PENGERTIAN ILMU PENDIDIKAN ISLAM
BAB 1
ILMU PENDIDIKAN
ISLAM
A.
Pengertian pendidikan Islam
Di
dalam masyarakat Islam saat ini sekurang-kurangnya terdapat lima istilah yang biasa
digunakan untuk pengertian pendidikan Islam secara bahasa antara lain tarbiyah
(تربية), ta’lim(تعليم) , ta’dib (تأديب), riyadhah (رياضة) dan tadris (تدريس).[1]
1.
Tarbiyah
Kata tarbiyah, berakar dari tiga kata.
Pertama,
rabaa yarbuu tarbiyatan yang memiliki makna tambah (zad) dan
berkembang (numu). Pengertian ini misalnya terdapat dalam surat ar-Rum
ayat 39:
وَمَآءَاتَيْتُم
مِّن رِّبًا لِيَرْبُوا فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلاَ يَرْبُوا عِندَ اللهِ
وَمَآءَاتَيْتُم مِّن زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللهِ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ
الْمُضْعِفُونَ
Dan sesuatu riba
(tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba
itu tidak menambah pada sisi Allah.Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang
kamu maksudkan untuk mencari keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian)
itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya) (Ar-Rum:39).
Kedua,
kata rabaa yurbi tarbiyatan, yang memiliki arti tumbuh (nasyaa)
dan menjadi besar dan dewasa.
Ketiga,
rabba yarubbu tarbiyatun yang mengandung arti memperbaiki (aslaha),
menguasai urusan, memelihara dan merawat, memperindah, memberi makna, mengasuh,
memiliki, mengatur dan menjaga kelestarian maupun eksistensinya.
Dengan
demikian, pada kata al-tarbiyah tersebut mengandung cakupan tujuan
pendidikan, yaitu menumbuhkan dan mengembangkan potensi dan proses pendidikan
yaitu memelihara, mengasuh, merawat, memperbaiki dan mengaturnya.[2]
Firman Allah yang
mendukung penggunaan istilah ini antara lain:
الْحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Segala
puji bagi Allah, Rabb semesta alam, (Al-Fatihah:2)
Rabb
(Tuhan) berarti Tuhan yang ditaati yang memiliki, mendidik, dan memelihara.
Kata rabb tidak dipakai selain untuk Tuhan kecuali kalau ada sambungannya
seperti rabb al-bait (tuan rumah).
وَاخْفِضْ
لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا
رَبَّيَانِي صَغِيرًا
Wahai
Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik
Aku waktu kecil (Al-Isra : 24).
Kata
rabbaniy pada ayat tersebut dengan jelas diartikan pendidikan, yaitu
pendidikan yang diberikan oleh kedua orang tua kepada anaknya. Karena demikian
besar arti pendidikan yang diberikan kedua orang tua, maka seorang anak harus
menunjukkan sikap hormat dan terima kasih dengan cara rendah hati dan
mendoakannya. Sikap anak yang mendo’akan kedua orang tua tersebut selanjutnya
disebut dengan anak shaleh, sebagaimana dinyatakan dalam hadits yang berbunyi:
إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٍ
جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَه
Di
mana anak Adam mati maka terputuslah amalannya kecuali 3 perkara : sedekah
jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoakan orangtuanya (HR.
Muslim).
2.
Ta’lim
Kata
al-ta’lim yang jamaknya ta’alim bermakna mengajar dan melatih. Penggunaan
kata al-ta’lim dapat dijumpai di dalam al-Qur’an, contohnya firman Allah Swt:
وَعَلَّمَ
ءَادَمَ الأَسْمَآءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلاَئِكَةِ فَقَالَ
أَنبِئُونِي بِأَسْمَآءِ هَؤُلآءِ إِن كُنتُم صَادِقِينَ
Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya (Al-Baqarah: 31). Di dalam ayat lain, Allah Swt berfirman:
قَالَ
يَاأَيُّهَا النَّاسُ عُلِّمْنَا مَنطِقَ الطَّيْرِ
Berkata (Sulaiman): Hai manusia, kami Telah
diberi pengertian tentang suara burung (An-Naml : 16)
Kata
‘allama pada kedua ayat tersebut mengandung pengertian sekedar
memberitahu atau memberi pengetahuan, tidak mengandung arti pembinaan
kepribadian, karena sedikit sekali kemungkinan membina kepribadian Adam melalui
nama-nama benda atau membina kepribadian Nabi Sulaiman melalui burung. Lain
halnya dengan pengertian rabba (رب).
Konsep-konsep
pendidikan yang terkadung dalam kalimat ta’lim ini antara lain: pertama,
ta’lim adalah proses pembelajaran secara terus menerus sejak lahir
melalui pengembangan fungsi-fungsi pendengaran, penglihatan dan hati. Pengertian ini digali dari firman Allah swt yang menyatakan sebagai
berikut:
وَاللهُ
أَخْرَجَكُم مِّن بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لاَتَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ
السَّمْعَ وَاْلأَبْصَارَ وَاْلأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Allah mengeluarkan kamu dari perut
ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (An-Nahl:78)
Pertama, pengembangan fungsi-fungsi tersebut merupakan tanggung jawab orang tua
ketika anak masih kecil. Setelah dewasa, hendaknya orang belajar secara mandiri
sampai ia tidak mampu lagi meneruskan belajarnya, baik karena meninggal dunia
maupun karena usia renta.[3] Allah
Swt berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلنَّاسُ إِن كُنتُمۡ فِي رَيۡبٖ مِّنَ ٱلۡبَعۡثِ فَإِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن
تُرَابٖ ثُمَّ مِن نُّطۡفَةٖ ثُمَّ مِنۡ عَلَقَةٖ ثُمَّ مِن مُّضۡغَةٖ
مُّخَلَّقَةٖ وَغَيۡرِ مُخَلَّقَةٖ لِّنُبَيِّنَ لَكُمۡۚ وَنُقِرُّ فِي
ٱلۡأَرۡحَامِ مَا نَشَآءُ إِلَىٰٓ أَجَلٖ مُّسَمّٗى ثُمَّ نُخۡرِجُكُمۡ طِفۡلٗا
ثُمَّ لِتَبۡلُغُوٓاْ أَشُدَّكُمۡۖ وَمِنكُم مَّن يُتَوَفَّىٰ وَمِنكُم مَّن
يُرَدُّ إِلَىٰٓ أَرۡذَلِ ٱلۡعُمُرِ لِكَيۡلَا يَعۡلَمَ مِنۢ بَعۡدِ عِلۡمٖ شَيۡٔٗاۚ
وَتَرَى ٱلۡأَرۡضَ هَامِدَةٗ فَإِذَآ أَنزَلۡنَا عَلَيۡهَا ٱلۡمَآءَ ٱهۡتَزَّتۡ
وَرَبَتۡ وَأَنۢبَتَتۡ مِن كُلِّ زَوۡجِۢ بَهِيجٖ
Hai manusia, jika kamu
dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya
Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian
dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya
dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam
rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian
Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu
sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan
(adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia
tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu
lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya,
hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan
yang indah (Al-Hajj: 5).
Kedua, proses ta’lim tidak berhenti pada pencapaian pengetahuan wilayah
(domain) kognisi semata, tetapi terus menjangkau wilayah psikomotor dan afeksi.
Ruang lingkup pengertian ta’lim semacam ini didasarkan atas firman Allah Swt:
كَمَآأَرْسَلْنَا
فِيكُمْ رَسُولاً مِّنكُمْ يَتْلُوا عَلَيْكُمْ ءَايَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ
وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُم مَّالَمْ تَكُونُوا
تَعْلَمُونَ
Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu Rasul
di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu
dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa
yang belum kamu ketahui. (Al-Baqarah:151)
Berdasarkan
firman Allah tersebut, pendidikan tilawah al-Qur’an (تلاوة
القرأن) tidak terbatas pada kemampuan membaca secara harfiah, tetapi
lebih luas dari itu adalah membaca dengan perenungan yang sarat dengan pemahaman
dan pada gilirannya melahirkan tanggung jawab moral terhadap ilmu yang
diperoleh melalui bacaan itu. Melalui pendidikan semacam ini Rasulullah Saw
telah mengantar para shahabat untuk mencapai tingkat tazkiyah (تزكية) atau proses penyucian diri yang membuat
mereka dalam kondisi siap untuk mencapai tingkat al-hikmah (الحكمة). Pada tingkat terakhir
ini, ilmu, perkataan, dan perilaku seseorang telah terintegrasi dalam membentuk
kepribadian yang kokoh.[4]
3.
Ta’dib
Ta’dib diartikan
dengan pendidikan sopan santun, tata karma, adab, budi pekerti, akhlak, moral,
dan etika.[5]
Pengertian ini didasarkan Hadits Nabi Saw:
أَدَّبَنِي
رَبِّي فَأَحْسَنَ تَأْ دِيْبِي
Tuhan
telah mendidikku, maka ia sempurnakan pendidikan ku (HR.
Al-Askariy dan Assuyuthi).
أدبوا أولادكم على ثلاث خصال حب نبيكم وحب أهل بيته وقراءة القرآن فإن حملة
القرآن في ظل الله يوم لا ظل إلا ظله مع أنبياء الله وأصفيائه
Didiklah anak-anakmu atas
tiga hal; mencintai nabimu, mencintai ahli baitnya dan membaca al-Qur’an,
karena orang mengamalkan al-Qur’an nanti akan mendapatkan naungan Allah pada
hari ketika tiada naungan kecuali dari-Nya bersama para nabi dan orang-orang yang
suci (HR. Dailami dari Ali).
Perlu ditekankan dari
hadist diatas, bahwasanya mendidik anak-anak kita tidaklah cukup hanya memberi
tahu tentang cinta rasul, ahli bait-nya, dan membaca alquran, tetapi
lebih pada mendidik untuk mengamalkan, membiasakan, membudayakan anak-anak kita
untuk selalu mencintai Nabinya, ahli bait-nya, juga membaca Alquran.
4.
Riyadhah
Al-Riyadhah berasal dari kata raudha diartikan dengan
pengajaran dan pelatihan. Riyadhah dalam konteks
pendidikan berarti mendidik jiwa anak dengan akhlak mulia.[6]
Pengertian ini akan berbeda jika riyadhah dinisbatkan kepada disiplin
tasawuf dan olahraga. Riyadhah dalam tasawuf berarti latihan rohani dengan cara
menyendiri pada hari-hari tertentu untuk melakukan ibadah dan tafakur mengenai
hak dan kewajibannya. Sementara riyadhah dalam disiplin olahraga berarti
latihan fisik untuk menyehatkan tubuh. Menurut al-Ghazali ,
kata riyadhah yang dinisbatkan kepada anak, maka memiliki arti pelatihan
atau pendidikan kepada anak. Anak kecil yang terbiasa melakukan aktivitas yang
positif maka di masa remaja dan dewasanya lebih mudah untuk berkepribadian
shalih.[7]
Dikalangan para ahli tasawuf al-riyadhah diartikan latihan spiritual
rohaniah dengan cara khalwat dan uzlah (menyepi dan menyendiri)
disertai perasaan batin yang takwa (melaksanakan segala perintah Allah dan
menjauhi larangan-Nya), al-wara’ (membentengi diri dari perbuatan yang
haram dan syubhat), al-zuhud (tidak terperdaya oleh kemewahan duniawi), al-sumtu
(tidak berkata-kata yang tidak ada hubungannya dengan Tuhan), al-khauf
(rasa takut yang dalam pada Allah Swt), al-raja’ (penuh harap), al-hazn
(rasa prihatin dan khawatir tidak diridhai Allah Swt), al-ju’ wa tark
al-syahwat (menahan lapar dan meninggalkan keinginan nafsu syahwat), al-khusyu
wa al-tawadhu (penuh konsetrasi dan rendah hati), mukhalafat al-nafs
(menentang keinginan nafsu), al-qona’ah (mencukupkan dengan yang
diberikan Allah, al-tawakkal (menyerahkan diri pada Allah Swt), al-syukr
(berterima kasih atas karunia yang diberikan Allah Swt), al-yaqin
(percaya penuh pada janji Allah Swt), al-shabr (tahan terhadap ujian dan
cobaaan), al-muraqabah (selalu mendekatkan diri kepada Allah Swt), dan
sebagainya.[8]
Di dalam al-Qur’an maupun Hadits kata al-riyadhah secara eksplisit tidak dijumpai,
namun inti dan hakikat al-Riyadhah dalam arti mendidik atau melatih
mental spiritual agar senantiasa mematuhi ajaran Allah Swt amat banyak
dijumpai.[9]
5.
Tadris
Kata
al-Tadris berasal dari kata darrasa-yudarrisu-tadrisan. Kata
tadris berarti pengajaran, yakni menyampaikan ilmu pengetahuan kepada siswa
yang selanjutnya memberi pengaruh dan menimbulkan perubahan pada dirinya.[10]
Di
dalam al-Qur’an kata al-tadris dengan derivasinya diulang sebanyak enam kali,
dengan uraian sebagai berikut:
وَكَذَلِكَ
نُصَرِّفُ اْلأَيَاتِ وَلِيَقُولُوا دَرَسْتَ وَلِنُبَيِّنَهُ لِقَوْمٍ
يَعْلَمُونَ
Demikianlah Kami mengulang-ulangi ayat-ayat
Kami supaya (orang-orang) yang beriman mendapat petunjuk) dan yang
mengakibatkan orang-orang musyrik mengatakan:"Kamu telah mempelajari
ayat-ayat itu (dari Ahli Kitab)", dan supaya Kami menjelaskan al-Qur'an
itu kepada orang-orang yang mengetahui. (Al-An’am
: 105)
فَخَلَفَ مِنْ
بَعْدِهِمْ خَلْفٌ وَرِثُوا الْكِتَابَ يَأْخُذُوْنَ عَرَضَ هَذَا اْلأَدْنَى
وَيَقُوْلُوْنَ سَيُغْفَرُلَنَا وَإِنْ يَأْتِهِمْ عَرَضٌ مِثْلُهُ يَأْخُذُوْهُ
أَلَمْ يُؤْخَذْ عَلَيْهِمْ مِيْثَاقُ الْكِتَابِ أَنْ لاَيَقُوْلُوْا عَلَى اللهِ
إِلاَّ الْحَقَّ وَدَرَسُوْا مَافِيْهِ وَالدَّارُ اْلأَخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِيْنَ
يَتَّقُوْنَ أَفَلاَ تَعْقِلُوْنَ
Maka datanglah sesudah mereka
generasi (yang jahat) yang mewarisi Taurat, yang mengambil harta benda dunia
yang rendah ini, dan berkata:"Kami akan diberi ampun". Dan kelak jika
datang kepada mereka harta benda dunia sebanyak itu (pula), niscaya mereka akan
mengambilnya (juga). Bukankah perjanjian Taurat sudah diambil dari mereka,
yaitu bahwa mereka tidak akan mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar,
padahal mereka telah mempelajari apa yang tersebut di dalamnya. Dan kampung
akhirat itu lebih baik bagi mereka yang bertaqwa. Maka apakah kamu sekalian
tidak mengerti (Al-A’raf :169)
أَمْ لَكُمْ
كِتَابٌ فِيهِ تَدْرُسُونَ
Atau
adakah kamu mempunyai sebuah kitab (yang diturunkan Allah) yang kamu
membacanya, (Al-Qalam:37)
وَمَآءَاتَيْنَاهُ
مِّن كُتُبٍ يَدْرُسُونَهَا وَمَآأَرْسَلْنَآ إِلَيْهِمْ قَبْلَكَ مِن نَّذِيرٍ
Dan Kami tidak pernah memberikan kepada mereka
kitab-kitab yang mereka baca dan sekali-kali tidak pernah (pula) mengutus
kepada mereka sebelum kamu seorang pemberi peringatanpun (Saba’ : 44)
Pada ayat-ayat tersebut, kata al-tadris mengandung arti mempelajari
dan membaca yang pada hakikatnya merupakan aktivitas yang terjadi pada
pengajaran atau proses pembelajaran. Ayat-ayat tersebut juga menginformasikan
tentang objek yang dibaca atau dipelajari, yaitu ayat-ayat yang terdapat di dalam
kitab yang diturunkan oleh Allah Swt, yaitu Taurat, Zabur, Injil dan al-Qur’an.
Ini menunjukkan bahwa setiap kegiatan pembelajaran mengharuskan adanya bahan
ajar, yaitu sesuatu yang akan dijelaskan, dikemukakan, dan dipahami oleh
peserta didik.[11]
B.
Pengertian Pendidikan Islam dari Segi Istilah
Menurut rumusan Konferensi Pendidikan Islam sedunia pada tahun 1980 di
Islamabad, pendidikan Islam adalah pendidikan yang harus ditujukan untuk
mencapai keseimbangan pertumbuhan personalitas manusia secara menyeluruh,
dengan cara melatih jiwa, akal, perasaan, dan fisik manusia. Dengan demikian,
pendidikan diarahkan untuk mengembangkan manusia pada seluruh aspeknya:
spiritual, intelektual, daya imaginasi, fisik, keilmuan, dan bahasa, baik
secara individual maupun kelompok, serta mendorong seluruh aspek tersebut untuk
mencapai kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan diarahkan pada
upaya merealisasikan pengabdian manusia kepada Allah, baik pada tingkat
individual, maupun masyarakat dan kemanusiaan secara luas.[12]
C.
Pengertian Islam
Pertama, Islam dari segi bahasa berasal dari kata aslama,
yuslimu, islaman, yang berarti ketundukan, perdamaian dan tunduk kepada
kehendak Allah. Kata aslama ini berasal dari kata salima, berarti peace,
yaitu: damai, aman, dan sentosa.
Allah Swt berfirman:
مَاكَانَ
إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلاَ نَصْرَانِيًّا وَلَكِن كَانَ حَنِيفًا مُّسْلِمًا
وَمَاكَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula)
seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri
(kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang
musyrik". (Al Imran:67)
قُولُوا
ءَامَنَّا بِاللهِ وَمَآأُنزِلَ إِلَيْنَا وَمَآأُنزِلَ إِلَى إِبْرَاهِيمَ
وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَاْلأَسْبَاطِ وَمَآأُوتِيَ مُوسَى
وَعِيسَى وَمَآأُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِن رَّبِّهِمْ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ
مِّنْهُمْ ونَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
Katakanlah (hai orang-orang mu'min):"Kami
beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang
diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'kub dan anak cucunya, dan apa
yang telah diberikan kepada Musa dan 'Isa serta apa yang diberikan kepada
nabi-nabi dari Rabb-nya. Kami tidak
membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh
kepada-Nya". (Al-Baqarah:136)
Berdasarkan ayat-ayat tersebut diatas,
terlihat bahwa Islam merupakan misi yang dibawa oleh seluruh para nabi, yaitu
misi suci, agar manusia patuh dan tunduk serta berserah diri kepada Allah Swt.
Kedua, pengertian Islam sebagai agama, yaitu agama yang ajaran-ajarannya
diwahyukan Allah untuk umat manusia, melalui Rasul-Nya, Muhammad Saw.
الْيَوْمَ
أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ
اْلإِسْلاَمَ دِينًا فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ ِّلإِثْمٍ
فَإِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Pada hari ini telah Kusempurnakan
untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah
Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan
tanpa sengaja berbuat dosa,sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (Al-Maidah:3)
إِنَّ
الدِّينَ عِندَ اللهِ اْلإِسْلاَمُ وَمَااخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ
إِلاَّ مِن بَعْدِ مَاجَآءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَن يَكْفُرْ
بِئَايَاتِ اللهِ فَإِنَّ اللهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
Sesungguhnya agama (yang diridhai)
di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi
Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian
(yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah
sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (Ali Imran:19)
أَفَغَيْرَ
دِينِ اللهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ طَوْعًا
وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ
Barangsiapa mencari agama selain
dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)
daripadanya, dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang rugi. (Ali Imran:85)
Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw ialah agama yang telah
mencakup semua ajaran yang dibawa oleh para Nabi terdahulu, dengan terlebih
dahulu disesuaikan dengan kebutuhan zaman.
Ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw pada intinya untuk
kepentingan manusia, yakni untuk memelihara agama, jiwa, akal, harta, dan
keturunan manusia. inilah yang selanjutnya oleh Imam al-Syathibi disebut dengan
al-Maqashid al-syar’iyah.
D.
Pengertian Ilmu Pendidikan Islam
Menurut bahasa, arti kata ilmu berasal dari bahasa arab (ilm),
bahasa latin (science) yang berarti tahu atau mengetahui atau memahami
sedangkan menurut istilah ilmu adalah pengetahuan yang sistematis atau ilmiah. Dengan
demikian pengertian ilmu pendidikan Islam ialah pengetahuan yang sistematis dan
ilmiah yang membicarakan persoalan-persoalan pendidikan Islam.
E.
Ruang Lingkup Pendidikan Islam
Pendidikan Islam sebagai
ilmu, mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, karena di dalamnya banyak
segi-segi atau pihak-pihak yang ikut terlibat baik langsung atau tidak
langsung. Ruang lingkupnya sebagai berikut:
1.
Dasar dan tujuan pendidikan Islam adalah landasan segala
kegiatan pendidikan Islam.
2.
Kurikulum pendidikan Islam adalah bahan-bahan
pendidikan Islam berupa kegiatan, pengetahuan dan pengalaman yang dengan
sengaja dan sistematis diberikan kepada siswa dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan Islam.
3.
Metode pendidikan Islam yaitu strategi yang
relevan yang dilakukan pendidik untuk menyampaikan materi pendidikan Islam
kepada siswa.
4.
Evaluasi pendidikan yaitu suatu sistem penilaian
yang diterapkan pada siswa, untuk mengetahui keberhasilan pendidikan yang
dilaksanakan.
5.
Guru yaitu subyek yang
melaksanakan pendidikan Islam.
6.
Siswa yaitu pihak yang
merupakan obyek terpenting dalam pendidikan, karena tindakan mendidik dilakukan
untuk membawanya kepada tujuan pendidikan Islam.
7.
Alat-alat pendidikan yaitu semua alat yang
digunakan selama melaksanakan pendidikan agar tujuan pendidikan Islam tercapai.
8.
Pembiayaan pendidikan merupakan jumlah uang atau jasa yang disediakan atau dialokasikan dan digunakan atau
dibelanjakan untuk melaksanakan berbagai fungsi atau kegiatan guna mencapai
tujuan pendidikan Islam.
9.
Lingkungan pendidikan yaitu keadaan-keadaan yang
ikut berpengaruh dalam pelaksanaan untuk tercapainya tujuan pendidikan Islam.
F.
Kegunaan Ilmu Pendidikan Islam
Kegunaan ilmu pendidikan
Islam diantaranya:
1.
Pendidikan sebagai usaha membentuk pribadi manusia harus melalui proses yang panjang,
dengan hasil yang tidak
dapat diketahui dengan segera, berbeda dengan membentuk benda mati yang dapat
dilakukan sesuai dengan keinginan pembuatnya. Dalam proses pembentukan tersebut diperlukan
suatu perhitungan yang matang dan hati-hati berdasarkan pandangan dan
pikiran-pikiran atau teori yang tepat, sehingga kegagalan atau
kesalahan-kesalahan langkah pembentuknya terhadap siswa dapat
dihindarkan. Oleh karena itu lapangan tugas dan sasaran pendidikan adalah makhluk yang
sedang tumbuh dan berkembang yang mengandung berbagai kemungkinan. Bila kita
salah bentuk, maka
kita akan sulit memperbaikinya.
2.
Pendidikan Islam pada
khususnya yang bersumberkan nilai-nilai agama Islam di samping menanamkan atau
membentuk sikap hidup yang dijiwai nilai-nilai tersebut, juga mengembangkan
kemampuan berilmu pengetahuan sejalan dengan nilai-nilai Islam yang melandasinya
adalah merupakan proses ikhtiyariah yang secara pedagogis mampu
mengembangkan hidup siswa kepada arah kedewasaan/ kematangan yang menguntungkan
dirinya. Oleh karena itu usaha ikhtiyariah tersebut tidak dapat
dilakukan hanya berdasarkan atas trial and error (coba-coba) atau atas
dasar keinginan dan kemauan guru tanpa dilandasi dengan teori-teori
kependidikan yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah pedagogis.
3.
Islam sebagai agama wahyu
yang diturunkan oleh Allah dengan tujuan untuk membahagiakan hidup dalam
kehidupan umat manusia di dunia dan akhirat. Akan mempunyai arti fungsional dan
aktual bilamana dikembangkan melalui proses pendidikan yang sistematis.[13]
G.
Ilmu
yang Berkaitan dengan Ilmu Pendidikan Islam
1.
Ilmu
Pengetahuan Agama Islam
Yang dimaksud
dengan ilmu pengetahuan agama Islam ialah cabang cabang ilmu agama pada
umumnya. Ilmu ini sangat diperlukan mengingat pendidikan Islam merupakan ilmu
yang bergerak dalam situasi pendidikan menuntun peserta didik untuk dapat
memahami, meyakini, dan mengamalkan ajaran agama secara baik dan benar,
sehingga atas tanggung jawabnya sendiri dapat hidup memenuhi ajaran agama serta
hidup bahagia di dunia dan akhirat. Mengingat hal tersebut di atas maka cabang
cabang ilmu pengetahuan agama Islam sangat penting bagi arah, isi dan sasaran
pendidikan Islam.
2.
Ilmu
Jiwa
Yang termasuk
dalam ilmu jiwa ini ialah : ilmu jiwa umum, jiwa watak/ karakterologi dan ilmu
jiwa agama. Ilmu jiwa ini di perlukan terutama dimaksudkan agar dapat
mengetahui kelakuan pendidikan, sikap manusia untuk menerima agama dan lain
lain.
3.
Ilmu
Jiwa Perkembangan
Ilmu yang
mempelajari perkembangan jiwa anak sejak lahir sampai dewasabahkan sampai
meninggal dunia. Ilmu ini diperlukan terutama untuk mengetahui sifat sifat anak
pada masa perkembangan, tingkah laku dan masa peka mereka.
4.
Ilmu
Jiwa Sosial
Ilmu
pengetahuan yang mempelajari segi segi psikologi dari pada tingkah laku manusia
yang di pengaruhi oleh interaksi sosial. Ilmu ini diperlukan terutama untuk
menghadapi dan memecahkan kemungkinan adanya kesulitan kesulitan dalam
pergaulan hidup siswa.
5.
Sosiologi
Ilmu yang
mempelajari kehidupan dalam bermasyarakat, mempelajari segala keadaan dan
perhubungan manusia hidup. Seperti keadaan sosial seseorang, bagaimana cara
mereka bergantung terhadap orang lain disekitarnya untuk memenuhi segala
kebutuhan hidupnya. Sosiologi adalah ilmu yang sangat di butuhkan oleh
masyarakat.
6.
Sejarah
Pendidikan Islam
Ilmu yang
membahas tentang sistem sistem pendidikan Islam yang telah dilaksanakan oleh
ahli ahli didik Islam masa lampau hinga sekarang ini. Ilmu ini mempunyai kaitan
erat dengan ilmu pendidikan Islam karena ilmu ini menginformasikan sistem
sistem pendidikan yang kurang berhasil supaya di jauhi (ditinggalkan).7.
7.
Filsafat
Pendidikan Islam
Ilmu ini
membahas aspek aspek ataupun faktor faktor pendidikan Islam secara filosofis
dan sistematis. Ilmu ini juga membahas atau berusaha secara memecahkan
problematika problematika pendidikan Islam dan kemudian menyusun menjadi teori
teori pendidikan Islam yang baru. Karena itu ilmu ini mempunyai hubungan erat
dengan ilmu Pendidik Islam, sebab penyusun teori teori dalam ilmu pendidikan
Islam mendapat bahan yang banyak filsafat pendidikan Islam itu.
[1] Muhammad Munir Mursa, Al-Tarbiyah al-Islamiyah: Ushuluna wa Tathawwurhaa
fi al-Bilaad al’Arabiyyah, ‘A’lam al-Kutub, 1997, h. 17.
[2] Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2012, hal. 8
[3]
Herry Noer Aly, MA, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 1999, h. 8.
[4]
Abdul Fattah Jalal, Azas-azas Pendidikan Islam, terjemahan Hery Noer Aly dari
Min al-Ushul al-Tarbawiyah fi al-Islam, Bandung: Diponegoro, 1988, h. 29-34.
[5] Syed Muhammad al-Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam, terjemahan
Haidar Bagir dari The Concept of Education of Islam: An Framework for an
Islamic Philosophy of Education, Bandung: Mizan, 1984, hal. 64 – 74.
[6] Karim al-Bastani, dkk, al-Munjid fi Lughah wa A’lam, Beirut: Dar
al-Masyriq, 1975, h. 287.
[7]
Ahmad Salabi, Tarikh al-Tarbiyah al-Islamiyah, Kairo: Maktabah al-Nahdhah
al-Mishriyah, 1977, h. 288
[8] Abi al-Qasim Abd. Karim bin Hawazan al-Qusyairiy al-Naisabury, al-Risalah
al-Qusyairiyah fi ‘Ilm al-Tasawuf, (Mesir : Dar al-Khair, tp. th. hal. 475-476
[9] Abuddin Nata, op.cit., hal. 21
[10] Ibid.
[11] Ibid.
[12] Second World Conference on Muslim Education, International Seminar on
Islamic Concepts and Curriculum, Recommendations, 25 to 20 March 1980,
Islamabad.
[13] Jalaludin, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Rajawali Press, 2013, hal.
83-84
Komentar
Posting Komentar