dan bagaimana metode itu mampu mengembangkan siswa dengan mempertimbangkan berbagai tingkat kematangan, kesanggupan, dan kemampuan yang dimilikinya.[80] Metode merupakan alat untuk menggerakkan siswa agar dapat mempelajari bahan pelajaran. Guru dapat menggerakkan siswa jika metode yang digunakan sesuai dengan tingkat perkembangan siswa,  baik secara kelompok maupun secara individual. Guru hendaknya tidak memaksakan siswa untuk bergerak dalam aktivitas belajar menurut acuan metode. Pemaksaan tidak akan menghasilkan gerak, bahkan akan merusak perkembangan pelajar. Pendek kata, bukan siswa untuk metode, melainkan metode untuk siswa.[81] Murid memiliki latar belakang kecerdasan, bakat, minat, hobi, dan kecenderungan yang berbeda. Demikian pula, perbedaan tingkat usia siswa menyebabkan terjadinya perbedaan sikap kejiwaan. Latar belakang keadaan siswa yang demikian itu harus dipertimbangkan dalam memilih metode. Mengajar bahasa pada murid TK, SD, SMP misalnya, harus dibedakan berdasarkan tingkat kesulitan, contoh kalimat, dan sebagainya.[82] Terdapat tiga tipe atau gaya belajar: visual, auditorial, dan motorik atau kinestetik. Siswa yang memiliki gaya belajar visual lebih tertarik pada hal-hal yang terlihat seperti warna, hubungan ruang, potret mental dan gambar. Siswa dengan gaya belajar auditorial akan tertarik pada segala jenis bunyi dan kata seperti musik, nada, irama, dialog, dan suara. Siswa yang bergaya belajar motorik tertarik pada segala jenis gerak dan emosi, baik yang diciptakan maupun yang diingat seperti gerakan, koordinasi, irama, tanggapan emosional dan kenyamanan fisik. Ketiga tipe atau gaya tersebut merupakan modalitas yang dimiliki siswa. Pada kenyataannya setiap siswa memiliki ketiganya, hanya saja biasanya tipe atau gaya tertentu tampak lebih dominan dibanding yang lain.[83] Guru hendaknya memaksimalkan semua gaya belajar yang dimiliki siswa dengan mempergunakan berbagai metode sehingga setiap murid tidak merasa dirugikan. Dalam konteks murid secara kelompok atau kelas, guru hendaknya berusaha menetapkan berbagai metode mengajar sehingga dapat mengaktifkan seluruh modalitas yang dimiliki siswa. Namun dalam konteks siswa secara individual, guru hendaknya berusaha mengembangkan metode mengajar yang sesuai dengan kepribadian dan gaya belajar masing-masing. Disamping itu, kesanggupan yang dimiliki siswa membawa peranan penting dalam upaya mencapai hasil optimal dari metode mengajar. Dengan perkataan lain, terdapat hubungan antara kesanggupan siswa dan metode pengajaran: 1) Siswa yang cerdas biasanya lebih suka dan lebih memperoleh keuntungan dari gaya mengajar yang lunak, yang tertuju kepada perorangan ataupun kelompok kecil. 2) Siswa yang pandai biasanya lebih suka dan lebih memperoleh keuntungan dari gaya mengajar setengah lunak. 3) Siswa yang kurang pandai biasanya lebih suka dan lebih memperoleh keuntungan dari gaya mengajar yang agak otokratis.[84]

 

3.      Situasi

Faktor ini digunakan untuk menjawab pertanyaan ‘bagaimana’ serta kondisi lingkungannya yang mempengaruhinya.[85] Pengertian situasi mencakup suasana dan keadaan kelas-kelas yang berdekatan yang mungkin mengganggu jalannya proses belajar mengajar, keadaan siswa seperti masih bersemangat atau sudah lelah dalam belajar, keadaan cuaca cerah atau hujan, keadaaan guru yang sudah lelah atau sedang menghadapi banyak masalah. Lingkungan di rumah, sekolah, masyarakat, perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya berbeda-beda.[86] Situasi-situasi semacam itu dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1) situasi yang diperhitungkan sebelumnya. Dalam situasi ini guru dapat melaksanakan proses belajar mengajar dengan metode yang telah ditetapkan sebelumnya. 2) situasi yang tidak dapat diperhitungkan sebelumnya. Guru hendaknya menyadari adanya kemungkinan-kemungkinan ini. oleh sebab itu, guru hendaknya mempersiapkan metode umum yang dianggap terbaik untuk dapat digunakan dalam segala situasi. Disamping itu, guru hendaknya memiliki kecekatan untuk mengambil putusan mengenai metode-metode yang akan digunakan. Keterampilan berimprovisasi dan kesigapan mengambil keputusan diperlukan dalam menghadapi situasi yang tiba-tiba berubah dari yang diperkirakan. Guru yang tidak memiliki kecakapan dan keterampilan tersebut akan menghadapi masalah. Mungkin ia tidak menjalankan proses belajar mengajar, sehingga ia merusak seluruh rencana pengembangan program pengajaran. Mungkin juga ia terus mengajar dengan metode yang tidak dipersiapkan sehingga tidak tepat dan merusak perkembangan siswa. [87]

 

4.      Fasilitas

Faktor ini digunakan untuk menjawab pertanyaan ‘di mana’ dan ‘bilamana’ termasuk juga berbagai fasilitas dan kuantitasnya.[88] Sekolah tentu saja memiliki fasilitas. Hanya ada sekolah yang memiliki fasilitas lengkap sesuai dengan kebutuhuan proses belajar mengajar dan ada pula sekolah yang memiliki sedikit fasilitas. Fasilitas untuk teknik ceramah misalnya, berbeda dengan alat dan sumber belajar untuk teknik demonstrasi dan ekperimen, dan sebagainya.[89] Fasilitas sekolah dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1) fasilitas fisik seperti ruang dan perlengkapan belajar di kelas, alat-alat peraga pengajaran, buku pelajaran dan perpustakaan, tempat dan perlengkapan berbagai praktikum, laboratorium, serta pusat-pusat keterampilan, kesenian, keagamaan, dan olahraga dengan segala perlengkapannya. 2) fasilitas non-fisik seperti kesempatan, biaya, dan berbagai aturan serta kebijaksanaan pimpinan sekolah. Metode-metode yang tersedia, sebagian dapat digunakan dengan fasilitas minim, dan sebagain lain menuntut fasilitas memadai yang tidak dapat digunakan apabila tidak didukung fasilitas tertentu. Guru hendaknya memperhitungkan peran fasilitas tersebut dalam menetapkan metode yang akan digunakannya. Oleh sebab itu, guru hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) guru hendaknya mengetahui fasilitas apa saja yang tersedia di sekolahnya serta bagaimana memperoleh dan menggunakannya. 2) guru yang tidak cakap menggunakan fasilitas tertentu atau tidak mampu menerapkannya pada metode yang sesuai, meskipun fasilitas itu memadai, akan tertaganggu oleh fasilitas itu sendiri di dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Sebaliknya, guru yang cakap dan kreatif akan dapat memanfaatkan fasilitas yang minim untuk mengefektifkan metode-metode yang diperlukan dalam kegaiatan belajar-mengajar. Metode yang menuntut penyedian fasilitas memadai dari sekolah antara lain demonstrasi dan eksperimen penelitian di laboratorium.[90]

 

5.      Guru

Faktor ini digunakan untuk menjawab pertanyaan ‘oleh siapa’ serta kompetensi dan kemampuan profesional yang berbeda-beda.[91] Setiap Guru memiliki kepribadian keguruan yang unik. Tidak ada dua guru yang memiliki kepribadian keguruan yang sama. Sebagaimana halnya dalam belajar, setiap orang memiliki modalitas belajar yang dominan. Demikian pula dalam mengajar guru memiliki kecenderungan modalitas mengajar yang dominan. Modalitas mengajar guru biasanya sama dengan modalitas belajarnya. Guru yang cenderung visual biasanya ketika menjadi murid merupakan murid yang visual pula. Hal itu terjadi secara alamiah. Guru yang berdedikasi untuk kepentingan pelajar tentu tidak akan menuruti kecenderungan modalitasnya di dalam mengajar, tetapi akan memperhatikan modalitas muridnya di dalam belajar. Guru yang berdedikasi tinggi tentu akan senang dapat menjangkau semua siswa dengan modalitas yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, meskipun cara belajar dan mengajar guru mencerminkan kecenderungan modalitasnya, guru hendaknya berupaya mengembangkan semua modalitas belajar mengajar baik visual, auditorial, dan kinstetik. Semakin banyak modalitas yang dilibatkan guru secara bersamaan, maka belajar siswa akan semakin hidup, berarti dan melekat. Metode yang sama tidak akan membuahkan hasil yang sama di tangan guru yang berbeda-beda. Suatu metode yang dianggap kurang baik oleh sebagian guru, mungkin merupakan metode yang baik sekali di tangan sebagian guru yang lain. Sebaliknya, suatu metode yang dianggap baik pun akan menjadi buruk ditangan guru yang tidak menguasai teknik pelaksanaannya. Guru harus menyadari sepenuhnya tentang penguasaannya yang lebih baik dalam menggunakan beberapa metode yang sesuai dengan kepribadian. Kesadaran akan penguasaan yang lebih baik itu akan lebih membuahkan hasil dan memberikan kepuasaan bagi dirinya. Pendek kata, dalam menetapkan metode yang akan digunakan dalam melaksanakan proses belajar mengajar, guru hendaknya lebih dahulu mempertimbangkan kepribadian dan penguasaanya terhadap suatu metode. Guru tentu dapat mengetahui letak kekuatan dan kelemahan dirinya dalam menggunakan metode apa pun. [92] Penggunaan teknik ceramah misalnya jauh lebih mudah daripada penggunaan teknik diskusi dengan berbagai macam bentuknya, dan penggunaan teknik diskusi jauh lebih mudah daripada teknik eksperimen misalnya. Berbagai teknik tersebut pada gilirannya menuntut keahlian guru yang akan menerapkannya. Seorang guru yang tidak memiliki wawasan, pengetahuan dan keterampilan dalam menggunakan teknik diskusi atau eksperimen, sebaiknya jangan melakukan teknik tersebut, karena tidak akan berjalan sebagaimana yang diharapkan.[93]

 

6.      Bahan pengajaran

Dalam menetapkan metode mengajar, guru hendaknya memperhatikan bahan pengajaran, baik isi, sifat, maupun cakupannya. Guru hendaknya mampu menguraikan bahan pengajaran ke dalam unsur-unsur secara rinci. Dari unsur-unsur itu tampak apakah bahan itu hanya berisi fakta-fakta dan kecakapan-kecakapan yang hanya membutuhkan daya mental dan menguasainya ataukah berisi keterampilan dan kebiasaan-kebiasaan yang membutuhkan penguasaan secara motorik, ataukah bahan itu mencakup berbagai hal atau hanya beberapa hal atau mungkin hanya satu hal. sifat-sifat atau unsur-unsur yang telah diuraikan guru dari bahan pengajaran, disatu sisi akan memudahkan siswa untuk mempelajarinya, disisi lain dapat memberikan gambaran yang jelas kepada guru untuk menetapkan teknik mengajar. [94] Seperti mengajarkan mata pelajaran olah raga, bahasa, matematika, sejarah dan sebagainya mengharuskan adanya teknik yang tepat.[95] Maka dari itu, guru harus menginventarisasi sifat-sifat dan unsur-unsur bahan pengajaran, setelah itu guru memperhatikan teknik-teknik yang mempunyai ciri-ciri yang sesuai dengan bahan pengajaran dimaksud, lalu menetapkan satu atau beberapa teknik yang hendak digunakan dalam mengajar. [96]

 

 

 



[1] Ramayulis dan Samsu Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya, Jakarta : Kalam mulia, 2009, hal. 209.

[2]Samsul Nizar dan Zainal Efendi Hasibuan, Hadits Tarbawi, Jakarta: Kalam Mulia, 2011, cet. ke-1, hal. 57

[3] John M Echol dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1995, hal. 379.

[4] Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2001, Cet. ke-1, ed. ke-3. Hal. 740.

[5] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu pendidikan Islam, hal. 167-168.

[6] Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter, hal. 186-187

[7]  Ibid.,  hal. 188.

[8] Ibid., hal. 126

[9] Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter, hal. 189.

[10] Ibid.

[11] Ibid.,  hal. 190.

[12] Ibid.

[13] Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, h. 177.

[14] Ibid., h. 178-179

[15] Syaiful Bahri dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002, cet. ke-2, hal. 107, h. 83

[16] Ibid.

[17] Ibid.

[18] Ibid.,  hal. 85

[19] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu pendidikan Islam, hal. 176-179

[20] Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, h. 187.

[21] Mundzier Suparta dan Herry Noer Aly, Metodologi Pengajaran Agama Islam,  hal. 181-182.

[22] Syaiful Bahri dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, hal. 104-105.

[23] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu pendidikan Islam, hal. 179-183

[24] Ibid.,  h. 181

[25] Samsul Nizar dan Zainal Efendi Hasibuan, Hadits Tarbawi, hal. 60.

[26] Ibid.

[27] Mundzier Suparta dan Herry Noer Aly, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: PT. Listafariska Putra, 2008, cet. ke-2, hal. 171.

[28] Ibid., hal. 172.

[29] Syaiful Bahri dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, hal. 107

[30] Mundzier Suparta dan Herry Noer Aly, Metodologi Pengajaran Agama Islam, hal. 173-175.

[31] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, hal. 187-188

[32] Ibid.,  hal. 99.

[33] Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, h. 188.

[34] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, hal. 189

[35] Mundzier Suparta dan Herry Noer Aly, Metodologi Pengajaran Agama Islam, hal. 176-177.

[36] Abdurahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan al-Qur’an, Jakarta: Rineka Cipta, 1994, cet. Ke-2, hal. 205.

[37] Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2001, cet. ke-1, ed. ke-3, hal. 210.

[38] Bimo, Mahir Mendongeng, Yogyakarta: Pro-U Media, 2013, cet. ke-2, hal. 18.

[39] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001, cet. ke-4, h. 97

[40] Soekanto, Seni Bercerita Islami, Jakarta; Bina Mitra Press, 2001, cet. ke-2, h. 9

[41] Asnelli Ilyas, Mendambakan Anak Soleh, Bandung : Al-Bayan, 1997, Cet. Ke-2, h.34.

[42] Hapinudin dan Winda Gunarti, Pedoman Perencanaan dan Evaluasi Pengajaran di Taman Kanak-kanak, Jakarta: PGTK Darul Qolam, 1996, hal. 62.

[43] Abdul Aziz, Mendidik Dengan Cerita, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001, Cet-1, hal. 6

[44] M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Askara, 1999, Cet ke-1, hal.61

[45] Bimo, Mahir Mendongeng, hal. 23-27.

[46] J. Abdullah, Memilih Dongeng Islami Pada Anak,  Jakarta : Amanah, 1997, hal. 2.

[47] Sugihastuti, Serba-serbi Cerita Anak-anak, Jakarta : Pustaka Pelajar,1996, Cet.ke-1, hal. 35

[48] Ibid.

[49] Achmad Hidayat dan Arief Imron, Paduan Mengajar KBK di Taman Kanak-kanak, Jakarta : Insida Lantabora, 2004, Cet ke-1, h. 35

[50] Eddy Supriadi, Srategi Belajar Mengajar, Jakarta : LPGTK Tadika Puri, 2003, h. 13

[51] Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Jakarta : Hida Karya Agung, 1983, cet-11, hal. 19

[52] Moeslichatoen, Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak, Jakarta : PT Asdi Mahasatya, 2004, Cet ke-2, h.170

[53] Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan, Jakarta : Ciputat Press, 2002, Cet-1, h.159-162

[54] Ibid.

[55] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, hal. 193

[56] Ibid., hal. 105.

[57] Ibid.

[58] Muhammad Qutb, Sistem Pendidikan Islam, terj. Salman Harun, (Bandung: PT. Al-Ma‟arif, tth),…hal. 326

[59] Arief Armai.Op.Cit, hlm. 128

[60] S. Nasution , Didaktife Asas-asas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hal. 10

[61] Ibid., hal. 102.

[62] Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, h. 184.

[63] Mundzier Suparta dan Herry Noer Aly, Metodologi Pengajaran Agama Islam, hal. 177-178.

[64] Syaiful Bahri dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, hal. 95.

[65] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, hal. 199

[66] Ibid., hal. 199-200

[67] Ibid.,  hal. 200

[68] Ibid.

[69] Ibid.,  hal. 201

[70] Ibid.

[71] Ibid., hal. 202

[72] Ibid.,  hal. 203

[73] Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, h. 194-195.

[74] Syaiful Bahri dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, hal. 95-96.

[75] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, hal. 204

[76] Ibid.

[77] Ibid.

[78] Ibid.,  hal. 168.

[79] Mundzier Suparta dan Herry Noer Aly, Metodologi Pengajaran Agama Islam, hal. 162.

[80] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu pendidikan Islam, hal. 169.

[81] Mundzier Suparta dan Herry Noer Aly, Metodologi Pengajaran Agama Islam, hal. 163.

[82] Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, hal. 200.

[83] Mundzier Suparta dan Herry Noer Aly, Metodologi Pengajaran Agama Islam, hal. 163.

[84] Ibid.,  hal. 165.

[85] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu pendidikan Islam, hal. 169.

[86] Abuddin Nata,  Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran,  hal. 201.

[87] Mundzier Suparta dan Herry Noer Aly, Metodologi Pengajaran Agama Islam, hal. 166-167.

[88] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu pendidikan Islam, hal. 169.

[89] Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, hal. 201.

[90] Mundzier Suparta dan Herry Noer Aly, Metodologi Pengajaran Agama Islam, hal. 167.

[91] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu pendidikan Islam, hal. 169.

[92] Ibid.,  hal. 168-169.

[93] Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, hal. 202.

[94] Ibid.

[95] Ibid.,  hal. 199

[96] Mundzier Suparta dan Herry Noer Aly, Metodologi Pengajaran Agama Islam, hal. 165-166.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KATA PENGANTAR BUKU ILMU PENDIDIKAN ISLAM

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

MATERI PERKULIAHAN: TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM